Xu Fu
Xu Fu (Hsu Fu; Hanzi=徐福 atau 徐巿;w=Hsu2 Fu2;p=Xú Fú;k=서복 Seo Bok;j=徐福 Jofuku atau 徐巿 Jofutsu) lahir pada tahun 255 SM di Qi, yaitu sebuah negara di Tiongkok kuno. Ia menjabat sebagai penyihir (h=方士; p=fāngshì; lit. "alkemis, penyihir") dalam pengadilan istana pada masa Dinasti Qin.[1] Qin Shi Huang mengirimnya ke lautan timur Tiongkok sebanyak dua kali untuk menemukan obat keabadian.[2] Kedua perjalanannya terjadi antara tahun 298 SM dan 210 SM. Dipercaya bahwa armada kapalnya meliputi 60 kapal bark dan sekitar 5000 orang kru, 3000 pemuda dan pemudi,[2] dan para seniman di berbagai bidang. Setelah dirinya berangkat pada misi kedua sekitar tahun 210 SM, ia tidak pernah kembali lagi.[3] Berbagai catatan menduga dirinya tiba dan meninggal di kepulauan yang kini dikenal sebagai Jepang.[4] Bahkan, ia dipuja di Jepang sebagai dewa bernama Jofuku (徐福).[5]
Perjalanan
[sunting | sunting sumber]Kaisar Qin Shi Huang takut akan kematian dan ingin hidup abadi. Ia memercayakan tugas mencari rahasia keabadian kepada Xu Fu. Pada tahun 219 SM, Xu Fu dikirim bersama tiga ribu pemuda-pemudi untuk memeroleh obat keabadian dari para manusia abadi di Gunung Penglai—termasuk diantaranya adalah Anqi Sheng, seorang penyihir yang telah berusia seribu tahun. Xu berlayar selama bertahun-tahun tanpa menemukan gunung yang dimaksud. Pada tahun 210 SM, saat Qin Shi Huang menanyakan perjalanannya, Xu Fu berkata bahwa terdapat sesosok makluk raksasa yang menutupi jalur yang akan dilaluinya dan ia membutuhkan bantuan para pemanah kerajaan untuk membunuh makhluk tersebut. Qin Shi Huang menyetujui permintaannya, bahkan ia sendirilah yang memanah ikan raksasa tersebut.[1] Xu Fu kembali berlayar tetapi tidak pernah kembali dari perjalanannya. Catatan Sejarah Agung menuliskan bahwa dirinya tiba di tempat yang dipenuhi "dataran yang datar dan rawa-rawa yang luas" (平原廣澤) kemudian memproklamirkan dirinya sebagai raja, tidak pernah kembali lagi.
Naskah-naskah sejarah yang lebih modern juga tidak menyebutkan secara jelas lokasi akhir yang dituju Xu Fu. Sanguo Zhi, Hou Han Shu, dan Guadi Zhi semuanya menyebutkan bahwa dirinya mendarat di "Danzhou" (亶州), tetapi lokasi Danzhou tidak diketahui. Akhirnya, lebih dari 1100 tahun setelah perjalanan terakhir Xu Fu, rahib Yichu membuat tulisan pada masa Dinasti Zhou Akhir (951-960 M), yaitu pada zaman Lima Dinasti dan Sepuluh Negara, bahwa Xu Fu mendarat di Jepang serta menambahkan bahwa Xu Fu menamai Gunung Fuji sebagai Penglai. Demikianlah "Legenda Xu Fu" di Jepang yang dibuktikan dengan banyaknya memorial mengenai dirinya di tempat itu.[6]
Peninggalan
[sunting | sunting sumber]Legenda Jepang mengisahkan bahwa Xu Fu mendarat di Kumano (Kishū), Jepang, dan makamnya terdapat di Shingū, Wakayama—atau meninggal di Prefektur Aomori.[1] Orang-orang yang mendukung teori tersebut menggalangnya sebagai katalisator perkembangan masyarakat Jepang kuno. Kebudayaan Jomon yang telah ada di Jepang kuno semenjak lebih dari 6000 tahun tiba-tiba menghilang sekitar tahun 3000 SM. Teknik dan pengetahuan bertani yang dibawa Xu Fu konon telah meningkatkan kualitas hidup masyarakat Jepang kuno dan ia dikatakan telah memperkenalkan banyak tanaman dan teknologi baru kepada penduduk Jepang kuno. Itulah alasan mengapa Xu Fu dipuja sebagai "Dewa Pertanian", "Dewa Pengobatan", dan "Dewa Sutra" oleh penduduk Jepang. Berbagai kuil dan tugu peringatan untuk Xu Fu dapat ditemukan di berbagai tempat di Jepang. Di Xuzhou, dekat Yangzhou, terdapat sebuah Institut Penelitian Xu Fu yang berdekatan dengan Perguruan Tinggi Guru Xuzhou.[2]
Meskipun demikian, teori ini memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan pertama adalah, besi dan perunggu tidak tiba di Jepang pada sekitaran waktu dua ekspedisi yang dilakukan Xu Fu, bahkan perbedaan waktunya jauh. Selain itu, sulit diyakini bahwa Xu Fu memperkenalkan beras ke Jepang karena armadanya berangkat dari pesisir Shandong, terlalu jauh ke utara dari wilayah penghasil beras di Tiongkok. Dewasa ini, para peneliti Jepang umumnya menganggap kisah perjalanan Xu Fu sebagai fiksi.[6]
Budaya populer
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c Fabrizio Pregadio (2008). The Encyclopedia of Taoism. Taylor & Francis e-Library. ISBN 0-203-69548-8.
- ^ a b c Lee, Khoon Choy Lee. Choy, Lee K. [1995] (1995). Japan--between Myth and Reality: Between Myth and Reality. World Scientific publishing. ISBN 981-02-1865-6, ISBN 978-981-02-1865-2.
- ^ Liu, Hong. The Chinese Overseas: Routledge Library of Modern China. Diterbitkan oleh Taylor & Francis, [2006] (2006). ISBN 0-415-33859-X, 9780415338592.
- ^ Ervin Reffner. The Esoteric Codex: The Alchemists. ISBN 978-1-312-98931-3.
- ^ yamatosaxon (30 Maret 2014). "Was Japan's First Emperor a Chinese Refugee?". The Daily Beagle. Diakses tanggal 10 November 2015.
- ^ a b Joshua A. Fogel (2013). Japanese Historiography and the Gold Seal of 57 C.E.: Relic, Text, Object, Fake. Leiden: Koninklijke Brill NV. hlm. 24-25. ISBN 978-90-04-24419-1.
- ^ Jonathan Maberry (w), Phil Winslade (a). "Part 3" Captain America: Hail Hydra 3 (May 2011), New York City: Marvel Comics
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- Artikel di CRIENGLISH.com Diarsipkan 2005-05-08 di Wayback Machine.