Lompat ke isi

Seloka

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Seloka adalah pantun yang mempunyai beberapa bait saling sambung-menyambung. Nama lain dari seloka adalah pantun berkait atau pantun berantai. Baris pertama dan ketiga pada bait kedua menggunakan isi yang sama dengan baris kedua dan keempat dari bait pertama. Pola ini digunakan secara terus-menerus pada bait berikutnya.[1] Kata "seloka" merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta, yaitu sloka. Seloka merupakan salah satu jenis puisi Melayu klasik yang berisikan pepatah atau perumpamaan. Pesan yang disampaikan di dalam seloka dapat berupa candaan, sindiran atau ejekan. Seloka umumnya ditulis dalam bentuk pantun atau syair dengan empat baris. Selain itu, ada juga seloka yang ditulis lebih dari empat baris.[2] Fungsi Seloka yaitu untuk mengkritik semua sikap negatif dari anggota masyarakat tanpa harus menyinggung perasaan dari anggota masyarakat tersebut. Seloka juga bisa menjadi panduan atau pengajaran bagi individu yang terkait. Selain itu, fungsi seloka sangat bergantung kepada isinya yaitu untuk menyindir, mengejek, menempelak, melahirkan rasa benci karena sikap manusia, memberi pengajaran dan panduan, serta sebagai alat protes sosial.[3]

Seloka Asli India

[sunting | sunting sumber]
  • Terdiri dari 2 baris.
  • Setiap baris terdiri dari 16 suku kata dan merupakan dua potongan kalimat, jadi setiap baris ada 2 x 8 kata.
  • Umumnya berisi pelajaran atau petuah berhikmat.
  • Isi bait satu dengan yang lain saling berkaitan.[3]

Seloka Umum

[sunting | sunting sumber]
  • 1 bait terdiri dari 4 baris.
  • Sajak a-a-a-a.
  • Baris ke 1 dan ke 2 merupakan sampiran dan baris ke 3 dan 4 merupakan isi.
  • Setiap baris terdiri dari 4 kata.
  • Rangkaian pantun yang sambung menyambung.[3]

Contoh seloka 4 baris:

Sudah bertemu kasih sayang
Duduk terkurung malam siang
Hingga setapak tiada renggang
Tulang sendi habis berguncang

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Kosasih, E. (2008). Apresiasi Sastra Indonesia (PDF). Jakarta: Nobel Edumedia. hlm. 11. ISBN 978-602-8219-57-0. 
  2. ^ Sumaryanto (2010). Mengenal Pantun dan Syair. Semarang: PT. Sindur Press. hlm. 13. ISBN 978-979-067-054-9. 
  3. ^ a b c Rahmaini, S. K .L., Supriadi dan Rafika (Mei 2020). Mengenal Lebih Dekat Puisi Rakyat. Medan: Guepedia. hlm. 76. ISBN 978-623-270-029-1. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]