Sumber daya alam di Indonesia
Sumber daya alam di Indonesia tidak terbatas pada keanekaragaman hayati. Berbagai daerah di Indonesia juga dikenal sebagai penghasil berbagai jenis bahan tambang, seperti petroleum, timah, gas alam, nikel, tembaga, bauksit, timah, batu bara, emas, dan perak.[1] Di samping itu, Indonesia juga memiliki tanah yang subur dan baik digunakan untuk berbagai jenis tanaman.[1] Wilayah perairan yang mencapai 7,9 juta km2 juga menyediakan potensi alam yang sangat besar.[2]
Keanekaragaman hayati
[sunting | sunting sumber]Indonesia merupakan negara dengan tingkat biodiversitas tertinggi kedua di dunia setelah Brasil.[3] Fakta tersebut menunjukkan tingginya keanekaragaman sumber daya alam hayati yang dimiliki Indonesia dan hal ini, berdasarkan Protokol Nagoya, akan menjadi tulang punggung perkembangan ekonomi yang berkelanjutan.[3] Protokol Nagoya sendiri merumuskan tentang pemberian akses dan pembagian keuntungan secara adil dan merata antara pihak pengelola dengan negara pemilik sumber daya alam hayati, serta memuat penjelasan mengenai mekanisme pemanfaatan kekayaan sumber daya alam tersebut.[4][5] Kekayaan alam di Indonesia yang melimpah terbentuk oleh beberapa faktor, antara lain:
- Dilihat dari sisi astronomi, Indonesia terletak pada daerah tropis yang memiliki curah hujan yang tinggi sehingga banyak jenis tumbuhan yang dapat hidup dan tumbuh dengan cepat.[6]
- Dilihat dari sisi geologi, Indonesia terletak pada titik pergerakan lempeng tektonik sehingga banyak terbentuk pegunungan yang kaya akan mineral.[6]
- Daerah perairan di Indonesia kaya sumber makanan bagi berbagai jenis tanaman dan hewan laut, serta mengandung juga berbagai jenis sumber mineral.[6]
Tingginya tingkat biodiversitas Indonesia ditunjukkan dengan adanya 10% dari tanaman berbunga yang dikenal di dunia dapat ditemukan di Indonesia, 12% dari mamalia, 16% dari hewan reptil, 17% dari burung, 18% dari jenis terumbu karang, dan 25% dari hewan laut.[2] Di bidang agrikultur, Indonesia juga terkenal atas kekayaan tanaman perkebunannya, seperti biji coklat, karet, kelapa sawit, cengkeh, dan bahkan kayu yang banyak diantaranya menempati urutan atas dari segi produksinya di dunia.[2][7]
Potensi alam
[sunting | sunting sumber]Pertanian dan perkebunan
[sunting | sunting sumber]Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduk Indonesia mempunyai pencaharian di bidang pertanian atau bercocok tanam.[8] Data statistik pada tahun 2001 menunjukkan bahwa 45% penduduk Indonesia bekerja di bidang agrikultur.[9] Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa negara ini memiliki lahan seluas lebih dari 31 juta ha yang telah siap tanam, dimana sebagian besarnya dapat ditemukan di Pulau Jawa.[9] Pertanian di Indonesia menghasilkan berbagai macam tumbuhan komoditas ekspor, antara lain padi, jagung, kedelai, sayur-sayuran, cabai, ubi, dan singkong.[9]Di samping itu, Indonesia juga dikenal dengan hasil perkebunannya, antara lain karet (bahan baku ban), kelapa sawit (bahan baku minyak goreng), tembakau (bahan baku obat dan rokok), kapas (bahan baku tekstil), kopi (bahan minuman), dan tebu (bahan baku gula pasir).[9]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Index Mundi. 2011. Indonesian Natural Resources. Diakses pada 8 Agustus 2011.
- ^ a b c World Expo 2010 Shanghai China. 2010. Diversity of its Natural Resources Diarsipkan 2011-10-25 di Wayback Machine.. Di akses pada 8 Agustus 2011.
- ^ a b Hitipeuw J. 2011. Indonesia, The World's Second Mega Biodiversity Country. Dikutip dari Kompas, 16 Mei 2011.
- ^ Dongan. 2010. Selamat Datang Protokol Nagoya. Diakses pada 8 Agustus 2011.
- ^ CBD. About the Nagoya Protocol. Diakses pada 8 Agustus 2011.
- ^ a b c Kadek. 2008. Natural resources in Indonesia Diarsipkan 2010-12-22 di Wayback Machine.. Diakses pada 8 Agustus 2011.
- ^ Sohibi. 2007. 10 Rekor kekayaan alam Indonesia Diarsipkan 2011-08-23 di Wayback Machine.. Diakses pada 8 Agustus 2011.
- ^ Nugraha P. 2011. Presiden PKS Mulai Dekati Petani. Dikutip dari harian Kompas, 23 April 2011.
- ^ a b c d Encyclopedia of the Nations. 2011. Indonesia - Agriculture. Diakses pada 9 Agustus 2011.