Gereja Santa Lidwina, Bandar Jaya
Gereja Santa Lidwina | |
---|---|
Gereja Katolik Paroki Santa Lidwina, Bandar Jaya | |
Lokasi | Jl. Jenderal Sudirman No.104, Bandar Jaya Tim., Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah |
Negara | Indonesia |
Denominasi | Gereja Katolik Roma |
Jumlah anggota/umat | 2.483 jiwa (2013) |
Sejarah | |
Dedikasi | Santa Lidwina |
Arsitektur | |
Status | Gereja Paroki |
Status fungsional | Aktif |
Selesai | 1971[1] |
Administrasi | |
Keuskupan | Keuskupan Tanjungkarang |
Klerus | |
Uskup | Yang Mulia Mgr. Vinsensius Setiawan Triatmojo |
Jumlah Imam | RD. Yohanes Theden Tana, Pr. (Pastor Paroki) RD. Yohanes Baptis Widarman, Pr. |
Gereja Santa Lidwina, Bandar Jaya atau dahulu ditulis Gereja Santa Liduina, adalah sebuah gereja paroki Katolik yang terletak di Kecamatan Terbanggi Besar, Lampung Tengah, Indonesia. Pelindung gereja dan paroki ini ialah Santa Lidwina. Per tahun 2013, tercatat umat paroki ini mencapai 2.483 jiwa.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 1954 Bandar Jaya dibuka sebagai daerah transmigrasi dari pulau Jawa, terutama dari daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Saat itu umat Katolik berjumlah 10 kepala keluarga (KK) yang terpisah-pisah di daerah Bandar Jaya dan Simpang Agung. Romo Oonk, SCJ yang berasal dari Paroki Metro mencoba untuk menghimpun umat Katolik di wilayah tersebut, namun penghimpunan tersebut masih dipusatkan di daerah Simpang Agung (sebelah barat desa Bandar Jaya). Berkat usaha Romo Oonk, SCJ beserta bapak AM. Sudibyo (katekis pertama di daerah tersebut) maka pada tahun 1955 umat Simpang Agung dapat mengadakan ibadat sabda yang pertama.[1]
Pada tahun 1956, Mgr. Hermelink Gentiaras memberikan bantuan dana pada umat Simpang Agung untuk mendirikan sebuah kapel. Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1963 pelayanan untuk umat dilayani oleh Romo Borst, SCJ yang berasal dari Kota Bumi. Tahun 1965 datanglah seorang katekis bernama Hadi Soekarto untuk membantu Romo Borst, SCJ melayani umat. Setiap kegiatan peribadatan Ekaristi diadakan di rumah Bapak Hadi Soekarto. Seiring bertambahnya jumlah umat, maka Keuskupan Tanjungkarang membeli sebidang tanah dan rumah yang berlokasi di Prosida (terletak antara Bandar Jaya dan Simpang Agung). Pada tahun 1967, diadakanlah upaya untuk menjadikan daerah Bandar Jaya, Prosida, Simpang Agung dan sekitarnya untuk menjadi Paroki sendiri sebagai pemekaran wilayah. Pada akhirnya pada tahun 1968 upaya tersebut terwujud sehingga menjadi paroki sendiri yang dipimpin oleh Romo Paroki Van Froen Hoven, SCJ. dan terpisah dari paroki Kota Bumi.[1]
Tahun 1971 merupakan tahun yang menjadi titik sejarah berdirinya gereja St. Lidwina sebagai Paroki. Pada tahun ini, penduduk asli di wilayah Prosida dan Simpang Agung rupanya kurang menyukai akan adanya gereja di wilayah ini. Oleh karena itu sempat terjadi perselisihan antara umat Katolik dengan penduduk di wilayah tersebut. Pada akhirnya, seorang kepala suku dari daerah Rantau Jaya menawarkan sebidang tanah untuk mendirikan gereja. Lokasi tersebut terletak di wilayah Bandar Jaya. Pada tahun 1971 dibangunlah sebuah gereja dan pastoran yang terletak di Bandar Jaya. Mulai pada saat itu Bandar Jaya ditetapkan sebagai Paroki dengan nama Paroki St. Lidwina yang dipimpin oleh Romo Paroki Sounder Meijer, SCJ.[1]
Perkembangan Umat
[sunting | sunting sumber]Umat paroki Bandar Jaya dan sekitarnya pada mulanya berjumlah 10 KK, hingga pada pesta perak Paroki Bandar Jaya pada tahun 1993 jumlah umat paroki telah menjadi 6700 orang. Pada tahun 2005, stasi Fajar Mataram yang semula menjadi salah satu stasi Paroki Bandar Jaya memisahkan diri dan menjadi Paroki Fajar Mataram. Pada ulang tahun paroki yang ke-40 tahun atau tahun 2001 Bandar Sakti yang semula menjadi salah satu stasi Bandar Jaya memisahkan diri dan berdiri menjadi Paroki sendiri. Berhubung adanya pemekaran wilayah tersebut, maka hingga tahun 2013 jumlah umat paroki Bandar Jaya menjadi 2483 orang.[1]