Lompat ke isi

Surat Paulus yang Pertama kepada Jemaat di Korintus

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari I Korintus)
1 Cor. 1:1-2a dari abad ke-14Minuscule 223

Surat Paulus yang Pertama kepada Jemaat di Korintus (disingkat Surat 1 Korintus, I Korintus, 1Kor atau I Kor) merupakan salah satu dari ketiga surat (1 & 2 Korintus serta Roma) yang menempati posisi sentral dalam bagian Perjanjian Baru di Alkitab Kristen.[1] Surat Korintus yang pertama ditulis setelah Paulus menerima kabar buruk dari orang-orang Kloe.[2] Berita buruk tersebut adalah timbulnya persoalan-persoalan, seperti keikutsertaan jemaat Korintus dalam upacara-upcara keagamaan kafir, penghakiman di depan orang-orang kafir dan pelacuran.[3] Selain masalah-masalah etis dan moral, surat ini juga merupakan surat penggembalaan untuk menegur jemaat di Korintus yang memiliki berbagai macam karunia, sehingga menjadikan jemaat satu dengan yang lainnya saling menyombongkan diri.[3]

Ayat-ayat terkenal

[sunting | sunting sumber]
  • 1 Korintus 10:13: Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.
  • 1 Korintus 13:4–8: Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan.
  • 1 Korintus 9:16: Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil.

Konteks Surat 1 Korintus

[sunting | sunting sumber]

Gambaran kota Korintus

[sunting | sunting sumber]

Kota Korintus bukanlah kota kuno yang telah lama dikenal sebagai pusat perdagangan, budaya, dan berbagai macam kegiatan politik, melainkan kota ini pernah dihancurkan oleh orang-orang Romawi pada 146 SM.[4] Barulah setelah kehancuran itu, kota Korintus dibangun kembali oleh Julius Caesar pada tahun 46 SM.[4] Setelah pembangunan kembali, kota ini pun dikenal sebagai pusat provinsi Romawi, yaitu Akhaya yang pada tahun 55 M dipimpin oleh Gubernur Galio dan menjadi pusat perdagangan yang berkembang, khususnya industri keramik (barang tembikar).[2][4] Selain perdagangan tembikar, kota ini dikenal juga karena kemajuannya yang pesat dalam kebudayaan, pendidikan, dan juga karena banyaknya agama Hellenis yang terdapat di sana.[3] Kota ini didominasi oleh Akrokorintus yang dikenal sebagai dewi asmara dan pemujaan dewi ini banyak menghasilkan tindakan-tindakan amoral pada zaman Aristofanes.[2] Tindakan amoral itu didominasi oleh perilaku seksual yang sembarangan dan pemujaan dewa-dewi Romawi di kuil-kuil utama dan orang-orang Kristen di Korintus ada sebagian yang termasuk mengikuti praktik-praktik amoral tersebut.[4]

Gambaran Jemaat di Korintus

[sunting | sunting sumber]

Gereja di Korintus didirikan pada perjalanan penginjilan Paulus yang kedua, sekitar musim gugur tahun 52 M, seperti yang tertulis dalam Kisah Para Rasul 18:1-18. Di Korintus, Paulus tinggal selama 18 bulan, mengasuh gereja yang baru ini, sambil sehari-hari bekerja sebagai tukang membuat tenda.[5] Paulus menyebut orang Korintus 'tidak kekurangan dalam suatu karunia pun'.[2] Atas keadaan inilah, jemaat di Korintus menjadi sangat bergembira, namun sikap ini juga yang membuat jemaat di Korintus menjadi congkak, puas diri, sehingga keadaan jemaat menjadi kacau.[2] Akibat kekacauan ini, jemaat Korintus mengalami ekstase (kegembiraan yang meluap).[2] Ekstase ini ditujukan bukan lagi kepada Kristus, melainkan terhadap perempuan-perempuan yang dapat memenuhi hasrat mereka.[2] Terjadinya berbagai macam penyimpangan moral di jemaat Korintus sebenarnya timbul dari komunitas Yahudi Gnostik.[6] Gnostisisme adalah gerakan spiritual yang mempengaruhi kehidupan Kristen, awalnya di sekitar Laut Tengah.[6] Selanjutnya, dalam praktik penyembahan berhala, jemaat di Korintus dipengaruhi oleh pemikiran Yunani yang rasionalis.[2]

Penulis dan Tempat Penulisan Surat I Korintus

[sunting | sunting sumber]

