The End of October
Pengarang | Lawrence Wright |
---|---|
Negara | Amerika Serikat |
Bahasa | Inggris |
Genre | Fantasi, Thriller |
Penerbit | Knopf Doubleday Publishing Group |
Tanggal terbit | 28 April 2020 |
Halaman | 400 halaman |
The End of October merupakan novel fiksi karya penulis berkebangsaan Amerika Serikat pemenang Penghargaan Pulitzer, Lawrence Wright. Buku ini merupakan karyanya yang kedua belas, menceritakan keadaan dunia yang sedang menghadapi pandemi, terbit pertama kali pada 28 April 2020, bersamaan dengan saat dunia yang sesungguhnya berusaha menangani Pandemi COVID-19.
Latar Belakang
[sunting | sunting sumber]Dalam esainya yang dikirim melalui The New York Times, Wright menjelaskan bahwa buku The End of Octobernya didasari atas penelitiannya yang mendalam tentang pandemi dari masa ke masa, hal yang sama pula ia lakukan sebelum menulis naskah film berjudul The Siege tentang terorisme di Amerika Serikat pada 1998.[1]
Wabah telah merenggut setidaknya 50 juta orang sejak wabah pertama kali yang tercatat dalam sejarah pada abad keenam belas di masa Yustinianus I, dilanjutkan wabah terparah sepanjang sejarah Maut Hitam yang muncul pertama kali di Tiongkok pada 1334, menyebar cepat hingga ke Eropa melalui Jalur Sutra.[1]
Wright juga meneliti adanya tokoh-tokoh berjasa di dunia yang berperan penting dalam pengendalian pandemi dan kemudian ia wujudkan pula dalam ceritanya. Misalnya dokter Edward Jenner di Inggris pada tahun 1796 yang membuka era baru dalam dunia kedokteran berkat percobannya mengendalikan penyakit cacar sapi yang dapat menjangkiti manusia, atau dokter Carlo Urbani yang merupakan orang pertama yang berhasil mengidentifikasi SARS dan memperingatkan WHO serta pemerintah Vietnam akan bahaya pandemi yang bisa dengan cepat menyebar ke seluruh dunia.[1]
Pada 2012, penyakit menakutkan lain, Sindrom Pernapasan Timur Tengah, atau MERS, merebak di Arab Saudi dan kemudian menyebar hingga Korea Selatan. Penyakit ini berasal dari unta tetapi menjadi menular di antara manusia. Seperti SARS dan COVID-19, MERS adalah coronavirus. SARS membunuh sekitar 10 persen dari mereka yang terinfeksi; MERS sekitar 35 persen. Keduanya jauh lebih mematikan daripada Covid-19, tetapi mungkin tidak terlalu menular.[1]
Wright juga mengaku bahwa sebenarnya penulisan buku The End of October telah dimulai sejak tahun 2017, dan rampung setidaknya sejak musim panas pertengahan tahun 2019. Ia juga terkejut tatkala buku ini selesai dan siap edar saat Pandemi COVID-19 benar-benar terjadi, mewabah ke seluruh penjuru dunia, menimbulkan kekacauan tatanan sosial, ekonomi, hingga politik dalam negeri maupun hubungan internasional. Dalam esainya ia menulis "rasanya agak mengerikan, mengimajinasikan sesuatu yang buruk di masa depan, lalu terjadi lebih parah di kehidupan nyata".[1][2][3]
Berbekal penelitian tersebut, ia menjadikan Influenza sebagai karakter utama dalam karyanya. Wright kemudian membayangkan bagaimana bila sebuah wabah baru kembali muncul, di tengah kemajuan dunia yang memudahkan ruang gerak manusia untuk bepergian, bertemu, dan berbelanja, kira-kira seberapa cepat penyakit ini berkembang? Berapa banyak yang akan mati? Apa dampaknya terhadap ekonomi, pemerintah, dan peradaban manusia pada umumnya? Berapa lama untuk mengembangkan vaksin atau menemukan obatnya? Dan apa yang diperlukan untuk melakukannya?[1]
Dalam esainya, Wright juga menerangkan bahwa proses penulisan The End of October persis dengan saat ia menulis skenario film The Siege yang bercerita tentang terorisme di Amerika pada 1998. Kala itu ia juga belajar mengenai pola terorisme yang telah terjadi di berbagai negara lain. Saat dirilis, film The Siege yang dibintangi Denzel Washington, Annette Bening, dan Bruce Willis justru gagal di pasaran, namun tiga tahun kemudian, terorisme yang ia gambarkan justru benar-benar terjadi tiga tahun kemudian saat tragedi Serangan 11 September pada 2001, ia menulis "sekarang, sembari membaca koran dan menonton berita, saya merasakan sensasi yang sama ketika melihat kembali adegan-adegan yang pernah saya tulis".[2][1]
Alur Cerita
[sunting | sunting sumber]Ahli mikrobiologi WHO, Henry Parsons sedang mengunjungi kamp komunitas gay di Indonesia, ia pergi dengan tujuan menyelidiki sejenis demam baru tak dikenal (kemudian diberi nama flu Kongoli) yang merenggut nyawa 47 orang di dalamnya, ada kemungkinan flu ini berhubungan dengan Flu Spanyol yang terjadi 1918-1919. Tanpa disadari flu Kongoli telah menjangkiti Parsons, ia mulai menulari sopirnya (Bambang Idris) juga, proses penularan semakin massif saat Bambang berangkat haji ke Tanah Suci Mekkah tanpa gejala.[4][5]
