Sepuluh Perintah Hutu
"Sepuluh Perintah Hutu" (juga disebut "Sepuluh Perintah Bahutu") adalah sebuah dokumen yang diterbitkan dalam koran Kangura edisi Desember 1990. Koran ini merupakan koran berbahasa Kinyarwanda di Kigali, Rwanda, yang berideologi Hutu Power dan sangat anti dengan kelompok Tutsi. Sepuluh Perintah Hutu sering dijadikan contoh utama propaganda anti-Tutsi yang disebarkan oleh kelompok ekstremis di Rwanda setelah Front Patriotik Rwanda menyerbu wilayah negara tersebut pada tahun 1990 dan juga sebelum meletusnya Genosida Rwanda pada tahun 1994.[1][2][3][4] Kepala penyunting koran Kangura yang bernama Hassan Ngeze dijatuhi hukuman 35 tahun penjara oleh Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda pada tahun 2003 atas dakwaan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.[5]
Isi
[sunting | sunting sumber]Sepuluh Perintah Hutu
1. Setiap laki-laki Hutu harus tahu bahwa seorang perempuan Tutsi, siapapun dia, mengabdi untuk kepentingan etnis Tutsi. Maka dari itu, kami akan menganggap sebagai pengkhianat orang Hutu yang
- menikahi seorang perempuan Tutsi
- berteman dengan seorang perempuan Tutsi
- menjadikan perempuan Tutsi sebagai sekretaris atau selir.
2. Setiap laki-laki Hutu sebaiknya tahu bahwa putri-putri Hutu kita lebih layak dan mau bekerja dengan baik dalam memenuhi peran mereka sebagai perempuan, istri dan ibu keluarga. Bukankah mereka adalah sekretaris yang cantik, baik, dan lebih jujur?
3. Perempuan Hutu, waspadalah dan cobalah mengembalikan akal sehat kepada suami, saudara, dan anak laki-laki kalian.
4. Setiap orang Hutu sebaiknya mengetahui bahwa setiap orang Tutsi itu tidak jujur dalam berniaga. Tujuan mereka satu-satunya adalah keunggulan kelompok etnisnya. Maka dari itu, setiap orang Hutu yang melakukan hal-hal berikut adalah seorang pengkhianat:
- Bekerjasama dengan orang Tutsi dalam berniaga
- Menanamkan modalnya atau modal pemerintah dalam usaha orang Tutsi
- Meminjam atau meminjamkan uang kepada orang Tutsi
- Membantu orang Tutsi dalam berniaga (mendapat izin impor, pinjaman bank, tempat pembangunan, pasar umum, dll).
5. Semua posisi strategis, politik, administratif, ekonomi, militer, dan keamanan sebaiknya hanya diberikan kepada orang Hutu.
6. Sektor pendidikan (murid dan guru) mayoritas harus orang Hutu.
7. Angkatan Bersenjata Rwanda sebaiknya hanya diisi oleh orang Hutu. Pengalaman perang pada Oktober 1990 telah mengajarkan kita. Tidak ada anggota militer yang boleh menikahi seorang Tutsi.
8. Orang Hutu sebaiknya berhenti berbelas kasihan kepada orang Tutsi.
9. Orang Hutu, di manapun mereka berada, harus bersatu dan saling solider dan peduli dengan nasib saudara Hutu mereka.
- Orang Hutu di dalam dan di luar Rwanda harus terus menerus mencari teman dan sekutu untuk kepentingan Hutu, dimulai dari saudara Hutu mereka.
- Mereka harus terus menerus menyeimbangi propaganda Tutsi.
- Orang Hutu harus tegas dan waspada terhadap musuh Tutsi mereka.
10. Revolusi Sosial 1959, referendum tahun 1961, dan ideologi Hutu harus diajarkan kepada setiap orang Hutu di setiap tingkatan. Setiap orang Hutu harus menyebarkan ideologi ini secara luas. Orang Hutu yang menindas saudara Hutunya karena telah membaca, menyebarkan, dan mengajarkan ideologi ini adalah seorang pengkhianat.[1]
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]- Dua Belas Dalil (Jerman Nazi pada tahun 1933)
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b John A. Berry and Carol Pott Berry (eds.) (1999). Genocide in Rwanda: A Collective Memory (Washington, D.C.: Howard University Press) hlm. 113–115.
- ^ Samantha Power (2002). A Problem from Hell: America and the Age of Genocide (Basic Books: New York) hlm. 337–338.
- ^ Linda Melvern (2004). Conspiracy to Murder: The Rwandan Genocide (New York: Verso) hlm. 49.
- ^ Andrew Jay Cohen, "On the Trail of Genocide", New York Times, 1994-09-07.
- ^ Trial Watch: Hassan Ngeze Diarsipkan 2007-11-27 di Wayback Machine., diakses 2008-02-11.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- RwandaFile: Text of the “Hutu Ten Commandments,” as well as other original material from Kangura