Zelot
Zelot adalah istilah yang digunakan Flavius Yosefus untuk menyebut sekumpulan kelompok orang Yahudi yang melakukan perjuangan dengan mengangkat senjata demi membebaskan tanah Israel dari kekuasaan asing.[1] Nama Zelot diambil dari nama simbol materai di Bait Suci dan Kitab Taurat.[2] Bagi mereka, tanah Israel adalah milik umat Yahudi yang diberikan oleh Allah, dan Allah menginginkan mereka untuk merebut tanah itu kembali.[1]
Di dalam Alkitab, beberapa kali disebut mengenai keberadaan orang-orang Zelot.[1] Di dalam daftar murid-murid Yesus terdapat nama Simon orang Zelot (Lukas 6:14-15, Markus 3:18, Matius 10:4), sehingga tampaknya di antara murid Yesus terdapat anggota gerakan Zelot.[1] Kemudian tokoh Barabas yang dibebaskan menggantikan Yesus (Markus 15:7) diduga merupakan orang Zelot sebab ditangkap karena pemberontakan.[3] Selain itu, di dalam perkataan Gamaliel (Kisah Para Rasul 5:36-37) disebut juga dua nama pemimpin pemberontakan, yaitu Teudas dan Yudas.[1]
Latar Belakang
[sunting | sunting sumber]Akar gerakan Zelot dapat dilihat dari kaum Hasidim yang muncul pada waktu pemberontakan Makabe.[4] Setelah wangsa Makabe memerintah, kaum ini tidak begitu menyukai pemerintah yang baru sehingga mencabut dukungan mereka, serta menghilang.[4] Kaum Hasidim kemudian digantikan oleh beberapa kelompok lain yang di antaranya adalah kaum Farisi dan Zelot, yang mana kaum Zelot mewarisi tradisi pertempuran orang-orang Hasidim.[4] Akan tetapi, namun umumnya diakui bahwa permulaan munculnya gerakan Zelot adalah pada pemberontakan melawan sensus yang diadakan oleh Kirenius pada tahun 6 M.[2] Pemimpin pemberontakan tersebut adalah Yudas bin Eliezer, orang Galilea, yang kemudian dihukum mati oleh Herodes.[2]
Ciri-Ciri
[sunting | sunting sumber]Perang Suci
[sunting | sunting sumber]Kaum Zelot tidak menginginkan tanah Israel dijajah oleh orang asing, sebab tanah Israel adalah tanah yang diberikan Tuhan kepada orang Yahudi, sehingga mereka menganggap perlawanan senjata yang mereka gunakan sebagai Perang Suci.[4] Mereka percaya suatu hari akan bangkit seorang Mesias yang akan memimpin umat Yahudi mengusir penjajah asing, dan kemenangan akan mereka peroleh.[4] Karena itu, keyakinan orang Zelot membuat mereka senantiasa mempersiapkan diri untuk perang atau pemberontakan, dan setiap kali meletus perang atau pemberontakan terhadap pemerintah Romawi dan pengikut-pengikutnya, mereka siap untuk bergerak.[4] Dengan begitu, banyak di antara kaum Zelot yang menjadi buronan atau gerombolan bersenjata.[4]
Tidak ada Persatuan
[sunting | sunting sumber]Kaum Zelot bukanlah sebuah kelompok yang kuat dan bersatu, melainkan terdiri dari kelompok-kelompok yang sporadis, masing-masing memiliki pemimpin sendiri, dan melakukan perjuangan dengan spontan ketika muncul pemberontakan.[5] Pemberontakan biasanya dipicu oleh tekanan ekonomi atau tersinggungnya rasa keagamaan Yahudi. Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi sebelum Perang Yahudi pertama biasanya tidak bersifat massal dan terbatas pada lingkup lokal.[5]
Beberapa Gerakan kaum Zelot
[sunting | sunting sumber]Berikut adalah beberapa gerakan perlawanan yang dilakukan kaum Zelot:
- Gerakan yang dipimpin Yudas bin Eliezer dari Galilea untuk memprotes sensus yang dilakukan oleh Quirinius pada tahun 6 M, yang menyebabkan Yudas dihukum mati oleh Herodes.[2]
- Pontius Pilatus yang ditempatkan Roma untuk memerintah pada tahun 26-36 M pernah membuat rakyat Yahudi tersinggung karena membuat patung kaisar Romawi, sedangkan orang Yahudi menganut kuat hukum yang melarang membuat patung pahatan.[3] Selain itu, Pilatus juga merampas uang dari perbendaharaan Bait Suci untuk membiayai pembuatan saluran air.[3] Hal-hal tersebut memancing kemarahan dan gerakan perlawanan senjata kaum Yahudi.
- Pada tahun 44 M, kaisar menjadikan daerah Yudea dikontrol oleh Romawi dengan lebih ketat sehingga mengecewakan kaum Yahudi.[3] Setelah itu, terjadi beberapa hal yang menyinggung rasa keagamaan orang Yahudi, yakni ketika seorang gubernur Romawi yang bernama Cumanus berusaha untuk menguasai pakaian kebesaran Imam Besar dan seorang prajurit Romawi yang sedang bertugas menelanjangi dirinya di keramaian pada hari raya Paskah.[3] Akibatnya gerakan Zelot meningkatkan aktivitas-aktivitas mereka, khususnya melalui sebuah gerakan yang dipimpin seorang Zelot yang digelari "orang Mesir".[3] Gerakan ini hampir merebut Yerusalem, dan masih menjadi keprihatinan pemerintah pada saat Paulus ditangkap (Kisah Para Rasul 21:38).[3]
- Gerakan yang bersifat lebih luas dan lebih massal terjadi pada tahun 66 M serta memiliki ciri politis sebab bertujuan mengusir pemerintahan Romawi dari tanah Israel.[5] Di dalam pemberontakan tersebut terdapat orang dari golongan lain, seperti Saduki, Farisi, para imam, serta rakyat jelata, walaupun cukup banyak juga rakyat yang tidak ikut serta.[5] Pemberontakan yang disebut Pemberontakan Yahudi pertama ini berhasil merebut Yerusalem dan benteng Masada, dan pada tahun 68 M telah berhasil merebut kekuasaan atas seluruh wilayah kecuali Yudea Timur.[3] Akibatnya, Romawi membalas dengan keras dan pada tahun 70 M, Bait Suci diratakan dengan tanah.[3] Benteng Masada yang diduduki orang-orang Zelot direbut pada tahun 73 M dan menandai berakhirnya pemberontakan Yahudi pertama.[3]
Akhir Riwayat
[sunting | sunting sumber]Setelah pemberontakan Yahudi pertama, rupanya riwayat kaum Zelot belum habis.[4] Pada tahun 132 M, jumlah mereka masih cukup banyak untuk mendukung pemberontakan Yahudi kedua yang dipimpin Simon Bar Kokhba.[4] Kegagalan pemberontakan itu menandai berakhirnya gerakan Zelot.[4]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d e (Inggris)Bart D. Ehrman. 2004. The New Testament: A Historical Introduction to the Early Christian Writings. New York, Oxford: Oxford University Press. P. 39.
- ^ a b c d S. Wismoady Wahono.1986. Di Sini Kutemukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 337-338
- ^ a b c d e f g h i j (Indonesia)John Stambaugh, David Balch. 1997. Dunia Sosial Kekristenan Mula-Mula. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 17-21.
- ^ a b c d e f g h i j (Indonesia)Lawrence E. Toombs. 1978. Di Ambang Fajar Kekristenan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hal. 59-61.
- ^ a b c d C. Groenen. 1984. Pengantar Ke Dalam Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 50-51.