Lompat ke isi

Sejarah Andalusia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Penunggang kuda, relief bangsa Iberia dari Osuna, di Museum Arkeologi Nasional Spanyol
Ubin di Alhambra
Forum reruntuhan Baelo Claudia

Letak geostrategis Andalusia, di ujung paling selatan benua Eropa, antara Eropa dan Afrika dan antara Samudra Atlantik dan Laut Tengah, menjadikan daerah ini pusat berbagai peradaban sejak Zaman Logam. Kekayaan mineral dan lahan yang subur, ditambah daratan yang luas, menarik minat kolonis dari mulai Fenisia sampai Yunani, mereka adalah bangsa yang mempengaruhi perkembangan budaya awal seperti Los Millares, El Argar, dan Tartessos. Berbagai masyarakat awal di Andalusia ini berperan penting dalam transisi dari prasejarah menuju protosejarah di daerah tersebut.

Dengan penaklukan oleh Romawi, Andalusia menjadi sepenuhnya tergabung dengan dunia Romawi sebagai provinsi Baetica yang makmur, yang menjadi tempat asal dari kaisar seperti Trajanus dan Hadrianus. Selama masa tersebut, Andalusia adalah pusat ekonomi penting, menyediakan sumber daya dan kontribusi kebudayaan kepada Roma. Meskipun setelah Iberia diinvasi oleh Vandal dan Visigoth yang merupakan bangsa Jermanik, daerah tersebut masih melestarikan banyak nilai kebudayaan dan politik Romawi, dengan tokoh-tokoh seperti Santo Isidorus dari Sevilla yang melestarikan peninggalan intelektual di Andalusia.

Pada tahun 711, penaklukan Hispania oleh Umayyah menandai peralihan kebudayaan dan politis yang besar, ketika Andalusia menjadi titik fokusnya al-Andalus, yaitu Semenanjung Iberia yang dikuasai umat Islam. Kota Kordoba muncul sebagai ibu kota al-Andalus dan salah satu pusat kebudayaan dan ekonomi paling penting pada Abad Pertengahan. Puncak kemakmuran Andalusia terjadi pada masa Kekhalifahan Kordoba, di bawah penguasa seperti Abdurrahman III dan Al-Hakam II, ketika daerah tersebut menjadi dikenal berkat kemajuannya dalam sains, filsafat, dan arsitektur. Namun, pada abad ke-11 terjadi perpecahan internal dan terpecahnya al-Andalus menjadi berbagai taifa—yaitu, berbagai kerajaan kecil yang independen—sehingga memudahkan Reconquista terus maju ke selatan. Pada akhir abad ke-13, sebagian besar Andalusia telah ditaklukkan oleh Mahkota Kastilia, yang dipimpin oleh penguasa seperti Fernando III dari Kastilia, dialah yang merebut lembah subur Guadalquivir. Kerajaan Islam terakhir, Kerajaan Nashri Granada, tetap berdiri hingga dikalahkan pada 1492, maka dari itu selesailah periode Reconquista.

Pada beberapa abad seusai Reconquista, Andalusia berperan sentral dalam penjelajahan dan kolonisasi Spanyol di Dunia Baru. Kota-kota seperti Sevilla dan Cádiz menjadi pusat utama untuk perdagangan lintas Atlantik. Namun, di samping pengaruhnya kepada dunia semasa Imperium Spanyol, Andalusia mengalami kemerosotan ekonomi dikarenakan pengeluaran militer dan upaya industrialisasi yang gagal pada abad ke-17 dan ke-18. Pada zaman modern, Andalusia menjadi salah satu peserta gerakan otonomi di Spanyol, berpuncak pada dipilihnya Andalusia sebagai salah satu komunitas otonom pada tahun 1981. Di samping sejarahnya yang kaya, daerah ini menghadapi berbagai tantangan dalam mengatasi kesenjangan ekonomi dan menyelaraskan diri dengan negara-negara kaya di Uni Eropa.

Referensi

[sunting | sunting sumber]