Madawi
माधवी | |
---|---|
Tokoh dalam mitologi Hindu | |
Nama | Madawi |
Ejaan Dewanagari | माधवी |
Ejaan IAST | Mādhavī |
Kitab referensi | Mahabharata (Udyogaparwa) |
Kasta | kesatria |
Dinasti | Candra |
Ayah | Yayati |
Suami |
|
Anak |
|
Madawi (Dewanagari: माधवी; IAST: Mādhavī ) adalah seorang tokoh dalam mitologi dan legenda Hindu. Ia merupakan putri Raja Yayati, seorang penguasa dari kalangan Dinasti Candra. Kisahnya terdapat dalam kitab Udyogaparwa, salah satu dari himpunan delapan belas kitab Mahabharata. Dikisahkan bahwa ia menikah empat kali demi membantu seorang resi bernama Galawa, yang memiliki hutang kepada Wiswamitra, gurunya.
Kisah tentang Madawi dalam Mahabharata dikemas dalam bentuk cerita berbingkai, dengan Narada — seorang resi pengelana — sebagai naratornya. Kisah dituturkan di hadapan sidang tetua Dinasti Kuru, saat mempersiapkan perang Kurukshetra. Kisah tersebut merupakan salah satu alegori yang dipakai Narada untuk menasihati Duryodana dan manyarankan para tetua Kuru agar membatalkan perang.[1][2]
Kisah
[sunting | sunting sumber]Dalam kitab Udyogaparwa diceritakan bahwa Resi Galawa, murid dari Resi Wiswamitra, berupaya untuk mencari 800 kuda berbulu putih tetapi berkuping hitam sebagai daksina (honorarium) atas pendidikan yang telah ia selesaikan. Atas petunjuk dari Garuda, ia meminta bantuan Maharaja Yayati. Yayati menyarankan agar Galawa mengantarkan Madawi kepada raja Haryaswa di Ayodhya untuk dinikahkan, lalu meminta mas kawin sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Galawa. Saran itu pun dilaksanakan.
Perjalanan bersama Galawa
[sunting | sunting sumber]Bersama dengan Galawa, Madawi berangkat menuju Ayodhya. Setibanya di sana, Galawa menjodohkan Madawi dengan Haryaswa, dan meminta mas kawin berupa 800 kuda putih berkuping hitam. Namun Haryaswa tidak mampu menggenapi jumlah tersebut; ia hanya memiliki 200 ekor saja. Maka dibuatlah kesepakatan bahwa setelah anak dari Haryaswa dan Madawi lahir, maka Madawi harus berpisah, sementara anaknya akan tinggal bersama Haryaswa sebagai penerus takhta.[3]
Setelah memperoleh 200 kuda dari Haryaswa, Galawa dan Madawi pergi ke Raja Diwodasa di kerajaan Kasi dan mengajukan penawaran yang sama. Diwodasa yang sudah mengetahui kabar tentang pernikahan Madawi dengan Haryaswa pun menyetujui penawaran tersebut, tetapi — sama seperti Haryaswa — ia hanya mampu memberi mas kawin sejumlah 200 kuda. Maka setelah anak dari pernikahannya dengan Madawi lahir, Madawi pun berpisah dengannya dan melanjutkan perjalanan bersama Galawa.[4]
Selanjutnya Madawi dan Galawa menemui Raja Usinara dari bangsa Bhoja.[5] Sama seperti dua raja sebelumnya, Galawa memperoleh mas kawin sejumlah 200 kuda lalu pergi meninggalkan sang raja setelah Madawi memberikan keturunan. Saat Galawa hendak mencari raja keempat yang mampu memberinya 200 kuda lagi, Garuda mencegahnya lalu menjelaskan bahwa tidak ada lagi 200 kuda putih bertelinga hitam yang akan diperoleh Galawa. Sebaliknya, ia menyarankan agar Galawa mempersembahkan Madawi sebagai pengganti 200 kuda kepada Wiswamitra. Galawa pun menyetujui saran tersebut, dan Wiswamitra bersedia menerima Madawi sebagai istrinya, sekaligus menyatakan bahwa Galawa telah menggenapi honorarium yang ditagih.[6]
Kehidupan selanjutnya
[sunting | sunting sumber]Dalam Mahabharata dikisahkan bahwa setelah memberikan keturunan kepada Resi Wiswamitra, Madawi kembali kepada Yayati. Yayati pun menyelenggarakan suatu sayembara untuk mencari jodoh bagi Madawi, tetapi Madawi menolaknya. Ia lebih memilih untuk berkhalwat ke hutan, dan melaksanakan tapa brata.[7] Gaya hidupnya dikenal sebagai mregacarini, atau "hidup sebagaimana yang dilakukan oleh rusa", dan berupaya memupuk pahala atas pilihan hidup tersebut.[8]
Bertahun-tahun kemudian, ayahnya yang memupuk banyak kebajikan akhirnya memperoleh tempat di surga dan menikmati kesenangan di sana dalam waktu yang cukup lama. Namun karena lupa diri dan menjadi arogan, Dewa Indra sang penguasa surga mendepaknya sehingga ia terjatuh ke bumi.[9] Tubuhnya mengarah ke hutan Nemisa, tempat 4 cucunya (putra-putra Madawi) sedang melakukan yadnya. Tubuh Yayati tertahan di udara — tepat di atas mereka — sehingga membuat mereka bertanya-tanya. Pada saat itu, Madawi muncul dan menjelaskan kepada putra-putranya bahwa yang tertahan di angkasa adalah kakek mereka. Madawi beserta empat putranya pun mendoakan Yayati agar kembali ke surga. Kebajikan yang telah dipupuk membuat doa mereka manjur sehingga Yayati pun terangkat kembali ke surga.[8][10]
