Banyuurip, Banyuurip, Purworejo
Tampilan
Banyu Urip | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Tengah | ||||
Kabupaten | Purworejo | ||||
Kecamatan | Banyuurip | ||||
Kode pos | 54171 | ||||
Kode Kemendagri | 33.06.07.2012 | ||||
Luas | ± 178 hektare | ||||
Jumlah penduduk | 1688 Jiwa | ||||
|
Geografi dan Demografi
[sunting | sunting sumber]- Ibu Kota Desa: JURU TENGAH
- Bahasa Daerah: JAWA
- Koordinat Geografis : 7°45'36" LS 109°58'23" BT
- Keterangan: ketinggian 44 mdpl
Etimologi
[sunting | sunting sumber]- Arti Nama: Air untuk kehidupan
- Sejarah Nama: Nyi Putri Galuhwati dan Pangeran Joyokusumo (putra Brawijaya II) dalam perjalanannya diusir dari Majapahit karena Pangeran Joyokusumo tidak mau menghadap ayahnya dalam pertemuan kerajaan dan hanya bermain adu burung puyuh sakti . Selanjutnya dalam perjalanan ke arah barat sampai di suatu tempat, Nyi Putri Galuhwati merasa haus minta minum dan Pangeran Joyokusumo kemudian menancapkan keris Panubiru miliknya lalu muncullah air dari bekas tancapan keris tersebut, dan daerah tersebut dinamakan BANYUURIP
Markah tanah
[sunting | sunting sumber]- Sumur Beji (berasal dari tancapan keris Panubiru milik Pangeran Joyokusumo karena Nyi Putri Galuhwati haus minta minum, asal mula nama Banyuurip karena dari tancapan keris muncul air, dinamakan beji yang berarti sumur)
- Goa Tritis (tempat berkarya Empu Suradahana berada di tebing/ tritis)
- Goa Siwunung (konon dulu tempat peminjaman gamelan secara gaib, dinamakan siwunung karena gamelan tersebut kalau dipinjam datang dengan sendirinya dan kembali dengan sendirinya juga, dan menjadi kediaman Syeh Wunung makanya dinamakan siwunung)
- Punden Parigi (petilasan dan tempat muksa Pangeran Joyokusumo dan sampai sekarang banyak dikunjungi sebagai tempat menyepi juga setiap tahun sebagai tempat Merti Desa dengan kegiatan pentas wayang kulit)
- Masjid Banyuurip (dibangun Ki Guru Wonosalam)sekarang disebut masjid besar kecamatan Banyuurip
- Pasar Senin (tempat bermain/pasaran Nyi Putri Galuhwati dan hanya pada hari Senin, sampai sekarang masih dipercaya sebagai tempat “midhang” bagi orang yang sembuh dari sakit ataupun terkabul hajatnya)
- Sumur Tinatah (dibuat oleh Ki Manguyu untuk mandi Nyi Putri Galuhwati waktu hamil dengan tujuan kalau lahir putra kelak tampan dan lahir putri kelak cantik, sekarang banyak diambil airnya untuk syarat 7 bulanan orang hamil dan untuk siraman calon pengantin, dinamakan tinatah karena buatan tangan atau dengan istilah ditatah)
- Makam Gedhe (makam Nyi Putri Galuhwati dan Ki Manguyu)
- Kolam Masjid (dibangun Ki Guru Wonosalam, dahulu sebagai tempat berwudlu yang airnya tidak pernah kering)
Sejarah kepemimpinan
[sunting | sunting sumber]- Tumenggung Wongsonegoro VII (1785-1800)
- Tjokromenggolo I (1800-1814)
- Tjokrodrono Secodrono (1815-1826)
- Singomenggolo (1827-1867)
- Djojowirono (1868-1891)
- Ronodimedjo (1892-1914)
- Djojosoeponto (1915-1942)
- Tjokrodihardjo (1942-1943)
- Bondan Djojomihardjo (1943-1944)
- Abdul Mutholib (Dulud) Soerodihardjo(1944-1945)
- Sastrowigeno Koewoso (1945-1951)
- Danuwidjojo Saat (1953-1954)
- Rs. Darmosoewito (1954-1975)
- Ag. Sukiman (1975-1990)
- Drs. H. Saiful Anwar (1990-1999)
- Bambang Suryono (1999-2007)
- Paulus Purnomo (2007-2013)
- Bambang Suryono (2013 - 2019)
- Teguh Susanto SH. (2019 - 2025)