Sindrom lisis tumor
Sindrom lisis tumor atau tumor lysis syndrome (TLS) adalah sekelompok kelainan metabolik yang dapat terjadi sebagai komplikasi selama pengobatan kanker,[1] yang mana sejumlah besar sel tumor terbunuh (lisis) bersamaan dengan pemberian obat, melepaskan isinya ke dalam aliran darah. Kejadian ini terjadi paling umum setelah pengobatan limfoma (khususnya subtipe Burkitt) dan leukemia (ALL). Dalam onkologi dan hematologi, sindrom ini merupakan komplikasi yang berpotensi fatal (mematikan), dan pasien dengan peningkatan risiko TLS harus dipantau secara ketat sebelum, selama, dan setelah menjalani kemoterapi.
Sindrom lisis tumor ditandai dengan kalium darah tinggi (hiperkalemia), fosfat darah tinggi (hiperfosfatemia), kalsium darah rendah (hipokalsemia), asam urat darah tinggi (hiperurisemia), dan kadar urea nitrogen darah (BUN) dan nitrogen lainnya (azotemia) yang lebih tinggi dari normal. Perubahan elektrolit dan metabolit darah ini merupakan hasil dari pelepasan konten/isi seluler sel yang sekarat ke dalam aliran darah dari kerusakan sel. Dalam hal ini, TLS serupa dengan rabdomiolisis, dengan mekanisme yang sebanding dan efek kimia darah, tetapi dengan penyebab yang berbeda. Pada TLS, kerusakan terjadi setelah terapi sitotoksik atau dari kanker dengan tingkat pergantian sel dan tingkat proliferasi tumor yang tinggi. Kelainan metabolik yang terlihat pada TLS pada akhirnya dapat menyebabkan mual dan muntah, tetapi nefropati asam urat akut yang lebih serius, gagal ginjal akut, kejang, aritmia jantung, dan kematian.[2][3]
Faktor risiko
[sunting | sunting sumber]Faktor risiko untuk sindrom lisis tumor tergantung pada beberapa karakteristik pasien yang, jenis kanker, dan jenis kemoterapi yang digunakan.[4]
Karakteristik tumor
[sunting | sunting sumber]Tumor dengan tingkat pergantian sel yang tinggi, laju pertumbuhan yang cepat, dan curah tumor yang tinggi cenderung lebih terkait dengan kejadian sindrom lisis tumor. Tumor yang paling umum yang terkait dengan sindrom ini yaitu limfoma yang berdiferensiasi buruk (seperti limfoma Burkitt), Limfoma Non-Hodgkin lainnya (NHL), leukemia limfoblastik akut (ALL), leukemia myeloid akut (AML), leukemia limfositik kronis (CLL), dan leukemia myelogenous kronis (CML).[3] Kanker lain (seperti melanoma) juga telah dikaitkan dengan TLS tetapi kurang umum.
Karakteristik pasien
[sunting | sunting sumber]Faktor-faktor terkait pasien tertentu dapat memengaruhi perkembangan sindrom lisis tumor klinis. Faktor-faktor ini termasuk peningkatan kreatinin serum awal, gagal ginjal, dehidrasi, dan masalah lain yang memengaruhi aliran urin atau keasaman urin.[4]
Karakterisitik kemoterapi
[sunting | sunting sumber]Tumor yang peka terhadap kemoterapi, seperti limfoma, memiliki risiko lebih tinggi terhadap perkembangan sindrom lisis tumor. Tumor yang lebih responsif terhadap agen kemoterapi memiliki risiko TLS yang lebih tinggi.[3] Biasanya, rejimen obat pencetus meliputi kombinasi kemoterapi, tetapi TLS dapat dipicu pada pasien kanker dengan pengobatan steroid saja, dan kadang-kadang tanpa pengobatan apa pun - dalam hal ini kondisi ini disebut sebagai "sindrom lisis tumor spontan".[5][6]
Obat-obat antikanker terapi tertarget, yang digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan agen sitotoksik konvensional, juga telah menyebabkan peningkatan frekuensi dan keparahan TLS pada kanker hematologi yang sebelumnya jarang dikaitkan dengan komplikasi ini, termasuk:[7]
- Venetoclax (ABT-199), penghambat limfoma sel B (BCL2) yang digunakan untuk leukemia limfositik kronis, leukemia limfositik kecil, dan leukemia myeloid akut pada orang dewasa di atas 75 tahun. Karena dapat menyebabkan pengurangan cepat pada leukemia limfositik kronis, pedoman penilaian risiko dan profilaksis untuk TLS termasuk dalam informasi produk/liflet untuk venetoclax. Baru-baru ini, telah disarankan bahwa penambahan variabel klirens kreatinin akan meningkatkan stratifikasi risiko.[8]
- Obinutuzumab (antibodi monoklonal anti-CD20), yang disetujui untuk digunakan dalam limfoma sel B besar yang kambuh atau refraktori, leukemia limfositik kronis, dan limfoma folikel.