Penampilan
[sunting | sunting sumber]Sebagaimana narasi Yayati kepada Galawa saat bercerita tentang Madawi, diketahui bahwa Madawi merupakan gadis tercantik di dunia pada masanya, dan tidak akan ditolak oleh pria mana pun, bahkan oleh para dewa dan asura sekalipun.[1] Dalam Mahabharata terdapat uraian tentang ciri-ciri fisik Madawi yang dinarasikan oleh Haryaswa:
Enam bagian tubuh yang seharusnya menonjol telah menonjol semua pada gadis ini. Pun tujuh bagian yang seharusnya ramping telah ramping semua padanya. Pun tiga hal yang seharusnya mendalam telah mendalam padanya. Terakhir, lima hal yang seharusnya merah telah merah semua padanya. Tampak ia elok dipandang bahkan oleh para dewa maupun asura sekalipun, dan telah mahir di segala seni dan pengetahuan. Dengan memiliki semua ciri-ciri mulia tersebut, ia pasti akan memiliki banyak keturunan.
— Haryaswa kepada Galawa, Udyoga Parva:CXVI
Dalam buku Mahabharata terjemahan Kisari Mohan Ganguli dijelaskan bahwa anggota tubuh yang dimaksud di sini mengacu kepada standar kecantikan kebudayaan asalnya, dan tafsirannya beragam. Untuk yang menonjol, ada yang menafsirkan bahwa itu mengacu kepada bokong, payudara, pinggul, tetapi kadangkala punggung tangan serta kedua mata juga dimasukkan. Tujuh bagian yang ramping bisa jadi kulit, jari, pinggang, leher, dan semacamnya. Tiga hal bisa mengacu kepada pusar, suara, dan wawasan. Lima hal yang dimaksud juga bisa mengacu kepada lidah, bibir, ujung mata, bahkan telapak tangan. Penafsirannya bermacam-macam.[3]
Suami dan keturunan
[sunting | sunting sumber]Dari empat kali pernikahannya, Madawi memiliki masing-masing seorang putra, yaitu:
- Basumana, putranya dengan Haryaswa, raja dari Dinasti Ikswaku (Suryawangsa) yang berkuasa di Ayodhya.[3]
- Pratardana, putranya dengan Diwodasa, penguasa kerajaan Kasi.[4]
- Siwi, putranya dengan Usinara, raja dari bangsa Bhoja.[5]
- Astaka, putranya dengan Resi Wiswamitra.[6]
Dalam Udyogaparwa disebutkan bahwa Madawi memperoleh anugerah bahwa ia akan kembali perawan setiap kali melahirkan.[3][11] Keperawanan di sini sering dimaknai sebagai perawan dalam hal fisik. Namun, konteks keperawanan yang dimaksud bisa berarti "perawan kembali" secara psikologis, ketika tiadanya ikatan emosional antara Madawi dan pasangannya setelah apa yang disepakati telah tercapai.[1]
Tafsiran dan kritik
[sunting | sunting sumber]Madawi merupakan salah satu tokoh wanita dalam kesusastraan Hindu yang dianggap melakukan kebajikan luar biasa karena membantu seorang resi dan melimpahkan jasa kepada ayahnya agar mencapai surga.[10] Kisah Madawi juga dimaknai bahwa memiliki seorang putri — yang seringkali tidak mendapat prioritas dalam masyarakat patriarki — juga sama menguntungkannya dengan memiliki seorang putra, karena bisa memberikan keturunan yang mendoakan leluhurnya, sebagaimana kisah anak-anak Madawi mendoakan Yayati (kakek mereka) agar mencapai surga.[7]
Meskipun demikian, perannya saat bersama Galawa dikritik sebagai pengabaian terhadap kebebasan seorang wanita, serta menjadikan wanita sebagai suatu komoditas.[8] Upaya menikahkan Madawi dengan empat pria berturut-turut pun dianggap sebagai suatu bentuk prostitusi yang dilakukan oleh Galawa, serta eksploitasi yang dilakukan Yayati. Namun, Madawi yang tidak dendam atas perlakuan demikian, serta masih bersedia mendoakan mendiang ayahnya merupakan suatu perbuatan terpuji dan pesan moral dalam kisah tersebut.[12]
Adaptasi cerita
[sunting | sunting sumber]Madan Mani Dixit menulis novel Madhabi (माधवी) dalam bahasa Nepali yang terinspirasi dari kisah Madawi.[13] Novel tersebut diterbitkan pada tahun 1983 oleh Sajha Prakashan, dan memenangkan penghargaan Madan Puraskar (2039 BS) pada tahun yang sama.[14][15] Kisah Madawi dan Galawa dituturkan ulang dalam novel tersebut dengan latar yang kompleks, mengulas kondisi ekonomi, sosial, dan politik masyarakat zaman Weda 3000 tahun yang lalu.
