Talasa
Talasa | |||||
---|---|---|---|---|---|
Mokole Bangke Poso | |||||
Berkuasa | 1917–1947 | ||||
Pendahulu | Tadale | ||||
Penerus | Wongko Lemba Talasa | ||||
Kelahiran | ca 1880s | ||||
Kematian | 1947 (umur 66–67) | ||||
|
Nduwa atau Talasa Tua (lahir ca 1880-an - meninggal 1947 (umur 66–67)), adalah Raja Kerajaan Poso sejak tahun 1917 hingga 1948. Sebelumnya, dia merupakan Kepala Distrik Lage menggantikan Papa i Melempo yang wafat.[1] Dalam proses penyebaran agama Kristen di Poso, dia bersahabat baik dengan misionaris asal Belanda yang bertugas di sana, Albertus Christiaan Kruyt dan ahli bahasa Nicolaas Adriani. Meski demikian, dia tidak menganut agama Kristen dan tetap menganut kepercayaan leluhur Pamona, Lamoa, sampai akhir hayatnya. Ia terkenal karena keterbukaannya terhadap suku-suku pendatang yang menetap di Poso, sepanjang mereka saling menghormati dan juga menghormati kearifan lokal di Poso.[2]
Etimologi
[sunting | sunting sumber]Talasa dilahirkan dengan nama Nduwa. Nama Talasa sebenarnya bukan nama asli. Dalam adat yang berlaku di Poso, Ta adalah akronim dari Tama atau paman. Dengan begitu, maka sesungguhnya Ta Lasa berarti panggilan sebagai "pamannya" Lasa. Di kalangan masyarakat Poso, sudah menjadi tradisi bahwa jika seseorang telah dewasa, telah menikah dan memiliki anak, maka sudah tidak diperkenankan untuk dipanggil dengan nama kecilnya (nama asli). Secara otomatis, namanya berubah dan nama anaknya dilekatkan, kemudian ditambah suku kata Ta di bagian awal. Saat penelusuran yang dilakukan untuk mengetahui dari mana asal nama Talasa, kerabat dekat dan keluarganya dari rumpun keluarga Tadjongga, Ule, Tabalu, Kaumba, Banumbu, Danda, dan Melempo, tidak ada orang yang bernama Lasa.
Meski demikian, ada satu informasi yang diperoleh Kruyt dan Adriani dari Tama Meli, sahabat kecil Talasa. Menurutnya, Lasa adalah nama dari seekor anjing kesayangan Talasa. Ketika ia murka dan membunuh istri pertamanya, anjing tersebut juga turut dibunuh. Sebagai bukti, kuburan berbentuk timbunan batu dari isteri Talasa dan Lasa, masih bisa ditemukan di puncak Gunung Lebanu, Desa Watuawu. Karena saat peristiwa ini terjadi ia belum memiliki anak, maka nama Tama i Lasa atau Ta Lasa diberikan kepadanya. Setelah ditelusuri lebih jauh, nama asli Talasa adalah Nduwa. Selain itu, Talasa juga masih memiliki beberapa nama julukan, seperti Ta Langkai Motopi (Dia yang selalu memakai sarung), Ta Wo'o Manu (Dia yang senang memakan kepala ayam), dan Ta Tali Welo (Dia yang memakai ikat kepala merah) karena pada saat itu, hanya Talasa yang boleh menggunakan siga (ikat kepala) berwarna merah.
Kehidupan awal
[sunting | sunting sumber]Talasa merupakan keponakan dari Papa i Melempo.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Kruyt 1913, hlm. 5.
- ^ Primasatya 2015, hlm. 7.
Sumber
[sunting | sunting sumber]- Adriani, Nicolaus; Kruyt, Albertus Christiaan (1912). De Bare'e-sprekende Toradja's van Midden-Celebes (dalam bahasa Belanda). Landsdrukkerij.
- Aizawa, Risa (2014). Rulers, Adat and Religion: The Impact of Dutch Rule on Ideas regarding Religion among the Toraja People. 東洋文庫欧文紀要 / Memoirs of the Research Department of the Toyo Bunko (Laporan). Tōyō Bunko. hlm. 161–178.
- Gobée, Emile (2007). "Colonising Poso: The Diary of Controleur Emile Gobee, June 1909 - May 1910". Working Papers. Diterjemahkan oleh Coté, Joost. Monash University Press. ISBN 9781876924577.
- Kruyt, Albertus Christiaan (1910). Levensschets van Papa i Woente (dalam bahasa Belanda). Zendingsbureau.
- Kruyt, Albertus Christiaan (1913). Ta Lasa, een tegenhanger van Papa i Woente (dalam bahasa Belanda). Boekhandel van den Zendings-studie Raad.
- Kruyt, Albertus Christiaan (2008). Keluar Dari Agama Suku Masuk Ke Agama Kristen [From Animism to Christianity]. BPK Gunung Mulia. ISBN 979-687-337-0.
- Primasatya, Gunawan (2015). "Voices for Peace from Poso" (PDF). Interfaith Forum. Faith Peace. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-01-04. Diakses tanggal 2017-02-08.