Lompat ke isi

Tradisi Penembakan Meriam di Bulan Ramadhan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Meriam

Tradisi Penembakan Meriam menjelang berbuka puasa merupakan tradisi yang populer di berbagai negara, terutama di Lebanon.[1] Tradisi ini memiliki sejarah panjang dan dianggap sebagai salah satu warisan budaya yang perlu dilestarikan. Praktik ini tidak hanya berfungsi sebagai penanda waktu berbuka puasa dan imsak tetapi juga sebagai simbol budaya yang memperkuat rasa kebersamaan masyarakat.

Sejarah tradisi di Lebanon

[sunting | sunting sumber]

Tradisi penembakan meriam di Lebanon dimulai sejak zaman Mamluk. Menurut Dr. Khaled Omar Tadmori, setiap tahun pemerintah Lebanon menembakkan meriam untuk menandai waktu berbuka puasa, imsak, dan dimulainya Hari Raya Idul Fitri. Meriam ditembakkan dua kali setiap hari selama Bulan Ramadhan, yaitu sekali menjelang buka puasa dan sekali saat memasuki waktu imsak.[2]

Pada masa lalu, masyarakat sempat mengeluhkan suara keras meriam yang mengganggu telinga. Untuk mengatasi hal tersebut, meriam kini dipindahkan ke Pusat Pameran Internasional Rashid Karameh agar tidak terlalu mengganggu warga.[2] Meskipun demikian, tradisi ini tetap menarik perhatian masyarakat yang datang berbondong-bondong untuk menyaksikan aksi penembakan meriam setiap hari selama Bulan Ramadhan.[3]

Asal usul tradisi

[sunting | sunting sumber]

Asal mula tradisi ini diyakini berasal dari Kairo, Mesir, pada tahun 865 Hijriah. Saat itu, Sultan Mamluk membeli meriam baru dan ingin mengujinya pada waktu berbuka puasa.[4] Suara tembakan meriam yang menggema di seluruh penjuru negeri dianggap oleh masyarakat sebagai tanda waktu berbuka puasa. Terutama di daerah pelosok Kairo, di mana suara azan sulit terdengar, bunyi meriam menjadi panduan praktis bagi masyarakat untuk berbuka.

Praktik di negara Lain

[sunting | sunting sumber]

Selain di Lebanon, tradisi penembakan meriam juga dilaksanakan di berbagai negara lain. Di Arab Saudi, misalnya, Madinah memiliki suara meriam dari Benteng Quba dan Gunung Sela, sedangkan di Mekkah, meriam ditembakkan dari gunung di bawah pengawasan petugas kepolisian. [5]Tradisi ini juga ditemukan di negara-negara Asia Selatan seperti Pakistan dan Bangladesh, di mana suara meriam menjadi bagian dari perayaan Ramadhan.[1]

Fungsi dan makna Budaya

[sunting | sunting sumber]

Pada masa lalu, ketika jam dan alat penanda waktu belum umum digunakan, suara meriam sangat membantu masyarakat dalam mengetahui waktu berbuka puasa dan imsak. Saat ini, tradisi tersebut lebih berfungsi sebagai simbol budaya dan daya tarik bagi masyarakat lokal maupun wisatawan. Tradisi penembakan meriam juga menjadi sarana mempererat rasa persatuan dan kebersamaan, menciptakan suasana khas Ramadhan yang penuh keceriaan.[1]

Upaya pelestarian

[sunting | sunting sumber]

Meski teknologi modern telah memudahkan penentuan waktu berbuka puasa dengan jam dan aplikasi digital, tradisi penembakan meriam tetap dilestarikan sebagai bagian dari warisan budaya yang berharga. Pemerintah dan masyarakat setempat berupaya menjaga tradisi ini agar tetap hidup dan dinikmati oleh generasi mendatang. Hal ini menunjukkan komitmen dalam merawat nilai-nilai sejarah dan budaya yang kaya, sekaligus mempertahankan identitas lokal di tengah perkembangan zaman.[2]

  1. ^ a b c bacakoranradarutara.id. "Mengintip Tradisi Unik Tembak Meriam di Lebanon saat Ramadhan". bacakoranradarutara.id. Diakses tanggal 2025-03-05. 
  2. ^ a b c "Mengenal Tradisi Unik Tembak Meriam di Lebanon saat Ramadan". life. Diakses tanggal 2025-03-05. 
  3. ^ Liputan6.com (2024-03-31). "Tak Cuma 'Takijl War', Ini Tradisi Unik Ramadhan Penjuru Dunia, Tembakan Meriam hingga Aksi Drumer". liputan6.com. Diakses tanggal 2025-03-05. 
  4. ^ Nanda. "Tembakan Meriam Sebagai Tanda Menyambut Ramadan di Lebanon - Indozone Travel". Tembakan Meriam Sebagai Tanda Menyambut Ramadan di Lebanon - Indozone Travel. Diakses tanggal 2025-03-05. 
  5. ^ "Menengok Tradisi Tembak Meriam Saat Ramadan di Lebanon". suara.com. Diakses tanggal 2025-03-05.