Covid-19 jangka panjang
Bagian dari seri artikel mengenai |
Pandemi Covid-19 |
---|
|
Portal COVID-19 |
Covid-19 jangka panjang (bahasa Inggris: long COVID) merupakan kondisi pasien COVID-19 yang sudah dinyatakan sembuh, tetapi masih mengalami gejala seperti kelelahan, nyeri otot, dispnea, anosmia, gangguan pernapasan.[1][2] Seseorang yang mengalami kondisi Covid-19 jangka panjang tidak bisa menginfeksi orang lain yang ada di sekitarnya. Selain itu, tidak semua orang yang pernah terinfeksi Covid-19 akan mengalami Covid-19 jangka panjang.[3]
National Institute for Health and Care Excellence (NICE) menyatakan bahwa Covid-19 jangka panjang dapat berlangsung selama lebih dari 12 minggu. Namun dalam beberapa kasus, ada yang menganggap bahwa gejala yang timbul berlangsung lebih dari 8 minggu.[4] Covid-19 jangka panjang dapat dialami oleh anak-anak, remaja, dewasa, bahkan lansia.[5] Kondisi tersebut juga bisa dialami oleh penderita Covid-19 yang pernah memiliki riwayat penyakit kronis atau penyakit penyerta.[2]
Terminologi dan definisi
[sunting | sunting sumber]Covid-19 jangka panjang (bahasa Inggris: long COVID) atau juga dikenal dengan istilah post-acute COVID-19 syndrome atau post COVID-19 syndrome.[2] Penderita kondisi tersebut sering disebut dengan istilah long haulers.[6]
Long COVID adalah istilah yang dibuat oleh pasien yang dilaporkan pertama kali mengalami kondisi tersebut, sebagai tagar di Twitter oleh Elisa Perego. Dia adalah seorang arkeolog di University College London.[7][8]
Inggris
[sunting | sunting sumber]National Institute for Health and Care Excellence (NICE) di Inggris membagi Covid-19 menjadi tiga definisi sebagai berikut :
- COVID-19 akut dengan tanda dan gejala selama 4 minggu pertama sejak terinfeksi oleh SARS-CoV-2.
- Gejala baru atau yang sedang berlangsung selama 4 minggu atau yang lebih lama dari Covid-19 akut, dibagi menjadi :
- Gejala Covid-19 yang sedang berlangsung untuk efek 4 hingga 12 minggu setelah permulaan munculnya penyakit (onset).
- Post COVID-19 syndrome untuk efek yang berlangsung 12 minggu atau bahkan lebih setelah permulaan munculnya penyakit (onset).[9]
NICE mendefinisikan Covid-19 jangka panjang (long COVID) termasuk Covid-19 dengan gejala yang sedang berlangsung dari 4 hingga 12 minggu atau post COVID-19 syndrome yang berlangsung selama 12 minggu atau lebih.[10]
Amerika Serikat
[sunting | sunting sumber]Pada bulan Februari 2021, Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat menyatakan bahwa Covid-19 jangka panjang mencakup gejala seperti kelelahan, sesak napas, kabut otak, gangguan tidur, demam, gangguan gastrointestinal, kecemasan, dan juga depresi. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung selama berbulan-bulan, yang bersifat ringan atau bahkan berat.
Direktur Institut Kesehatan Nasional Amerika Serikat Francis Collins menyatakan bahwa kondisi tersebut dikenal sebagai Covid-19 jangka panjang atau post-acute COVID-19 syndrome SARS-CoV-2
Penyebab
[sunting | sunting sumber]Saat ini belum diketahui secara pasti mengapa ada sebagian orang yang sembuh total dari Covid-19 dan ada juga yang masih mengalami gejala walaupun sudah dinyatakan sembuh (long COVID).[11] Berdasarkan analisis awal oleh National Institute for Health Research (NIHR) menunjukkan bahwa gejala long COVID dapat disebabkan oleh empat sindrom, yaitu :[12]
- Terjadi kerusakan permanen pada paru-paru atau jantung
- Sindrom perawatan pasca-intensif (PICS)
- Sindrom keletihan kronis (CFS) atau yang juga disebut sebagai myalgic encephalomyelitis (ME)
- Gejala lanjutan COVID-19
Beberapa kondisi lain yang dapat menyebabkan terjadinya Covid-19 jangka panjang, di antaranya :[2]
- Stress
- Terinfeksi kembali virus Corona
- Masalah pada sistem saraf dan otak
- Peradangan kronis
- Gangguan pada sistem limfatik, yang merupakan bagian utama sistem kekebalan tubuh.
