Ketengikan
Ketengikan, adalah proses yang menyebabkan suatu zat menjadi tengik, yaitu, memiliki bau busuk dan/atau rasa yang tidak enak. Secara khusus, ini adalah hidrolisis dan/atau autoksidasi lemak menjadi aldehida dan keton rantai pendek yang rasa dan bau tidak enak.[1] Bila proses ini terjadi pada makanan, bau dan rasa yang tidak diinginkan dapat terjadi. Dalam beberapa kasus, bagaimanapun, rasa dapat dikehendaki (seperti dalam keju peram).[2] Dalam daging olahan, rasa ini secara kolektif dikenal sebagai warmed-over flavor. Ketengikan juga dapat mengurangi nilai gizi makanan, dan beberapa vitamin sangat sensitif terhadap degradasi.[3] Mirip dengan ketengikan, degradasi oksidatif juga terjadi pada hidrokarbon lainnya, misalnya minyak pelumas, bahan bakar, dan cairan pemotong mekanis.[4]
Jalur ketengikan
[sunting | sunting sumber]Terdapat tiga jalur proses ketengikan yang diketahui:[5]
Ketengikan hidrolitik
[sunting | sunting sumber]Ketengikan hidrolitik merujuk pada bau yang ditimbulkan ketika trigliserida terhidrolisis dan asam lemak bebas dilepaskan. Reaksi lipid dengan air ini kadang-kadang memerlukan suatu katalis, tetapi menghasilkan pembentukan asam lemak bebas dan garam dari asam lemak bebas. Terutama, asam lemak rantai pendek, seperti lemak mentega biasa, berbau tidak sedap. Ketengikan makanan mungkin sangat sedikit, ditandai dengan hilangnya kesegaran yang sangat parah, ditandai dengan bau dan/atau rasa yang tidak sedap.
Ketengikan oksidatif
[sunting | sunting sumber]Ketengikan oksidatif terkait dengan degradasi oleh oksigen di udara. Melalui proses radikal bebas, ikatan rangkap asam lemak tak jenuh dapat mengalami pembelahan, membebaskan aldehida dan keton yang mudah menguap. Oksidasi terutama terjadi pada lemak tak jenuh. Misalnya, meskipun daging disimpan dingin atau dalam keadaan beku, lemak tak jenuh akan terus teroksidasi dan perlahan menjadi tengik. Proses oksidasi lemak, yang berpotensi mengakibatkan ketengikan, dimulai segera setelah hewan disembelih dan lemak otot, intra-muskular, inter-muskular dan permukaan terpapar oksigen dari udara. Proses kimia ini berlanjut selama penyimpanan beku, meski lebih lambat pada suhu rendah. Prosesnya bisa ditekan dengan menghilangkan oksigen atau dengan penambahan antioksidan.[butuh rujukan] Dengan demikian, kemasan kedap udara akan memperlambat ketengikan.
Ketengikan mikrobial
[sunting | sunting sumber]Ketengikan mikrobial merujuk pada proses di mana mikroorganisme, seperti bakteri atau jamur, menggunakan enzim mereka, semacam lipase, untuk memecah lemak. Jalur ini bisa dicegah dengan sterilisasi.
Efek terhadap kesehatan
[sunting | sunting sumber]Mengkonsumsi produk makanan tengik sepertinya tidak akan menyebabkan penyakit atau bahaya langsung. Ketengikan dapat mengurangi nilai gizi makanan, dan beberapa vitamin sangat sensitif terhadap degradasi.[3] Selain itu, ketengikan dapat menghasilkan senyawa beracun potensial yang terkait dengan dampak buruk kesehatan jangka panjang yang berhubungan dengan penuaan dini, gangguan neurologis, penyakit jantung, dan kanker.[6]
Mengurangi ketengikan
[sunting | sunting sumber]Antioksidan sering digunakan sebagai bahan pengawet dalam makanan yang mengandung lemak untuk menunda atau memperlambat ketengikan karena oksidasi. Antioksidan alami termasuk polifenol (misalnya flavonoid), asam askorbat (vitamin C) dan tokoferol (vitamin E). Antioksidan sintetis termasuk hidroksianisola terbutilasi (BHA), hidroksitoluena terbutilasi (BHT), TBHQ, propil galat dan etoksikuin. Antioksidan alami cenderung berumur pendek[butuh rujukan], sehingga digunakan antioksidan sintetis jika diutamakan umur simpan lebih lama. Efektivitas antioksidan yang larut dalam air terbatas hanya mencegah oksidasi langsung dalam lemak, namun sangat berharga dalam mencegat radikal bebas yang berpindah melalui bagian makanan berair. Kombinasi antioksidan yang larut dalam air dan larut dalam lemak sangat ideal, biasanya sesuai rasio lemak terhadap air.
