Syekh Hasan Abdel Bar
Mohammad Hasan Abdel Bar |
---|
Syekh Hasan Abdel bar atau K.H. Moh Hasan Abdel Bar Selengkapnya Sayyidi asy-Syarif Mohammad Hasan Abdel Bar bin Hasan Saifourridzal bin Mohammad Hasan Genggong lebih dikenal dengan sebutan Nun Bang merupakan keturunan dari seorang syekh Mursyid di Tarekat Naqsyabandiyah Ali Ba'Alawiyah. Sang Kakek adalah Mujaddid dan Syekh Naqshabandi terkemuka dari Indonesia, Syekh Hasan Genggong. Ia dilatih dalam semua perintah tasawuf dan diberi izin untuk memulai dan melatih pengikut dalam Tarekat Naqsyabandiyah Ali Ba 'Alawiyah (bahasa Arab: آل باعلوي طريقة نقشبندية , translit. Naqshbandīyah Ali Ba'Alawiyya).[1] Di masyarakat santri, Ikhwan Tarekat Naqsyabandiyah, Syekh Hasan Abdel Bar juga dikenal sebagai Waliyullah.[2] Seperti cerita Wali Songo, banyak cerita kelebihan di luar akal atau karamah Syekh Hasan Abdel Bar terkisah dari lisan ke lisan, terutama di lingkungan masyarakat Probolinggo Jawa Timur, dengan Salah satu tanda keajaibannya adalah karomah yang mahsyur, memiliki kistimewaan mendapatkan kabar dari malaikat maut (Izrail) apabila ada orang yang hendak dicabut nyawa.
Mempelajari Tarekat
[sunting | sunting sumber]Menurut penuturan dari ikhwan senior, Syekh Hasan Abdel Bar mulai aktif berthoriqoh sekitar tahun 1998 m. Saat itu beliau terpanggil untuk mengikuti jejak kakeknya Syekh Hasan Genggong yang memegang erat 4 pilar dalam islam yakni syariat, thoriqoh, hakikat dan makrifat. Maka Dengan segala upaya itu kemudian Ia mencari murid yang telah belajar langsung kepada Syekh Hasan Genhhong dalam ilmu thoriqoh. Dalam pencarian itu, di saat beliau tidur, tiba-tiba Syekh Hasan Genggong datang menepuk-nepuk paha beliau seraya berkata, Jegeh-jegeh duliyen been baiat thorriqoh entar ka bucor. Demi menuruti perintah sang kakek, Beliau pun segera berangkat meski belum tahu persis harus pergi ke siapa. Setelah melalui pencarian yang cukup melelahkan, akhirnya Allah mempertemukan beliau dengan apa yang beliau cari. Awalnya beliau mendatangi KH. Sufyan Miftahul Arifin Seletreng Situbondo yang merupakan santri senior Pesantren Zainul Hasan Genggong sekaligus murid dalam tarekat Naqsyabandiyah Ali Ba'alawi dibawah bimbingan Syekh Hasan Genggong. Sesampainya di kediaman Kiai Sufyan beliau mengutarakan maksudnya untuk berbai’at. Namun Kiai Sufyan tidak bersedia seraya mengatakan bahwa di daerah pakuniran ada seorang Mursyid putra dari Mursyid sebelumnya. Dalam kegelisahan tersebut, beliau juga sowan ke maqbaroh Nun Abdul Jalil memohon petunjuk kepada Allah agar diberi kemudahan. Akhirnya, beliau mendapat isyarah dari Nun Abdul Jalil. Sebagaimana cerita yang pernah beliau sampaikan bahwa Nun Abdul Jalil hadir di kediaman beliau bersama para Mursyid dari Syekh Tuki al-Butjuri, Kiai Hasan Sepuh hingga Syekh Bahauddin An-naqsabandiyah bahkan Rasulullah Saw. Kehadiran beliau-beliau memberi isyaroh kepada Syekh Hasan Abdel Bar seraya memberikan catatan urutan kemursyidan Thoriqoh Naqsabandiyah Ali Ba’alawi Setelah mendapatkan titik terang, kemudian beliau mendatangi seorang Kiai tersembunyi di daerah Bucor Wetan Pakuniran Probolinggo. Namanya Syekh Ahmad bin Syekh Tuki al-Butjuri. Seorang ulama khumul yang tidak terpesona dengan kepopuleran. Bak mutiara yang terpendam beliau memilih untuk bersembunyi di kawasan lereng bukit kertonegoro Pakuniran. Sesampainya di kediaman Kiai Ahmad, ternyata beliau memang menunggu kedatangan KH. Moh. Hasan Abdil Bar. Singkat cerita Kiai Abdil Bar lalu berbaiat thoriqoh ke Kiai Ahmad dan mengamalkannya dengan istiqomah dan bersungguh-sungguh.
