Hubungan Malaysia dengan Palestina
Malaysia |
Palestina |
---|---|
Misi diplomatik | |
Kedutaan Besar Malaysia, Kairo | Kedutaan Besar Palestina, Kuala Lumpur |
Utusan | |
Duta besar Mohd Haniff Abd Rahman | Duta besar Anwar H. Al Agha |
Hubungan Malaysia dengan Palestina cukup erat karena letak Masjid Al-Aqsa yang berada di Baitulmuqaddis, Palestina. Masjid ini merupakan masjid suci umat Islam yang ke-3.
Kemerdekaan Palestina diperjuangkan pertama kali olehOrganisasi Pembebasan Palestina. Perjuangan tersebut kemudian dilanjutkan oleh partai Fatah bersamaan dengan gerakan Hamas. Fatah (Harakat al-Tahrir al-Filistiniya) dibentuk selama periode tahun 1950-an, sedangkan Hamas (Harakat al-Muqawama al-Islamiya) dibentuk pada tahun 1987. Pemerintah Malaysia dan Organisasi Nasional Melayu Bersatu memberikan dukungan kepada Yasser Arafat dan Organisasi Pembebasan Paletina. Sedangkan Partai Islam Se-Malaysia memberikan dukungan kepada Hamas yang mendukung rakyat. Amerika Serikat menganggap Hamas sebagai kelompok teroris setelah berhasil memenangkan pemilihan umum di Malaysia pada 25 Januari 2006. Dalam pemilihan umum tersebut, Hamas memperoleh 74 kursi, sedangkan Fatah memperoleh 45 kursi saja.
Perang saudara terjadi antara Hamas dengan Fatah secara berkelanjutan. Hamas mendapat dukungan dari Iran dan Syria, sedangkan Fatah mendapat dukungan dari Israel dan Amerika Serikat. Dana sebesar AS$ 86.4 juta diberikan kepada Mahmood Abbas dan Fatah sebagai bantuaan dalam membentuk pasukan keamanan Presiden.[1]
Era Yasser Arafat
[sunting | sunting sumber]Malaysia merupakan sebuah negara dengan wilayah geografi yang tidak terlalu luas dan jaraknya jauh dari Palestina. Karenanya, Malaysia tidak pernah mengirim pasukan militer maupun logistik ke Palestina untuk menentang orang Yahudi yang mendukung Israel. Malaysia dan negara-negara yang terhimpun dalam Organisasi Kerja Sama Islam tidak mampu memberikan bantuan ketika Yasser Arafat dikepung di kantornya akibat tuduhan sebagai teroris. Meski demikian, Malaysia selaku ketua Organisasi Kerja Sama Islam sekaligus ketua Gerakan Non-Blok tetap mendukung perjuangan rakyat Palestina.
Pada tanggal 11 November 2004, Arafat wafat di sebuah rumah sakit militer di Paris. Di akhir hayatnya, Arafat telah menyetujui perdamaian dengan Yitzhak Rabin dan di hadapan Bill Clinton melalui Perjanjian Perdamaian Camp David. Melalui Persetujuan Damai Oslo, Organisasi Pembebasan Paletina diberikan izin untuk mendirikan negara Palestina di Tepi Barat dan Gaza. Di Ramallah, Arafat menobatkan dirinya sebagai Presiden Palestina.[2]
Arafat melakuan kunjungan ke Malaysia pada tahun 1984 untuk bertemu dengan Menteri Luar Negeri Malaysia yaitu Ahmad Rithauddeen Ismail dan Ghazali Shafie.
Era Presiden Mahmoud Abbas
[sunting | sunting sumber]Palestina kembali melakukan perdamaian dengan Israel ketika Presiden Palestina yaitu Mahmoud Abbas dan Perdana Menteri Israel, Ariel Sharon bertemu di Sharm el-Sheikh, Mesir.[3] Rencana perdamaian ini merupakan anjuran dari Amerika Serikat. Perjanjian damai itu disaksikan oleh Presiden Mesir saat itu, Hosni Mubarak dan Abdullah II dari Yordania.
Mahmoud Abbas melakukan kunjungan ke Kuala Lumpur pada tahun 2007. Ia menemui mantan Perdana Menteri Malaysia, yaitu Abdullah Ahmad Badawi.
Mahmoud Abbas kembali melakukan kunjungan ke Malaysia pada tanggal 26 Mei 2010. Kali ini ia mengunjungi Perdana Menteri Malaysia yaitu Najib Razak dan Sultan Terengganu yaitu Mizan Zainal Abidin.[4]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Pergolakan terancang di Palestin Utusan Malaysia
- ^ Rais, Hishamuddin (2004-11-10). "Pejuang yang bernama Yasser Arafat a.k.a Abu Ammar". Malaysiakini (dalam bahasa Melayu). Diakses tanggal 2021-05-13.
- ^ Berakhirkah derita Palestin?
- ^ Presiden Palestin Mahmoud Abbas Lawat Malaysia Esok