Surat ini menyebut Paulus sebagai penulis utama surat ini, bersama Sostenes, seperti yang tertulis di 1 Korintus 1:1. Tampaknya surat ini ditulis dengan bantuan seorang sekretaris (mengingat tidak mudahnya penulisan surat di atas kertas perkamen, tetapi di akhir surat ini, Paulus menulis dengan tulisan tangannya sendiri.[7] Ia menulis surat ini di kota Efesus.[8]

Waktu penulisan

[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan informasi dari Kisah Para Rasul 20:31 kemungkinan besar pada tahun terakhir dari masa tinggal selama 3 tahun di Efesus, sekitar bulan Maret-April 56 M, yang berarti gereja Korintus saat itu berusia sekitar 4 tahun.[5] Robinson meyakini penulisannya pada musim semi (antara bulan Maret - Juni) tahun 55 M.[9] Pendapat lain memberi perkiraan tahun 53,[10] atau tahun 53-56.[11]

Tujuan penulisan

[sunting | sunting sumber]

Keberadaan jemaat di Korintus dikenal karena perpecahan mereka antara berbagai golongan dan karena perilaku moral mereka yang menyimpang, sehingga masing-masing membanggakan keunggulannya dan berbuat semaunya tanpa ada aturan.[6][12] Adanya perbedaan antara mereka sebenarnya bukan timbul dari kejahatan mereka saja, namun juga disebabkan oleh guru-guru agama yang membuat perbedaan golongan.[12] Atas perbedaan-perbedaan inilah Paulus menulis suratnya untuk menegur perpecahan yang telah merusak iman jemaat.[12]

Garis Besar Isi

[sunting | sunting sumber]

Secara garis besar, isi surat I Korintus terbagi menjadi sebelas, yaitu:[2]

  • Salam dan pengantar (1:1-9).
  • Perpecahan dalam jemaat; terdapat perbandingan antara ajaran Paulus dengan ajaran Apolos (1:10-4:21).
  • Kejadian maksiat (asusila) (5:1-13).
  • Peringatan lebih lanjut terhadap masalah asusila (6:1-20).
  • Pembicaraan mengenai perkawinan (7:1-40).
  • Persoalan tentang daging yang dipersembahkan kepada berhala: tafsiran Paulus mengenai pelayanan yang rasuli (8:1-11:1).
  • Pembenaran terhadap ketidakberaturan dalam perkumpulan ibadah; tutup kepala wanita, pesta kasih, dan perjamuan kudus (11:2-34).
  • Karunia-karunia rohani (12:1-31; 14:1-40).
  • Konsep tentang Kasih (13:1-13).
  • Ajaran Kristen yang benar tentang kebangkitan orang mati (15:1-58).
  • Petunjuk tentang pengumpulan persembahan bagi Yerusalem; berbagai macam peringatan; salam penutup (16:1-24)

Tema Pokok

[sunting | sunting sumber]

Pergumulan kepemimpinan dalam gereja

[sunting | sunting sumber]

Jemaat terpecah menjadi berbagai kelompok yang memilih salah satu dari tiga pemimpin: Paulus, Petrus, atau Apolos (1:12). Paulus menasihatkan, "adakah Kristus terbagi-bagi? Adakah Paulus disalibkan karena kamu?" (1:10,13).

Orang Kristen yang bertindak buruk

[sunting | sunting sumber]

Paulus heran dengan banyaknya tindakan yang bertentangan dengan sikap Kristen. Orang Kristen berkewajiban untuk mengkritik dan mendisiplin anggota-anggota mereka. Ia menasihati agar "jangan bergaul dengan orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu" (5:11). Bahkan lebih tegas Paulus menambahkan, "usirlah orang yang melakukan kejahatan dari tengah-tengah kamu" (5:13).

Pernikahan

[sunting | sunting sumber]

Tuhan memberikan kepada sebagian orang karunia menjadi suami atau istri, dan sebagian diberikan karunia untuk tinggal membujang, demi kepentingan kerajaan-Nya (7:7,32). Paulus mengakui "lebih baik kawin daripada hangus karena hawa nafsu." (7:9).

Makan hidangan yang telah dipersembahkan kepada berhala

[sunting | sunting sumber]

Paulus menganggap masalah ini tidak terlalu penting, karena semua makanan berasal dari Tuhan, namun demikian orang Kristen harus peka terhadap orang-orang percaya lain yang berkeberatan makan hidangan seperti itu (8:1-13).