Menerima Kemursyidan
[sunting | sunting sumber]Dalam perjalanannya sebagai seorang salik, beliau juga sering didatangi Nun Abdul Jalil secara yaqodzoh (terjaga, bukan mimpi) mendapat instruksi secara "ruhani" oleh Non Abdul Jalil (yang telah meninggal secara jasmani) dan memberikan bimbingan bagaimana cara berdzikir thoriqoh yang benar. Hingga akhirnya tiga tahun sebelum kiai ahmad wafat, Seraya memohon maaf, Kiai Ahmad menyerahkan kemursyidan beliau dalam Thoriqoh Naqsabandiyah Ali Ba’alawi kepada KH. Moh. Hasan Abdel Bar dan mengajarinya bagaimana cara membaiat. "Saya sebenarnya hanya ingin berthoriqoh saja, saya tidak pernah ingin jadi mursyid. Sebab saya tidak pantas untuk itu." Tutur Kyai Moh Hasan Abdel Bar kepada salah seorang muridnya. Jadilah urutan kemursyidan Thoriqoh Naqsabandiyah Ali Ba’alawi sebagai berikut: Syaikhuna al-arif Billah Syekh Hasan Jazuli al-Manduri Syaikhuna al-arif Billah KH. Moh. Hasan Sepuh Genggong Syekh Tuki al-Butjuri Syekh Ahmad bin Tuki al-Butjuri Murobbi Ruhina KH. Moh .Hasan Abdil Bar bin KH. Hasan Saifuridzal
Tarekat Naqsyabandiyah Ali Ba'alawiyah
[sunting | sunting sumber]Thariqah Naqsyabandiyah Ali Ba 'Alawiyah atau Tarekat Naqsyabandiyah Ali Ba 'Alawi[1] adalah cabang dari tarekat Naqsyabandiyah yaitu perpaduan dari dua buah tharekat besar, penyatuan dua sanad tarekat, yaitu Thariqah Naqsyabandiyah dan Thariqah Ali Ba 'Alawiyah yang didirikan oleh Syekh Hasan Genggong di Genggong (kompleks). Keberadaan tarekat ini berpusat di Pesantren Zainul Hasan Genggong, Probolinggo, Indonesia Dan termasuk tarekat yang mu'tabarah (diakui keabsahannya).[3]
Syekh Hasan Abdel Bar q.s merupakan Syekh Mursyid atau Kholifah penerus Syekh Hasan Genggong q.s dalam thoriqoh Naqsyabandiyah Ali Ba'alawiyah melalui jalur Syekh Ahmad bin Tuqi al-Butjuri, dari Syekh Tuqi al-Bujuri, yang ajarannya didapat dari Syeikh Hasan Genggong Qs., yang ujungnya berasal dari Khalifah Abu Bakar diperoleh dari Nabi Muhammad. Sedangkan Tarekat Ali Ba'Alawiyah atau Tarekat Bani Alawi adalah sebuah metode, sistem atau cara tertentu yang digunakan oleh Bani Alawi dalam perjalanannya menuju Allah SWT. Dan Tarekat Alawi ini mereka warisi dari leluhurnya yang tiada lain adalah anak cucu Nabi Muhammad SAW.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b https://www.pzhgenggong.or.id/1077/pengajian-thoriqoh-naqsabandiyah-mengajak-para-ikhwan-meningkatkan-kualitas-ibadah.html
- ^ https://newssatu.com/probolinggo/innalillahi-wa-innailaihi-rojiun-kh-moh-hasan-abdel-bar-ponpes-zaha-genggong-probolinggo-wafat/
- ^ http://www.nu.or.id/post/read/55506/habib-luthfi-tarekat-samaniyah-tidak-sesat