Suar molekuler
Suar molekuler adalah oligonukleotida berbentuk tangkai melingkar yang dilabel dengan fluorophore dan quencher.[1] Saat tidak ada gen target, tangkai akan menyatukan fluorophore dan quencher sehingga menghambat produksi sinyal fluoresensi.[2] Saat probe suar molekuler berhibridisasi dengan sekuens gen target spesifik, tangkainya akan terpisah sehingga sinyal fluoresensi dapat dihasilkan oleh fluorophore.[2] Ikatan antara suar molekuler dan sekuens gen target bersifat sangat spesifik, dan hanya sekuens yang berpasangan sempurna dapat berhibridisasi dengan suar molekuler.[3]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Suar molekuler dikembangkan pertama kali oleh Tyagi dan Kramer pada Public Health Research Institute, New York.[4]
Struktur
[sunting | sunting sumber]Terdiri dari empat bagian yaitu fluorophore, quencher, sekuens probe, dan sekuens tangkai[4]
Aplikasi
[sunting | sunting sumber]Pengembangan pendekatan baru untuk mendeteksi sel kanker adalah hal penting dalam memberikan penanganan dini bagi penderita kanker.[5] Ekspresi gen yang abnormal merupakan ciri dari sel kanker.[5] Maka diperlukan senyawa yang dapat mengenali gen abnormal tersebut sehingga dapat diketahui keberadaan sel kanker.[5] Suar molekuler dapat digunakan untuk mengukur kuantitas mRNA.[5] Sangat penting untuk mengetahui kuantitas ekspresi gen karena banyak penanda atau marker dari sel kanker tidak bersifat unik dan juga ditemukan pada sel normal.[5] Sehingga cara untuk membedakan suatu sel normal atau tidak adalah dengan mengukur jumlah ekspresi gen.[5] Pada penelitian ini digunakan dua tipe suar molekuler untuk mendeteksi penanda ekspresi gen sel tumor, yaitu gen survivin dan cyclin D1 pada sel kanker payudara manusia.[5] Suar molekuler kontrol digunakan untuk mendeteksi gen gliseraldehida-3-fosfat dehidrogenase manusia.[5] Setelah suar molekuler dicampur dengan beragam DNA target, maka akan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 60 menit.[5] Lalu intensitas fluoresensi diukur dengan fluorescence microplate reader.[5]
Total RNA yang telah diisolasi akan diamplifikasi dengan metode RT-PCR (Real Time-Polymerase Chain Reaction) menggunakan enzim reverse transcriptase, sehingga didapatkan cDNA.[5] Primer yang digunakan adalah primer forward dan reverse untuk setiap gen yang ingin didapatkan.[5] Deteksi dari mRNA penanda tumor yang berbeda dapat diketahui secara bersamaan dengan pelabelan fluorophore yang berbeda jenis, pada suar molekuler survivin dilabel dengan fluorophore hijau, dan pada cyclin D1 dilabel dengan fluorophore merah.[5] Pewarna untuk fluorophore hijau adalah FITC, sedangkan pewarna fluorophore merah adalah Texas Red.[5] Quencher yang digunakan adalah dabcyl.[5] Untuk kontrol digunakan suar molekuler untuk mendeteksi ekspresi gen GAPDH.[5] Pada sel kelenjar susu yang normal, sinyal fluoresensi untuk kedua gen tersebut sangat rendah, sehingga probe untuk kedua gen ini dapat menjadi indikator dari keberadaan sel kanker payudara.[5] Hasil dari ekspresi sinyal fluoresensi berkorelasi dengan ekspresi gen survivin dan cyclin D1.[5]
Suar molekuler juga dapat mendeteksi ekspresi gen di jaringan kanker payudara yang dibekukan secara in situ.[5] Artinya suar molekuler dapat digunakan untuk deteksi dini secara simpel dan cepat.[5] Suar molekuler survivin ini juga dapat digunakan sebagai pemantauan real time untuk jumlah ekspresi gen survivin.[5] Saat sel diinduksi oleh senyawa EGF atau docetaxel, maka ekspresi gen survivin akan meningkat.[5] Ekspresi gen survivin akan menurun saat ditekan oleh suppressor yaitu p53.[5] Suar molekuler dapat mendeteksi perubahan ini dan intensitas fluoresensinya akan berubah sesuai peningkatan atau penurunan ekspresi gen.[5] Metode deteksi ini dikonfirmasi dengan western blot untuk ekspresi protein survivin dan menunjukkan hasil yang sesuai dengan metode kuantifikasi suar molekuler.[5]
Namun yang perlu menjadi perhatian khusus adalah pada transportasi suar molekuler yang tidak termodifikasi, dapat terjadi digesti oleh nuklease dari sel, atau interaksi nonspesifik antara suar molekuler, dan tangkai (stem) dari probe ini juga dapat terbuka oleh protein seluler, sehingga marker fluoresensinya bersifat nonspesifik.[5] Akan tetapi, pada penelitian ini ditemukan hasil yang menunjukkan bahwa intensitas fluoresensi tetap mampu menunjukkan perbedaan antara ekspresi gen sel kanker dan sel normal.[5] Aplikasi lainnya adalah deteksi polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) dan identifikasi serta diskriminasi alel.[6]
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- ^ Cheng L, Zhang DY. 2008. Molecular Genetic Pathology. Totowa: Humana.
- ^ a b Espinosa HD, Bao G. 2013. Nano and Cell Mechanics: Fundamentals and Frontiers. West Sussex: John Wiley & Sons.
- ^ Liu D. 2010. Molecular Detection of Foodborne Pathogens. Boca Raton: Taylor & Francis.
- ^ a b Goel G, Kumar A, Puniya AK, Chen W, Singh K. 2005. Molecular beacon: a multitask probe. J Appl Microbiol 99: 435 – 442.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa Peng XH, Cao ZH, Xia JT, Carlson GW, Lewis MM, Wood WC, Yang L. 2005. Real-time Detection of Gene Expression in Cancer Cells Using Molecular Beacon Imaging: New Strategies for Cancer Research. Cancer Res 65: 1909 – 1917.
- ^ Tapp I, Malmberg L, Rennel E, Wik M, Syvänen AC. 2000. Homogeneous scoring of single-nucleotide polymorphisms: comparison of the 5'-nuclease TaqMan assay and Molecular Beacon probes. Biotechniques 28 (4): 732–8.