Madhavi Mahadevan — yang sebelumnya juga menulis novel berdasarkan kisah Kunti dalam Mahabharata — menulis suatu novel berdasarkan kisah Madawi berjudul Bride of the Forest (terbit 2020). Secara garis besar, novel ini setia dengan kisah aslinya, tetapi dengan penambahan beberapa karakter, di antaranya Dewayani, beserta pelayannya. Dalam novel ini, tokoh Madawi berganti nama menjadi Drishadvati.[16]
Silsilah
[sunting | sunting sumber]Sukra | Jayanti | Nahusa | Wresaparwa | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dewayani | Yayati | Sarmista | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Yadu | Turwasu | Madawi | Druhyu | Anu | Puru | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Bangsa Yadawa | Suku Yawana | 4 putra | Dinasti Waiboja | Bangsa Mleccha | Wangsa Paurawa | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c Suresh M. Makvana, ed. (Januari–Maret 2018), International Journal of Indian Psychology, 6 (1), ISSN 2348-5396
- ^ Kisari Mohan Ganguli (1883–1896), "SECTION CVI", The Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa: Udyoga Parva, Sacred-Text.com
- ^ a b c d Kisari Mohan Ganguli (1883–1896), "SECTION CXVI", The Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa: Udyoga Parva, Sacred-Text.com
- ^ a b Kisari Mohan Ganguli (1883–1896), "SECTION CXVII", The Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa: Udyoga Parva, Sacred-Text.com
- ^ a b Kisari Mohan Ganguli (1883–1896), "SECTION CXVIII", The Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa: Udyoga Parva, Sacred-Text.com
- ^ a b Kisari Mohan Ganguli (1883–1896), "SECTION CXIX", The Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa: Udyoga Parva, Sacred-Text.com
- ^ a b Lavanya Vemsani (2021), Feminine Journeys of the Mahabharata: Hindu Women in History, Text, and Practice, Springer International Publishing, ISBN 9783030731656
- ^ a b c Mandakranta Bose, ed. (2000), Faces of the Feminine in Ancient, Medieval, and Modern India, Oxford University Press, ISBN 9780195352771
- ^ Kisari Mohan Ganguli (1883–1896), "SECTION CXXIII", The Mahabharata of Krishna-Dwaipayana Vyasa: Udyoga Parva, Sacred-Text.com
- ^ a b Ashok Kara (2008), And the Thunder Said DA: Stories of Dharma in the Mythology, Philosophy, and Religion of India, iUniverse, ISBN 9780595489343
- ^ Arshia Sattar (27 April 2017), An eternal virgin: Three marriages and several offspring later, Madhavi remains immaculate, The Hindu
- ^ Devdutt Pattanaik (2010), Jaya: An Illustrated Retelling of the Mahabharata, Penguin Books, ISBN 9780143104254
- ^ "साहित्यकार मदनमणि दीक्षितको देहावसान". BBC News नेपाली (dalam bahasa Nepali). Diakses tanggal 2021-11-11.
- ^ "मदन पुरस्कार समर्पण समारोह (वि.सं. २०४०) – मदन पुरस्कार गुठी". guthi.madanpuraskar.org. Diakses tanggal 2021-11-11.
- ^ "Litterateur Madan Mani Dixit cremated with national honors". Khabarhub (dalam bahasa Inggris). 15 August 2019. Diakses tanggal 2021-11-11.
- ^ Madhavi Mahadevan (2020), Bride of the Forest - THE UNTOLD STORY OF YAYATI'S DAUGHTER (dalam bahasa Inggris), Speaking Tiger Books, ISBN 9789389958584