Lompat ke isi

Wadiah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Dalam bidang ekonomi syariah, wadi'ah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggung jawab atas pengembalian titipan tersebut.

  1. Wadi'ah Yad al-Amanah : bank tidak bertanggungjawab atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang titipan selama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan bank dalam memelihara titipan tersebut
  2. Wadi'ah Yad adh-Ḍhamanah : bank dapat memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin nasabah dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat apabila nasabah mengkehendakinya

Kata wadi'ah berasal dari wada’asy syai-a, yaitu meninggalkan sesuatu. Sesuatu yang seseorang (nasabah) tinggalkan pada pihak lain (bank) agar dijaga disebut wadi'ah, karena orang tersebut meninggalkannya kepada pihak yang sanggup menjaganya. Secara harfiah, wadi'ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendakinya.

  1. Imam Hanafi : تسليط الغير على حفظ ماله صارحا أو دلالة (mengikutsertakan orang lain dalam memelihara harta baik dengan ungkapan yang jelas maupun isyarat)
  2. Imam Hambali, Imam Syafi'i, dan Imam Maliki : توكيل في حفظ مملوك على وجه مخصوص (mewakilkan orang lain untuk memelihara harta tertentu dengan cara tertentu)
  3. Hasbi Ashidiqi : Wadi'ah adalah akad yang intinya meminta pertolongan pada seseorang dalam memelihara harta penitip
  4. Syekh Syihab ad-Din al-Qalyubi dan Syekh Umairah : Wadi'ah adalah benda yang diletakkan pada orang lain untuk dipeliharanya
  5. Ibrahim al-Bajuri : Wadi'ah adalah akad yang dilakukan untuk penjagaan
  6. Addris Ahmad : Wadi'ah adalah barang yang diserahkan (diamanahkan) kepada seseorang agar barang tersebut dijaga sebaik-baiknya
  7. Pendapat tokoh-tokoh ekonomi perbankan : Wadi'ah adalah akad penitipan barang atau uang kepada pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, dan keutuhan barang atau uang tersebut

Menurut bahasa, wadi'ah adalah meninggalkan[1] atau meletakkan, yaitu meletakkan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara atau dijaga. Sedangkan, menurut istilah, wadi'ah adalah memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga harta atau barangnya secara terang-terangan atau dengan isyarat yang semakna dengan itu.

وَإِن كُنتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا۟ كَاتِبًا فَرِهَٰنٌ مَّقْبُوضَةٌ ۖ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ ٱلَّذِى ٱؤْتُمِنَ أَمَٰنَتَهُۥ وَلْيَتَّقِ ٱللَّهَ رَبَّهُۥ ۗ وَلَا تَكْتُمُوا۟ ٱلشَّهَٰدَةَ ۚ وَمَن يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُۥٓ ءَاثِمٌ قَلْبُهُۥ ۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(Q.S. al-Baqarah (4) : 283)

إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا۟ ٱلْأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعًۢا بَصِيرًا
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
(Q.S. an-Nisa (4) : 58)

Tunaikanlah amanat yang dipercayakan kepadamu dan janganlah kamu mengkhianati orang yang telah mengkhianatimu.
(H.R. Abu Daud No. 3535 dan at-Tirmidzi no. 1624, hasan shahih)

Ijma' para ulama menyepakati akad wadi'ah ini karena manusia memerlukannya dalam kehidupan muamalah (Q.S. al-Baqarah (2) : 283).

  1. Muwaddi’ (orang yang menitipkan)
  2. Wadii’ (orang yang dititipi barang)
  3. Wadi'ah (barang yang dititipkan)
  4. Shighat (ijab dan kabul)

Syarat rukun

[sunting | sunting sumber]

Yang dimaksud dengan syarat rukun di sini adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh rukun wad'iah. Dalam hal ini, persyaratan itu mengikat kepada muwaddi’ (nasabah), wadii’ (bank), dan wadi'ah (barang). Muwaddi’ dan wadii’ mempunyai persyaratan yang sama, yaitu harus baligh, berakal, dan dewasa. Sementara wadi'ah disyaratkan harus berupa suatu harta yang berada dalam kekuasaan atau tangannya secara nyata.

Sifat akad

[sunting | sunting sumber]

Karena wadi'ah termasuk akad yang tidak lazim, kedua belah pihak dapat membatalkan perjanjian akad ini kapan saja. Karena dalam wadi'ah terdapat unsur permintaan tolong, pemberian pertolongan itu adalah hak dari wadii’. Kalau ia tidak mengkehendakinya, tidak ada keharusan untuk menjaga titipan.

Namun, apabila wadii’ mengharuskan pembayaran seperti biaya administrasi, akad wadi'ah ini berubah menjadi akad sewa (ijarah) dan mengandung unsur kelaziman. Artinya, wadii’ harus menjaga dan bertanggung jawab terhadap barang yang dititipkan. Pada saat itu, wadii’ tidak dapat membatalkan akad ini secara sepihak karena ia telah dibayar.

Jenis-jenis

[sunting | sunting sumber]

Dalam pelaksanaannya, wadi'ah dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

  1. Wadi'ah Yad al-Amanah. Pada keadaan ini, barang yang dititipkan merupakah bentuk amanah belaka dan tidak ada kewajiban bagi wadii’ untuk menanggung kerusakan kecuali karena kelalaiannya.
  2. Wadiah Yad adh-Ḍhamanah. Wadii’ harus menanggung kerusakan atau kehilangan pada wadi'ah oleh sebab-sebab berikut ini :
    • Wadii’ menitipkan barang kepada orang lain yang tidak biasa dititipi barang
    • Wadii’ meninggalkan barang titipan sehingga rusak
    • Barang titipan dimanfaatkan
    • Wadii’ bepergian dengan membawa barang titipan
    • Jika wadii’ tidak mau menyerahkan barang ketika diminta muwaddi’, ia harus menanggung jika barang itu rusak
    • Wadi'ah dicampur dengan barang lain yang tidak dapat dipisahkan

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Nafis, M. Cholil (2011). Teori Hukum Ekonomi Syariah. Penerbit Universitas Indonesia. hlm. 154. ISBN 9789794564561.