Pakaian untuk ibadah

[sunting | sunting sumber]

Orang harus berpakaian dengan pantas, bukan sebagai orang yang pamer, menarik perhatian untuk diri sendiri, atau sebagai godaan untuk lawan jenis (11:1-16).

Perjamuan Tuhan

[sunting | sunting sumber]

Ini merupakan perayaan bersama untuk mengenang kematian dan kebangkitan Kristus. Jemaat Korintus telah menggantinya menjadi pemisahan makanan bagi orang yang kaya dan miskin. Orang miskin hanya makan makanan yang tersisa (11:20-33).

Karunia Rohani

[sunting | sunting sumber]

Tuhan memberikan kemampuan yang berbeda kepada berbagai orang. Setiap karunia penting dan bermanfaat dalam pekerjaan Tuhan (12:1-31).

Puisi tentang kasih muncul setelah Paulus berbicara mengenai karunia-karunia. Paulus menekankan bahwa semua kemampuan itu tidak berarti jika tidak keluar dari hati yang penuh kasih. Kemampuan untuk mengasihi seseorang adalah karunia terbesar dari semua karunia -lebih besar dari pengharapan bahkan lebih besar dari iman (13:13).

Kebangkitan Kristus dan iman kita

[sunting | sunting sumber]

Beberapa orang percaya saat itu tidak percaya bahwa tubuh akan dibangkitkan. Paulus mengajarkan bahwa, "jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu." Inilah jaminan bahwa orang yang telah mati akan dihidupkan kembali. Sebab kematian masuk ke dalam dunia dengan perantaraan satu orang, begitu juga hidup kembali dari kematian diberikan kepada manusia dengan perantaraan satu orang (15:20-21).

Pokok-pokok Teologis

[sunting | sunting sumber]

Jemaat harus menjadi satu persekutuan di dalam Tuhan

[sunting | sunting sumber]

Mengingatkan jemaat di Korintus untuk tetap dalam persekutuan (koinonia), sehati sepikir, seia-sekata dan jangan ada perpecahan di antara jemaat merupakan perhatian utama Paulus.[13] Peringatan ini diberikan oleh Paulus karena dalam jemaat timbul beberapa alasan yang membuat perpecahan itu, pertama adanya berbagai ajaran yang membuat jemaat berselisih (1 Kor.1:11) dan iri hati (1 Kor.3:3).[13] Kedua, orang yang "kuat" mencari kesenangan sendiri dalam ritual penyembahan berhala, sehingga mereka tidak memperhatikan keadaan orang "lemah" (1 Kor.10:33), kemudian yang ketiga adanya orang-orang tertentu yang melahap habis hidangan saat perjamuan bersama, sehingga orang yang datang belakangan tidak mendapatkan jatahnya dan menjadi lapar (1 Kor.11:17-34), dan yang terakhir juga ditimbulkan karena adanya orang yang saling membanggakan karunianya masing-masing.[13] Dalam peringatan ini juga, Paulus menggunakan metafora tentang banyak anggota dalam satu tubuh untuk memberitahu jemaat bahwa setiap anggota harus saling mendukung.[13]

Hidup kudus sebagai tubuh Kristus

[sunting | sunting sumber]

Sabagai umat Allah, (1 Kor.1:24; 10:32) jemaat harus menunjukkan hidupnya dalam kekudusan.[13] Paulus harus mengingatkan bahwa status mereka bukanlah kagi "orang biasa", melainkan mereka adalah umat yang telah disucikan, dikuduskan serta dibenarkan oleh Allah dalam Yesus Kristus dan Roh Kudus.[13] Peringatan ini diberikan oleh Paulus karena banyak dari anggota jemaat yang terlibat dalam hubungan seks, bahkan hubungan seks sesama anggota keluarga, padahal mereka belum ada dalam hubungan suami-isteri, ada juga yang datang ke kuil-kuil untuk dilayani pelacur, dan melakukan ritual-ritual penyembahan berhala.[12][13] Sebenarnya prkatek-praktik kejahatan dan perzinahan tersebut pada saat itu tidak dilarang, bahkan diizinkan oleh tradisi karena saat itu sedang terkenal istilah "tubuh adalah rumah jiwa", sehingga orang harus menjaga jiwa dengan memenuhi keinginan tubuh mereka.[13] Untuk menanggapi persoalan bergaul dengan pelacur, Paulus berangkat dari Amsal 6:26&32 bahwa selain merusak, hal itu juga dapat menyebabkan berdosa terhadap dirinya sendiri.[13] Kedua, menanggapi slogan yang terkenal di atas, Paulus menegaskan bahwa tubuh adalah milik Allah dan merupakan bagian dari anggota tubuh Kristus, oleh karena itu jemaat harus memuliakan Allah dengan tubuhnya.[13]