- Dinaciclib (inhibitor cyclin-dependent kinase, CDK) untuk leukemia ALL atau mieloid lanjut.
- Alvocidib (flavopiridol, inhibitor CDK), yang sedang diteliti dalam leukemia mieloid akut risiko-menengah dan risiko tinggi.
Pencegahan
[sunting | sunting sumber]Strategi profilaksis utama adalah hidrasi intravena (IV) dan penggunaan agen hipourikemik, seperti allopurinol dan rasburicase. Jenis spesifik profilaksis umumnya dipilih berdasarkan perkiraan risiko TLS, yang tergantung pada penyakit, beban penyakit, dan perawatan khusus yang akan diberikan.
Hidrasi intravena
[sunting | sunting sumber]Hidrasi IV agresif merupakan landasan untuk mencegah TLS dan direkomendasikan sebelum terapi pada semua pasien dengan risiko sedang atau tinggi untuk TLS. Tujuan hidrasi IV yaitu untuk meningkatkan perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus, dan menginduksi output urin yang tinggi untuk meminimalkan kemungkinan asam urat atau presipitasi kalsium fosfat dalam tubulus. Namun, hidrasi IV dapat menyebabkan kelebihan cairan yang berpotensi berbahaya pada pasien dengan cedera ginjal akut yang mendasari atau disfungsi jantung (terutama jika pasien dalam keadaan edematosa). Dalam pengaturan ini, pemantauan ketat terhadap tanda-tanda vital dan keluaran urin adalah wajib, transfusi (jika perlu) harus diberikan secara perlahan dan dalam volume rendah, dan diuretik dapat diberikan untuk mempertahankan keluaran urin. Pemantauan di unit perawatan intensif (ICU) mungkin diperlukan. Sebelum memulai hidrasi IV, bentuk-bentuk cedera ginjal akut yang reversibel (misalnya, obstruksi saluran kemih) harus diperbaiki.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Davidson MB, Thakkar S, Hix JK, Bhandarkar MD, Wong A, Schreiber MJ (April 2004). "Pathophysiology, clinical consequences, and treatment of tumor lysis syndrome". Am. J. Med. 116 (8): 546–54. doi:10.1016/j.amjmed.2003.09.045. PMID 15063817.
- ^ Cheuk, Daniel Kl; Chiang, Alan Ks; Chan, Godfrey Cf; Ha, Shau Yin (8 March 2017). "Urate oxidase for the prevention and treatment of tumour lysis syndrome in children with cancer". The Cochrane Database of Systematic Reviews. 3: CD006945. doi:10.1002/14651858.CD006945.pub4. ISSN 1469-493X. PMC 6464610 . PMID 28272834.
- ^ a b c Niederhuber, John E.; Armitage, James O.; Doroshow, James H.; Kastan, Michael B.; Tepper, Joel E. (2014). Aebeloff's Clinical Oncology, Fifth Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. ISBN 978-1-4557-2865-7.
- ^ a b Coiffier, Bertrand; Riouffol, Catherine (2007-02-01). "Management of tumor lysis syndrome in adults". Expert Review of Anticancer Therapy. 7 (2): 233–239. doi:10.1586/14737140.7.2.233. ISSN 1473-7140. PMID 17288532.
- ^ Weeks, A. C.; Kimple, M. E. (26 August 2015). "Spontaneous Tumor Lysis Syndrome: A Case Report and Critical Evaluation of Current Diagnostic Criteria and Optimal Treatment Regimens". Journal of Investigative Medicine High Impact Case Reports. 3 (3): 232470961560319. doi:10.1177/2324709615603199. PMC 4748506 . PMID 26904699.
- ^ d'Alessandro, V.; Greco, A.; Clemente, C.; Sperandeo, M.; De Cata, A.; Di Micco, C.; Maiello, E.; Vendemiale, G. (2010). "Severe spontaneous acute tumor lysis syndrome and hypoglycemia in patient with germ cell tumor". Tumori. 96 (6): 1040–1043. doi:10.1177/548.6530. PMID 21388073.
- ^ Howard, Scott C.; Trifilio, Steven; Gregory, Tara K.; Baxter, Nadine; McBride, Ali (2016-03). "Tumor lysis syndrome in the era of novel and targeted agents in patients with hematologic malignancies: a systematic review". Annals of Hematology (dalam bahasa Inggris). 95 (4): 563–573. doi:10.1007/s00277-015-2585-7. ISSN 0939-5555.
- ^ Roeker, Lindsey E.; Fox, Christopher P.; Eyre, Toby A.; Brander, Danielle M.; Allan, John N.; Schuster, Stephen J.; Nabhan, Chadi; Hill, Brian T.; Shah, Nirav N. (2019-07-15). "Tumor Lysis, Adverse Events, and Dose Adjustments in 297 Venetoclax-Treated CLL Patients in Routine Clinical Practice". Clinical Cancer Research (dalam bahasa Inggris). 25 (14): 4264–4270. doi:10.1158/1078-0432.CCR-19-0361. ISSN 1078-0432.