Selain itu, ketengikan dapat dikurangi, namun tidak sepenuhnya dihilangkan, dengan menyimpan lemak dan minyak di tempat yang sejuk dan gelap dengan sedikit paparan oksigen atau radikal bebas, karena panas dan cahaya mempercepat laju reaksi lemak dengan oksigen. Zat antimikroba juga dapat menunda atau mencegah ketengikan dengan menghambat pertumbuhan bakteri atau mikroorganisme lainnya yang mempengaruhi prosesnya.[1]
Teknologi penangkapan oksigen (bahasa Inggris: oxygen scavenging) dapat digunakan untuk menghilangkan oksigen dari kemasan makanan sehingga mencegah ketengikan oksidatif.
Pengukuran stabilitas oksidatif
[sunting | sunting sumber]Stabilitas oksidatif adalah ukuran ketahanan minyak atau lemak terhadap oksidasi. Oleh karena prosesnya terjadi melalui reaksi berantai, maka reaksi oksidasi memiliki periode ketika relatif lambat, sebelum tiba-tiba menjadi cepat. Waktu untuk hal ini terjadi disebut "waktu induksi", dan dapat berulang dengan kondisi yang sama (suhu, aliran udara, dll.). Ada beberapa cara untuk mengukur kemajuan reaksi oksidasi. Salah satu metode paling populer digunakan saat ini adalah metode Rancimat.
Metode Rancimat dilakukan dengan menggunakan aliran udara pada suhu antara 50 dan 220 °C. Produk oksidasi yang mudah menguap (sebagian besar asam format[7]p. 47) dibawa oleh aliran udara ke dalam bejana pengukur, di mana mereka diserap (larut) dalam cairan pengukur (air suling). Kurva oksidasi dapat dihasilkan dengan pengukuran konduktivitas larutan ini secara kontinu. Titik taring (bahasa Inggris: cusp point) kurva oksidasi (titik di mana kenaikan konduktivitas secara cepat dimulai) menandakan waktu induksi reaksi ransidifikasi,[8] dan dapat diambil sebagai indikasi stabilitas oksidatif sampel.
Metode Rancimat, instrumen stabilitas oksidatif (oxidative stability instrument, OSI) dan oksidograf (bahasa Inggris: oxidograph), semuanya dikembangkan sebagai versi otomatis dari metode oksigen aktif (active oxygen method, AOM) yang lebih rumit. Semuanya berdasarkan angka peroksida,[8] untuk menentukan waktu induksi lemak dan minyak. Seiring berjalannya waktu, metode Rancimat menjadi mapan, dan telah disetujui ke dalam nomor standar pengujian internasional dan nasional, misalnya AOCS Cd 12-92 dan ISO 6886.
Lihat juga
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Erich Lück and Gert-Wolfhard von Rymon Lipinski (2002), "Foods, 3. Food Additives", Ullmann's Encyclopedia of Industrial Chemistry, Weinheim: Wiley-VCH, doi:10.1002/14356007.a11_561
- ^ Alfred Thomas (2005), "Fats and Fatty Oils", Ullmann's Encyclopedia of Industrial Chemistry, Weinheim: Wiley-VCH, doi:10.1002/14356007.a10_173
- ^ a b Termes, Waldemar (1990). Naturwissenschaftliche Grundlagen der Lebensmittelzubereitung. Hamburg: Behr's Verlag. hlm. 50–37. ISBN 9783925673849.
- ^ Peter P. Klemchuk (2000), "Antioxidants", Ullmann's Encyclopedia of Industrial Chemistry, Weinheim: Wiley-VCH, doi:10.1002/14356007.a03_091
- ^ Freeman, I. P. (2000). "Margarines and Shortenings". Ullmann's Encyclopedia of Industrial Chemistry. doi:10.1002/14356007.a16_145. ISBN 3527306730.
- ^ Monica Eng (7 March 2012). "Has your food gone rancid?". Chicago Tribune.
- ^ Allen, J.C. & Hamilton, R.J. (1994). Rancidity in Foods. Springer-Verlag GmbH. ISBN 978-0-8342-1287-9.
- ^ a b Miraliakbari, H. (2007). Tree nut oils: chemical characteristics, oxidation and antioxidants. Library and Archives Canada = Bibliothèque et Archives Canada. hlm. 31. ISBN 978-0-494-19381-5.[pranala nonaktif permanen]
Bacaan lanjutan
[sunting | sunting sumber]- Imark, Christian; Kneubühl, Markus; Bodmer, Stefan (December 2000). "Occurrence and activity of natural antioxidants in herbal spirits". Innovative Food Science & Emerging Technologies. 1 (4): 239–243. doi:10.1016/S1466-8564(00)00018-7.