Lompat ke isi

Tabuah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Tabuah adalah alat bunyi tradisional yang berasal dari Minangkabau, Sumatra Barat, yang berfungsi sebagai alat komunikasi masyarakat setempat. Alat ini berbentuk seperti gendang, tetapi lebih panjang, dan mirip dengan bedug yang digunakan di berbagai daerah di Indonesia. Tabuah telah digunakan sejak ribuan tahun lalu, terutama di surau dan masjid untuk menandakan waktu salat serta sebagai alarm untuk peristiwa genting.[1] Meski alat pengeras suara modern telah menggantikan peran tabuah, beberapa surau dan masjid tua di Minangkabau masih mempertahankan alat tradisional ini. Tabuah ini tetap diletakkan di tempat-tempat tertentu, seperti halaman masjid, dan terus dilestarikan sebagai bagian dari warisan budaya Minangkabau.

Pembuatan

[sunting | sunting sumber]

Tabuah dibuat dari batang pohon utuh yang dilubangi dan dibentuk seperti tabung. Ujung batang pohon kemudian ditutup dengan kulit binatang, biasanya sapi, yang diikat dengan tali untuk menghasilkan suara yang keras. Suara tabuah dipengaruhi oleh ukuran batang pohon dan kualitas kulit yang digunakan. Tabuah biasanya diletakkan di tempat terlindung yang disebut rumah tabuah, untuk melindunginya dari cuaca buruk.[butuh rujukan]

Fungsi utama tabuah adalah sebagai penanda waktu salat. Sebelum ada pengeras suara, suara tabuah digunakan untuk mengingatkan umat Islam akan waktu salat. Selain itu, tabuah juga digunakan untuk memberi peringatan atau sebagai alarm dalam situasi darurat, seperti kejadian pencurian.[2] Pada masa kolonial Belanda, tabuah sering dibunyikan saat terjadi peristiwa penting, seperti perlawanan terhadap penjajah.

Tabuah larangan

[sunting | sunting sumber]

Selain di surau dan masjid, tabuah juga ditemukan di istana Minangkabau, yang dikenal dengan nama tabuah larangan. Tabuah ini hanya boleh dipukul oleh raja atau orang tertentu, dan memiliki fungsi khusus, seperti memberi tanda adanya perayaan atau kabar duka. Misalnya, di Istano Silinduang Bulan terdapat dua tabuah larangan, yaitu tabuah mambang di awan (menandakan kabar baik) dan tabuah gagah di bumi (menandakan bencana atau kematian).[butuh rujukan]

Tabuah dalam perang

[sunting | sunting sumber]

Tabuah juga memiliki peran penting dalam sejarah perlawanan masyarakat Minangkabau terhadap penjajahan. Pada Perang Kamang[2] tahun 1908, suara tabuah digunakan sebagai tanda perlawanan terhadap pasukan Belanda. Bunyi tabuah yang bersahut-sahutan menandakan kesiapsiagaan pasukan pejuang Minangkabau yang siap melawan pasukan penjajah.[butuh rujukan]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ admin. "Tabuah Larangan Di Komplek Museum Istana Pagaruyung". BAKABA | Bangun Karakter Bangsa. Diakses tanggal 2024-12-08. 
  2. ^ a b Denas, Rahmat Irfan (2022-11-04). "Tabuah di Minangkabau, Dari Penanda Waktu Salat Hingga Perang". Suluah.com. Diakses tanggal 2024-12-08.