Kebangkitan orang mati

[sunting | sunting sumber]

Permasalahan ini timbul ke permukaan disebabkan oleh sekelompok orang yang tidak memahami kebangkitan tubuh (1 Kor. 15:12) serta bagaimana kebangkitan itu terjadi (1 Korintus 15:35).[13] Masyarakat Roma memahami bahwa kematian dapat membebaskan jiwa dari tubuh.[13] Maka dari itulah jemaat Kristen di Korintus tidak percaya akan hal ini, karena pemahaman mereka yang masih dipengaruhi oleh Helenistik yang mengatakan bahwa jika ada kehidupan sesudah kematian, maka hanya merupakan tipe dari suatu keberadaan yang tidak bertubuh.[13] Maka tanggapan Paulus akan hal ini menegaskan bahwa orang yang sudah mati dapat bangkit sekalipun tubuh jasmaninya (soma psychicon) telah hancur, karena menurutnya kehancuran tubuh jasamani itu akan diganti dengan tubuh rohani dalam kepribadian yang dikenal Allah (soma pneumatikon).[13] Melalui masalah kebangkitan ini, Paulus juga ingin memberitahu pada jemaat Korintus bahwa mereka semua telah memiliki iman yang sama yaitu iman di atas Yesus Kristus yang telah bangkit pada hari ketiga dari antara orang mati.[13] Lewat pemberitaan ini, Paulus menghubungkan bahwa antara kebangkitan Yesus dengan kebangkitan orang percaya pada masa depan tidak terpisahkan.[13] Ketidakterpisahan ini dikatakan Paulus bahwa kematian orang-orang percaya tidak akan binasa, karena mereka mati bersama Kristus dan kematiannya tidak menjadi binasa karena kebangkitan Kristus.[13] Selanjutnya, Paulus juga memberikan perhatiannya pada kebangkitan orang percaya pada masa depan.[13] Ia menegaskan bahwa tanpa kebangkitan tubuh, tidak mungkin ada kekekalan (1 Kor.15:18,19).[13]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]
Surat Paulus yang Pertama kepada Jemaat di Korintus
Didahului oleh:
Surat Roma
Perjanjian Baru
Alkitab
Diteruskan oleh:
Surat 2 Korintus

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ John Drane. 1996. Memahami Perjanjian Baru: Pengantar Historis-Teologis. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm.346-360.
  2. ^ a b c d e f g h i (Indonesia)J.D Douglas. 1992. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini: Jilid I (A-L). Jakarta: Yayasan Bina Kasih/OMF. Hlm.583-587.
  3. ^ a b c Bambang Subandrijo. 2010. Menyingkap Pesan-pesan Perjanjian Baru. Bandung: Bina Media Informasi. Hlm.33-34.
  4. ^ a b c d V.C.Pfitzner. 2000. Kesatuan dalam Kepelbagaian: Tafsiran atas Surat 1 Korintus. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm.1-11.
  5. ^ a b The Nelson Study Bible. Thomas Nelson, Inc. 1997
  6. ^ a b c Klaus Koch. 1997. Kitab Yang Agung. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm.119-124.
  7. ^ 1 Korintus 16:21
  8. ^ 1 Korintus 16:8
  9. ^ John Arthur Thomas Robinson (1919-1983). "Redating the New Testament". Westminster Press, 1976. 369 halaman. ISBN 10: 1-57910-527-0; ISBN 13: 978-1-57910-527-3
  10. ^ A. Harnack, Geschichte der altchristlichen Litteratur bis Eusehius, Leipzig 1893-7, vol. II.
  11. ^ W. G. Kummel, "Introduction to the New Testament" (Heidelberg i963),ET 1966; 21975.
  12. ^ a b c d Howard M. Gering. 1992. Analisis Alkitab Perjanjian Baru. Jakarta: Yayasan Pekabar Injil "IMMANUEL". Hlm.64-67.
  13. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s Samuel B.Hakh. 2010. Perjanjian Baru: Sejarah, Pengatar dan Pokok-pokok Teologisnya. Bandung: Bina Media Informasi. Hlm.137-155.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]