Lompat ke isi

Sintua

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sintua (disingkat "St") adalah sebutan untuk seseorang yang diangkat menjadi penatua di suatu denominasi gereja (terutama gereja Lutheran) seperti HKBP, HKI, GKPI, GKPS, GKPA, GKPPD. Khusus di kalangan masyarakat Batak untuk (aliran Calvinis) gereja Batak Karo (GBKP) Sintua disebut Pertua. Sintua/Pertua diambil dari serapan kata bahasa Yunani Presbiteros (orang yang dituakan) yang dipakai pada teks Alkitab kuno dalam bahasa Yunani. Sintua bersama-sama Diaken (Diakon)/Syamas melayani di gereja dengan sedikit perbedaan tugas pelayanan sebagai penilik jemaat. Diaken dari serapan kata Diakonos (Pelayan/Pelayan meja). Di dalam Alkitab (Bible) kata Pertua/Diaken terdapat pada 1 Timotius 3 : 1–7.

Seorang Sintua dalam gereja harus mampu melayani anggota jemaat gereja dan menjadi panutan. Ia diberi hak untuk memberitakan injil seperti seorang pendeta, akan tetapi dia harus berkumpul dan bermusyawarah dengan sintua lain dalam suatu sesi yang disebut sermon, di mana dibahas tentang apa yang akan dikhotbahkannya dalam suatu kebaktian di gereja.

Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS)

[sunting | sunting sumber]

Peranan dan kedudukan Sintua dalam satu organisasi gereja berbeda dengan yang lain. Dalam struktur organisasi GKPS, seorang jemaat baru bisa diangkat menjadi Sintua setelah dipilih oleh Sidang Jemaat.[1] Seseorang dapat dicalonkan menjadi Sintua jika ia telah menjabat sebagai Syamas minimal selama 5 tahun dan berumur maksimal 60 tahun.[2] Setelah diangkat, seorang Sintua dapat ditahbiskan jika tidak ada yang berkeberatan. Rencana pentahbisan akan diumumkan kepada seluruh anggota jemaat 2 pekan sebelumnya. Seorang Sintua yang telah diangkat selama minimal 2 tahun sudah dapat ditahbiskan jika dia bersedia. Jika tidak, maksimal 5 tahun setelah pengangkatan dia sudah harus ditahbiskan.[3]

Suatu jemaat menentukan jumlah Sintua dan Syamas yang ada menurut jumlah anggota jemaat yang dilayaninya. Karenanya pemilihan Sintua umumnya dapat diadakan jika telah terjadi pertumbuhan jumlah jemaat, restrukturisasi jemaat, atau karena berkurangnya jumlah sintua.

Seorang Sintua yang belum ditahbiskan berhenti menjadi Sintua jika keluar dari Gereja di mana ia terpilih. Pengecualian terjadi di saat anggota jemaat Gereja tersebut masih menerima yang bersangkutan untuk melayani.[4] Seorang Sintua hanya dapat diberhentikan dengan ketetapan Majelis Jemaat setelah mendapat persetujuan dari Pengurus Resort.[5]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ PRT GKPS Bab III, Pasal 16, ayat 1.
  2. ^ PRT GKPS Bab III, Pasal 16, ayat 2.
  3. ^ PRT GKPS Bab III, Pasal 16, ayat 3 dan 4.
  4. ^ PRT GKPS Bab III, Pasal 19, ayat 2.
  5. ^ PRT GKPS Bab III, Pasal 19, ayat 5.