Lompat ke isi

Story:Gunung Slamet

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Gunung Slamet
Gunung Slamet (Jawa: ꦒꦸꦤꦸꦁꦱ꧀ꦭꦩꦼꦠ꧀, translit. gunung slamet) adalah sebuah gunung berapi kerucut tipe A yang berada di Jawa Tengah, Indonesia, dan merupakan gunung tunggal yang terpisah dari pegunungan. Gunung Slamet memiliki ketinggian 3.432 mdpl dan terletak di antara 5 kabupaten, yaitu Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Tegal dan Kabupaten Brebes. Gunung Slamet merupakan gunung dengan suhu rata-rata paling dingin di pulau Jawa serta salah satu daerah dengan curah hujan tahunan paling tinggi di Indonesia yaitu 8.134,00 milimeter (mm) per tahun.
Gunung Slamet adalah gunung tertinggi di Jawa Tengah dan gunung tertinggi kedua di pulau Jawa, setelah gunung Semeru. Gunung Slamet juga merupakan salah satu "gunung tunggal" terbesar atau terluas di Indonesia seperti halnya Gunung Tambora di Nusa Tenggara Barat, karena memiliki diameter tunggal gunung (tidak ada gunung lain dalam area tersebut) terluas di Indonesia dengan luas vegetasi sekitar 312 km² (31.200 ha) dan luas total area gunung mencapai 560 km² (56.000 ha), area nya tercakup dalam 5 (lima) Kabupaten. Gunung ini cukup populer sebagai tujuan pendakian meskipun medannya dikenal sulit dan dikenal memiliki suhu yang sangat dingin serta basah. Kawah IV merupakan kawah terakhir yang masih aktif sampai sekarang, dan terakhir aktif hingga pada level siaga medio-2009. Di kaki gunung ini terletak kawasan wisata Baturraden yang menjadi tujuan wisata di Kabupaten Banyumas, dengan jarak sekitar 15 km dari Kota Purwokerto. Selain itu terdapat wisata alam berupa pemandian air panas Guci y
Batholith
Sebagaimana gunung api lainnya di Pulau Jawa, Gunung Slamet terbentuk akibat subduksi Lempeng Indo-Australia pada Lempeng Eurasia di selatan Pulau Jawa. Retakan pada lempeng membuka jalur lava ke permukaan. Catatan letusan diketahui sejak abad ke-19. Gunung ini aktif dan sering mengalami erupsi skala kecil. Aktivitas terakhir adalah pada bulan Mei 2009 dan sampai Juni masih terus mengeluarkan lava pijar. Sebelumnya ia tercatat meletus pada tahun 1999. Maret 2014 Gunung Slamet menunjukkan aktifitas dan statusnya menjadi Waspada. Berdasarkan data PVMBG, aktivitas vukanik Gunung Slamet masih fluktuatif. Setelah sempat terjadi gempa letusan hingga 171 kali pada Jumat 14 Maret 2014 dari pukul 00.00-12.00 WIB, pada durasi waktu yang sama, tercatat sebanyak 57 kali gempa letusan. Tercatat pula 51 kali embusan. Pemantauan visual, embusan asap putih tebal masih keluar dari kawah gunung ke arah timur hingga setinggi 1 km.
wowo_s
Pada bulan Agustus 1838. Junghuhn, Fritze, Holle dan Borst memulai perjalanan dari Moga untuk mendaki Slamet dari lereng sebelah utara. Pada ketinggian sekitar 4000 kaki membangun gubuk untuk bermalam dan meninggalkan kuda untuk selanjutnya meneruskan mendaki dengan berjalan kaki. Dr. Holle menemukan bagian kerangka badak di daerah berpasir di sebelah kawah, dan tulang manusia juga ditemukan. Udara malam yang sangat dingin suhu minimum tidak turun di bawah 42" Fahrenheit, tetapi karena angin timur yang kuat. Namun, sekembalinya keesokan paginya menemukan embun beku pada tanaman 3000 hingga 4000 kaki di bawah puncak. Berbekal peralatan geodesi dan meteorologi yang akurat (seperti pada tahun 1838), Junghuhn bersama beberapa orang Jawa, mendaki gunung untuk kedua kalinya, pada 19 Juni 1847. Memulai pukul 7 dari Priatin, di sisi timur-utara G. Slamat, dan melintasi dataran tinggi yang sebagian besar dibudidayakan pada ketinggian sekitar 4000 kaki. Seperti yang diuraikan dalam bukunya Java,
Tulus Priyatno
Gunung Slamet memiliki cerita legenda yang turun temurun. Nama slamet diambil dari bahasa Jawa yang artinya selamat. Nama ini diberikan karena dipercaya gunung ini tidak pernah meletus besar dan memberi rasa aman bagi warga sekitar. Menurut kepercayaan warga sekitar, bila Gunung Slamet sampai meletus besar maka Pulau Jawa akan terbelah menjadi dua bagian. Walaupun demikian gunung slamet pernah beberapa kali aktif dan membuat fenomena menarik.
Franz Wilhelm Junghuhn