Faktor risiko
[sunting | sunting sumber]Berdasarkan studi King's College London pada tanggal 21 Oktober 2020, faktor risiko Covid-19 jangka panjang di antaranya yaitu :
- Usia, terutama orang yang berusia di atas 50 tahun.
- Kelebihan berat badan.[13]
- Asma.[14]
- Gejala seperti batuk, kelelahan, sakit kepala, diare, dan kehilangan indra penciuman pada minggu pertama infeksi COVID-19.[14]
Daftar gejala
[sunting | sunting sumber]Gejala umum yang dialami oleh penderita long COVID, di antaranya :
- Kelelahan
- Sesak napas
- Nyeri dada
- Detak jantung cepat atau berdebar kencang
- Telinga berdenging
- Sakit kepala
- Efek kognitif yang sering digambarkan orang sebagai kabut otak.[15]
- Mengalami gangguan memori [16]
- Rambut rontok [17]
- Batuk
- Demam
- Nyeri sendi
- Sakit tenggorokan
- Kurang nafsu makan [18]
- Gangguan pencernaan, contohnya seperti diare atau perut merasa mual.[19]
- Gangguan fungsi indra penciuman, contohnya seperti anosmia atau hiposmia.
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ CDC (2020-02-11). "COVID-19 and Your Health". Centers for Disease Control and Prevention (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-03-19.
- ^ a b c d "Post-acute COVID-19 Syndrome, Waspada dan Kenali Gejalanya". Alodokter. 2020-11-05. Diakses tanggal 2021-03-20.
- ^ Oct 2020, ditulis olehTamara Anastasia28; Wib, 18:01. "Long COVID Juga Bisa Dialami Anak, Ini Faktanya". klikdokter.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-11-30. Diakses tanggal 2021-03-19.
- ^ "Long Covid: what is it and what should you do if you have it". www.bhf.org.uk. Diakses tanggal 19 Maret 2021.
- ^ "Long Covid kids: Mum's 'heartbreak' over children's illness". BBC News (dalam bahasa Inggris). 2021-02-05. Diakses tanggal 2021-03-21.
- ^ "What It Means to Be a Coronavirus "Long-Hauler"". Health Essentials from Cleveland Clinic (dalam bahasa Inggris). 2021-01-28. Diakses tanggal 2021-03-21.
- ^ "Why we need to keep using the patient made term "Long Covid"". The BMJ (dalam bahasa Inggris). 2020-10-01. Diakses tanggal 2021-03-21.
- ^ Callard, Felicity; Perego, Elisa (2021-1). "How and why patients made Long Covid". Social Science & Medicine (1982). doi:10.1016/j.socscimed.2020.113426. ISSN 0277-9536. PMC 7539940 .
- ^ Houston, Dr Muiris. "From 'Covid toe' to 'Covid tongue', there is much we still have to learn". The Irish Times (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-03-21.
- ^ "Context | COVID-19 rapid guideline: managing the long-term effects of COVID-19 | Guidance | NICE". www.nice.org.uk. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-01-11. Diakses tanggal 2021-03-21.
- ^ "How many people get 'long COVID' – and who is most at risk?". SOURCE (dalam bahasa Inggris). 2021-02-17. Diakses tanggal 2021-03-20.
- ^ "Long Covid: what we know so far". the Guardian (dalam bahasa Inggris). 2020-10-15. Diakses tanggal 2021-03-20.
- ^ "New research identifies those most at risk from 'long COVID'". www.kcl.ac.uk (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-03-20.
- ^ a b "Long Covid: Who is more likely to get it?". BBC News (dalam bahasa Inggris). 2020-10-21. Diakses tanggal 2021-03-22.
- ^ Witvliet, Margot Gage. "I'm a COVID-19 long-hauler and an epidemiologist – here's how it feels when symptoms last for months". The Conversation (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-03-20.
- ^ Amenta, Eva M; Spallone, Amy; Rodriguez-Barradas, Maria C; El Sahly, Hana M; Atmar, Robert L; Kulkarni, Prathit A (2020-12-01). "Postacute COVID-19: An Overview and Approach to Classification". Open Forum Infectious Diseases. 7 (ofaa509). doi:10.1093/ofid/ofaa509. ISSN 2328-8957.
- ^ "COVID-19 (coronavirus): Long-term effects". Mayo Clinic (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-03-19.
- ^ "Long-term effects of coronavirus (long COVID)". nhs.uk (dalam bahasa Inggris). 2021-01-07. Diakses tanggal 2021-03-20.
- ^ "Long Covid: Who is more likely to get it?". BBC News (dalam bahasa Inggris). 2020-10-21. Diakses tanggal 2021-03-20.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- Long COVID di YouTube (21 Oktober 2020) - Film Pemerintah Inggris tentang COVID panjang.