Ular-sendok jawa
Ular-sendok jawa
| |
---|---|
Naja sputatrix | |
Status konservasi | |
Risiko rendah | |
IUCN | 192197 |
Taksonomi | |
Galat Lua: callParserFunction: function "Template" was not found. | |
Spesies | Naja sputatrix F. Boie, 1827 |
Tata nama | |
Sinonim takson |
|
Distribusi | |
Endemik | Indonesia |
Ular sendok jawa atau kobra jawa (Naja sputatrix) adalah spesies ular sendok yang endemik di pulau Jawa dan Nusa Tenggara. Sebutan ular ini dalam bahasa Inggris adalah Javan spitting cobra. Ular ini adalah salah satu jenis kobra yang mampu menyemprotkan racun bisa ke arah pengganggunya.
Etimologi
[sunting | sunting sumber]Naja sputatrix dideskripsikan pada tahun 1827 oleh ilmuwan Friedrich Boie dari Jerman. Nama genusnya, Naja, berasal dari kata Sanskerta: nāgá (नाग), yang berarti "naga" atau "ular". Sedangkan nama spesifiknya, sputatrix, dari bahasa Latin: sputator, yang artinya "peludah" atau "penyembur".
Deskripsi fisik
[sunting | sunting sumber]Panjang tubuh ular-sendok jawa mencapai 1.85 meter, tetapi panjang rata-rata yang sering ditemukan hanya sekitar 1.3 meter. Kepalanya berbentuk agak jorong dan sedikit lebih besar dari lehernya, dengan mata berukuran sedang dan pupil bundar. Sisik-sisik pada dorsal (tubuh atas) tersusun sebanyak 25-19-15 deret.[2]
Pewarnaan pada tubuh ular-sendok jawa bervariasi berdasarkan wilayah sebarannya. Spesimen-spesimen di Jawa berwarna cenderung kehitaman, kecokelatan, atau kekuningan. Tidak seperti ular sendok lain pada umumnya, ular ini tidak memiliki corak atau tanda di lehernya.[3][4] Spesimen-spesimen di pulau Jawa bagian barat berwarna kehitaman atau kelabu, sedangkan spesimen-spesimen di bagian timur dan di Nusa Tenggara cenderung berwarna kecokelatan. Bagian bawah tubuh ular ini berwarna krim atau kekuningan.[5]
Penyebaran
[sunting | sunting sumber]Ular-sendok jawa endemik dan hanya terdapat di pulau Jawa dan Nusa Tenggara (Bali, Lombok, Sumbawa, Komodo, Flores, Lomblen, dan Alor). Kopstein (1936) menyatakan bahwa ular-sendok jawa juga terdapat di Sulawesi. Akan tetapi, anggapan ini kemudian disangsikan oleh De Lang & Vogel (2005).[1][6][7]
Ekologi dan perilaku
[sunting | sunting sumber]Ular-sendok jawa terdapat di daerah dataran rendah hingga ketinggian 600 meter dpl.[5] Habitat utamanya adalah hutan hujan, tetapi juga dapat ditemukan di daerah-daerah kering.[2] Makanan utamanya adalah tikus, ular lain, kadal, dan beberapa jenis kodok.[5]
Seperti jenis kobra lainnya, ular-sendok jawa memiliki cara pertahanan diri dengan mengangkat kepala dan mengembangkan lehernya membentuk tudung atau sendok apabila merasa terganggu. Ular ini juga mampu menyemburkan racun bisanya tepat ke arah mata pengganggunya. Jika bisanya mengenai mata dapat menyebabkan kebutaan.[5]
Ular-sendok jawa berkembangbiak dengan bertelur (ovipar). Jumlah telur yang dihasilkan sebanyak 13 sampai 19 butir.[6] Telur-telur tersebut akan menetas setelah diinkubasi selama 88 hari.[7] Anak ular yang baru menetas berukuran panjang antara 24 sampai 28 cm.[5]
Galeri
[sunting | sunting sumber]-
Spesimen dari Dramaga, Bogor
-
Close-up kepala, spesimen mati
-
Bagian dalam mulut (sekilas)
-
Tubuh bawah (ventral)
-
Foto grayscale
-
Spesimen koleksi Reptiland, Martel, Perancis (gambar 1)
-
Spesimen koleksi Reptiland, Martel, Perancis (gambar 2)
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Naja sputatrix di Reptarium.cz Reptile Database. Diakses 20 Januari 2020.
- ^ a b "Naja sputatrix: General Details, Taxonomy and Biology, Venom, Clinical Effects, Treatment, First Aid, Antivenoms". WCH Clinical Toxinology Resource. University of Adelaide. Diakses tanggal 22 December 2011.
- ^ Wüster, Wolfgang (1992). "A century of confusion: Asiatic cobras revisited" (PDF). The Vivarium. 4 (1): 14–18.
- ^ Wüster, Wolfgang. "The Asiatic Cobra Systematics Page". Asiatic Cobras. Bangor University. Diakses tanggal 22 December 2011.
- ^ a b c d e Ular Asli Indonesia: Ular Sendok Jawa (Naja sputatrix)
- ^ a b O'Shea, Mark (2005). Venomous Snakes of the World. United Kingdom: New Holland Publishers. hlm. 94. ISBN 0-691-12436-1.
- ^ a b "Naja species" (PDF). Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. http://www.cites.org. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2010-12-24. Diakses tanggal 28 December 2011. Hapus pranala luar di parameter
|publisher=
(bantuan)
Publikasi dan pranala lain
[sunting | sunting sumber]- Boie, 1827 : Bemerkungen über Merrem's Versuch eines Systems der Amphibien, 1. Lieferung: Ophidier. Isis von Oken, Jena, vol. 20, p. 508-566 (lihat teks)