Mamuli
Mamuli adalah perhiasan logam berharga suku Sumba di Pulau Sumba, Indonesia. Mamuli dapat ditemukan dalam masyarakat megalitikum di sisi barat Pulau Sumba, yaitu masyarakat Anakalang. Rancangan perhiasan mamuli terilhami dari bentuk kemaluan wanita, melambangkan bahwasanya perempuan adalah pemberi kehidupan. Mamuli dianggap sebagai perhiasan logam berharga paling penting bagi orang-orang Sumba dan dipandang sebagai benda pusaka yang dihadirkan dalam ritual perukaran penting.[1]
Rancangan
[sunting | sunting sumber]Rancangan mamuli terbagi menjadi dua, yaitu mamuli polos (lobu) dan berhias (karagat). Mamuli lobu memiliki bentuk seperti berlian dengan tengah yang cekung. Terdapat lubang bundar dan celah di tengah yang melambangkan alat kelamin wanita, lambang seksualitas wanita dan kekuatan reproduksi.[2] Mamuli karagat (juga dikenal sebagai ma pawisi 'yang berkaki') memiliki kemuncak tambahan pada bagian bawah yang membuatnya berbentuk seperti huruf omega. Hiasan tambahan juga diletakkan pada kemuncak tersebut, bisa berbentuk ayam, kakatua, penunggang kuda, kerbau, kambing, prajurit dll. yang melambangkan kehebatan laki-laki. Oleh karena itu, mamuli karagat yang paling banyak hiasannya dianggap sebagai laki-laki, sedangkan mamuli yang paling polos dianggap sebagai perempuan.[3] Selama zaman penjajahan, muncullah mamuli bergaya Barok yang diukir, yang memiliki gambaran pertempuran yang rumit dan bahkan bagian yang bisa digerakkan.[4]
Mamuli adalah benda logam yang berharga, biasanya terbuat dari emas atau perak. Dalam mitologi Sumba, logam mulia dipercaya memiliki asal-usul antariksawi: emas disimpan di bumi ketika matahari tenggelam, sedangkan perak berasal dari tenggelamnya bulan, atau dari bintang jatuh.[5]
Kegunaan
[sunting | sunting sumber]Mamuli pada dasarnya adalah perhiasan telinga yang dikenakan pada daun telinga perempuan yang memanjang dan terkadang juga laki-laki. Mamuli yang sangat besar biasanya dikenakan di leher sebagai liontin atau digantung di hiasan kepala. Mamuli juga bisa dipakai sebagai bros di jaket.[6] Sebagai bros, mamuli dikenakan dengan ornamen logam Sumba lainnya, misalnya marangga yang berbentuk lengkungan dua kapak, tabelu yang berbentuk bulan sabit, dan wula yang berbentuk bundar; tetapi dari kesemua itu, mamuli selalu memiliki mutu terbaik.[3]
Mamuli memainkan peran penting dalam upacara besar pertukaran hadiah yang dilakukan oleh orang-orang Sumba barat. Penyerahan seorang wanita dalam pernikahan oleh suatu kelompok ke kelompok lain dipandang sebagai ungkapan paling mesra dari suatu pemberian kehidupan. Kelompok wanita itu berasal dianggap sebagai kelompok 'pemberi hidup' kepada siapa pun yang dinikahinya. Oleh karena konsep ini, hubungan perkawinan dipandang sebagai kunci bagi tatanan masyarakat Sumba. Dengan demikian masyarakat terbagi menjadi kelompok pemberi-istri dan pengambil-istri. Mamuli diberikan oleh kelompok yang mengambil istri kepada kelompok pemberi istri dalam suatu pernikahan. Mamuli lantas menjadi pusaka keluarga yang dipertukarkan dari keluarga ke keluarga dan dari generasi ke generasi. Meskipun demikian, pertukaran mamuli juga bisa terjadi dalam rumah tangga dan bukan melalui pernikahan. Sebagai contoh, babi dipandang sebagai hewan paling berharga yang diakui sebagai hak milik seorang wanita. Seorang pria yang ingin memanfaatkan babi tersebut harus mendapatkan izin dari wanita yang membesarkannya. Hal itu dilakukan dengan menukarkan mamuli dengan babi tersebut.[2]
Mamuli juga dipandang sebagai benda keramat yang disimpan dalam kebendaharaan pemimpin suku. Mamuli dianggap sebagai pusaka yang kuat untuk berbicara dengan para arwah leluhur. Mamuli jarang dipindahkan dari wadahnya, karena kekuatannya dipercaya dapat membunuh orang yang melihatnya atau mendatangkan malapetaka.[7][5] Sebagai kelengkapan perkuburan, mamuli juga disertakan untuk menemani arwah ke alam orang mati.[7]
Lihat juga
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Muhammad Husni & Tiarma Rita Siregar 2000, hlm. 47.
- ^ a b Fox 1999, hlm. 109.
- ^ a b Keane 1997, hlm. 247.
- ^ Richter & Carpenter 2012, hlm. 121.
- ^ a b "Ear Ornament or Pendant (Mamuli)". The Metropolitan Museum of Art. The Metropolitan Museum of Art. 2017. Diakses tanggal November 4, 2017.
- ^ Keane 1997, hlm. 44.
- ^ a b Holmgren & Spertus 1989, hlm. 32.
Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- Fox, James J. (1999). "Culture and Ritual in Indonesia: Rituals of Exchange and Alliance". Dalam Fox, James J. Religion and Ritual. Indonesian Heritage. Singapore: Archipelago Press. ISBN 9813018585.
- Holmgren, Robert J.; Spertus, Anita E. (1989). Early Indonesian Textiles from Three Island Cultures: Sumba, Toraja, Lampung. New York City: Metropolitan Museum of Art. ISBN 9780870995385.
- Keane, Webb (1997). Signs of Recognition: Powers and Hazards of Representation in an Indonesian Society. University of California Press. ISBN 9780520204751.
- Muhammad Husni; Tiarma Rita Siregar (2000). Perhiasan Tradisional Indonesia [Traditional Ornaments of Indonesia]. Direktorat Jenderal Kebudayaan.
- Richter, Anne; Carpenter, Bruce W. (2012). Gold Jewellery of the Indonesian Archipelago. Editions Didier Millet. ISBN 9789814260381.