Suku Sambia
Jumlah populasi | |
---|---|
Punah abad ke-17/18 | |
Daerah dengan populasi signifikan | |
Bahasa | |
Bahasa Prusia Lama, belakangan ditambah bahasa Jerman | |
Agama | |
Mitologi Prusia (Paganisme) | |
Kelompok etnik terkait | |
Orang-orang Prusia Lama dan Balt |
Suku Sambia adalah salah satu suku Prusia Lama yang berdiam di Semenanjung Sambia (Samland) di sebelah utara kota Königsberg (kini Kaliningrad). Sambia tinggal di wilayah pesisir yang kaya akan ambar. Maka dari itu, mereka sudah terlebih dahulu berhubungan dengan negara-negara asing sebelum suku-suku Prusia lainnya. Namun, seperti suku-suku Prusia lainnya, mereka ditaklukan oleh Ordo Teutonik dan mengalami proses asimilasi dan jermanisasi paksa, sehingga mereka punah pada abad ke-17.
Sambia merupakan wilayah terkaya dan terpadat di Prusia Lama berkat perdagangan ambar. Di wilayah ini terdapat berbagai macam artifak dari zaman perunggu, termasuk barang-barang impor dari Kekaisaran Romawi. Tidak seperti suku-suku Prusia lainnya, suku Sambia tidak mengkremasi jenazah. Mereka membangun timbunan tanah di atas kuburan dan mengelilinginya dengan lingkaran batu.[1] Nama klan Sambia pertama kali disebutkan pada tahun 1073 oleh Adam dari Bremen yang menyebut mereka "suku yang paling manusiawi". Peperangan dengan Denmark berlangsung dari pertengahan abad ke-9 hingga awal abad ke-13. Sementara itu, hubungan dengan Swedia lebih damai dan kedua belah pihak saling berdagang.[2]
Pada abad ke-13, muncul musuh baru, yaitu Ordo Teutonik. Ordo ini adalah ordo dari Kekaisaran Romawi Suci yang melancarkan Perang Salib Utara. Tujuannya adalah menaklukkan semua orang pagan dan menjadikan mereka Katolik. Penaklukan Sambia selama Perang Salib Prusia ditunda oleh Pemberontakan Prusia Pertama yang pecah pada tahun 1242. Pemberontakan ini berakhir pada tahun 1249 setelah ditandatanganinya Traktat Christburg, tetapi bentrok masih terjadi selama empat tahun berikutnya. Ksatria Ordo Teutonik baru dapat melancarkan kampanye militer besar melawan Sambia pada tahun 1254–1255. Raja Ottokar II dari Bohemia turut serta dalam ekspedisi ini dan nama Kastil Königsberg dipilih oleh para ksatria untuk menghormati sang raja.[2] Suku Sambia memberontak melawan para ksatria selama Pemberontakan Prusia Besar (1260–1274), tetapi juga merupakan suku pertama yang menyerah. Saat klan-klan lain sekali lagi mencoba mengobarkan pemberontakan pada tahun 1276, pemimpin Sambia yang bernama Theodoric berhasil meyakinkan Sambia untuk tidak turut serta; suku Natangia dan Warmia mengikuti jejak Sambia dan pemberontakan tersebut dipadamkan dalam waktu satu tahun.[3] Keuskupan Samland lalu menjadi salah satu dari empat keuskupan di Prusia: keuskupan-keuskupan lainnya adalah Pomesania, Ermland, dan Keuskupan Culm. Pada akhir abad ke-13, hanya 22.000 orang Sambia yang tersisa,[4] tetapi mereka baru menyerah kepada proses jermanisasi belakangan.
Menurut Peter von Dusburg, Sambia terbagi menjadi 15 satuan wilayah. Nama-nama Jermannya (dari timur ke barat) adalah: Germau, Medenau, Rinau, Pobeten, Wargen, Rudau, Laptau, Quedenau, Schaaken, Waldau, Caimen, Tapiau, Labiau, Laukischken, dan Wehlau.[2]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Gimbutas, Marija (1963). The Balts. London: Thames and Hudson. hlm. 112. LCC 63018018.
- ^ a b c Simas Sužiedėlis, ed. (1970–1978). "Semba". Encyclopedia Lituanica. V. Boston, Massachusetts: Juozas Kapočius. hlm. 107–108. LCC 74-114275.
- ^ Urban, William (2000). The Prussian Crusade (edisi ke-2nd). Chicago, Illinois: Lithuanian Research and Studies Center. hlm. 344–345. ISBN 0-929700-28-7.
- ^ Gimbutas, Marija. The Balts, 173.