Lompat ke isi

Lebong Tandai, Napal Putih, Bengkulu Utara

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Lebong Tandai
Negara Indonesia
ProvinsiBengkulu
KabupatenBengkulu Utara
KecamatanNapal Putih
Kode pos
38363
Kode Kemendagri17.03.13.2016 Edit nilai pada Wikidata
Luas... km²
Jumlah penduduk... jiwa
Kepadatan... jiwa/km²
Peta
PetaKoordinat: 3°2′27.600″S 101°58′55.200″E / 3.04100000°S 101.98200000°E / -3.04100000; 101.98200000


Lebong Tandai adalah salah satu desa di Kecamatan Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara, provinsi Bengkulu, Indonesia.

Desa ini dialiri oleh Sungai Lusang yang cukup jernih dan terdapat Bendungan bernama "Tokorotan" yang dibangun kolonial Belanda. Kebutuhan listrik di Lebong Tandai terpenuhi selama 24 jam oleh sebuah turbin air peninggalan Belanda yang secara swadaya dipelihara perawatannya.

Kawasan penambangan

[sunting | sunting sumber]

Desa Lebong Tandai dikenal sebagai kawasan penambangan emas sejak zaman kolonial Belanda tahun 1910. Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, tambang emas dan peninggalan berupa bangunan Belanda diambil alih oleh rakyat Lebong Tandai.[1]

Pada tahun 1988, warga Lebong Tandai ditransmigrasikan paksa oleh PT Lusang Mining yang akan memperluas tambang emas di desa itu. Namun, pada tahun 1994 PT Lusang Mining bangkrut dan meninggalkan Lebong Tandai. Warga asli Lebong Tandai yang sempat ditransmigrasikan paksa kembali ke tanah kelahiran mereka.[2]

Kondisi Lebong Tandai Terkini

[sunting | sunting sumber]

Kini wilayah Lebong Tandai beralih dari desa tambang menjadi sebuah kota baru. Ramainya kegiatan penambangan membuat Lebong tidak hanya sebagai wilayah yang aktif memproduksi bahan galian logam mulia, tetapi juga turun memberikan dorongan bagi pusat pemerintahan dan perekonomian baru. Program kolonisasi di Lebong menciptakan hubungan interaksi sosial yang baru dalam kehidupan masyarakat Lebong Tandai, yakni interaksi antara penduduk asli dan pendatang. Namun demikian, karena letak wilayah Lebong Tandai yang memang berada di pedalaman hutan Bengkulu Utara dengan topografi yang sangat landai dan curam, maka kemudahan transportasi sangat sulit untuk dilakukan.[3]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Rahmana, Siti (2018). Dari Mendulang Jadi Menambang. Yogyakarta: Deepublish. hlm. 15. ISBN 9786024538989. 
  2. ^ Acara Jelajah, Minggu, 13 Maret 2011 pukul 08.00 WIB di Trans TV
  3. ^ Rahmana, Siti (2018). Dari Mendulang Jadi Menambang. Yogyakarta: Deepublish. hlm. 83. ISBN 9786024538989.