Sang sopir tewas, Parsons yang kemudian sadar akan penyakit ini, segera mengimbau otoritas Kerajaan Arab Saudi untuk mengarantina Kota Suci. Potret bahaya pandemi baru turut menyenggol isu hubungan luar negeri, Iran (yang memang telah lama menjadi rival memperebutkan pengaruh dengan Saudi di Timur Tengah) mulai mengonfrontasi Saudi karena menahan warganya di sana, begitu pula dengan dua negara adikuasa dunia, Amerika Serikat dan Rusia turut melancarkan perang proxy, melempar propaganda mengenai siapa yang berhak disalahkan atas wabah ini.[4][6]
Ilmuan berkejaran “membeli waktu”, setidaknya butuh 6 bulan sampai vaksin ditemukan sebelum wabah benar-benar tiba di Amerika. Petugas kesehatan lelah menguliahi para pejabat memperingatkan bahwa wabah ini bukan flu biasa, keteraturan sosial akan terancam, pembelian karena panik akan membuat orang menghabiskan stok obat-obatan, kebutuhan pokok, bahan bakar, baterai, bahkan senjata api, rumah sakit akan penuh bahkan bukan hanya untuk orang yang sakit namun juga orang yang khawatir akan kondisinya.[4][6]
Negara harus segera menutup perbatasan, meniadakan acara hiburan, turnamen olah raga, menutup sekolah, dan mengeluarkan pasien yang tidak perlu dirawat dari rumah sakit, hingga menghentikan kegiatan pemerintahan. Namun pejabat pemerintah justru bersikukuh lebih mau membahas proxy war menghadapi Rusia, meski demikian, social distancing akhirnya tetap diterapkan.[4][6]
Social distancing ternyata efektif, hanya sedikit korban yang meninggal. Politisi mulai kembali banyak bersuara, mereka menginginkan segera melonggarkan aturan pembatasan untuk menghidupkan kembali perekonomian, dan saat inilah bahaya yang sesungguhnya. Gelombang infeksi virus semakin menjadi, tak ada transaksi dan bantuan obat antar negara, semua negara sedang bingung-bingungnya menangani masalah mereka masing-masing, Amerika segera menemui kegagalannya, ahli menyebut gelombang wabah akan hadir di akhir bulan Oktober mendatang.[4][6]
Tanggapan
[sunting | sunting sumber]Buku ini menuai banyak tanggapan positif dari berbagai media khususnya karena akurasi cerita dengan keadaan saat ini. Constance Grady dari Vox Media menulis "novel ini sebenarnya bukan novel yang bagus namun akurasinya dengan keadaan sekarang menimbulkan keresahan",[6] Sophie Gilbert dari The Atlantic juga menyebut bahwa "buku ini adalah ramalan".[7]
Douglas Preston dari The New York Times menulis meski telah banyak novel-novel pandemi yang terbit sebelumnya, karya Wright begitu lain karena disusun dengan kajian dan penelitian yang mendalam, ia juga menerangkan sangat aneh ketika membaca cerita fiksi soal pandemi ketika dunia saat ini tengah mengalami yang sesungguhnya.[8]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d e f g Wright, Lawrence (2020-03-12). "Lawrence Wright's New Pandemic Novel Wasn't Supposed to Be Prophetic". The New York Times (dalam bahasa Inggris). ISSN 0362-4331. Diakses tanggal 2020-06-25.
- ^ a b Ngantung, Daniel. "Baru Dirilis, Novel Ini Sebut Pandemi Mirip COVID-19 Dimulai dari Indonesia". wolipop. Diakses tanggal 2020-06-25.
- ^ "'It's unnerving': Lawrence Wright on the eerie prescience of his pandemic novel". the Guardian (dalam bahasa Inggris). 2020-05-06. Diakses tanggal 2020-06-25.
- ^ a b c d e Wright, Lawrence, 1947-. The end of October (edisi ke-First edition). New York. ISBN 978-0-525-65865-8. OCLC 1111652403.
- ^ Goldsworthy, Kerryn (2020-05-29). "Fiction reviews: Lawrence Wright's The End of October and three others". The Sydney Morning Herald (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-06-25.
- ^ a b c d e Grady, Constance (2020-04-29). "Lawrence Wright's new pandemic thriller is infuriating to read". Vox (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-06-25.
- ^ Gilbert, Sophie (2020-05-13). "A Pandemic Novel That's Oddly Soothing". The Atlantic (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-06-25.
- ^ Preston, Douglas (2020-05-01). "An Eerily Prescient Pandemic Novel That's Guaranteed to Terrify". The New York Times (dalam bahasa Inggris). ISSN 0362-4331. Diakses tanggal 2020-06-25.