Marangga
Marangga adalah logam berharga masyarakat Sumba di Pulau Sumba, Indonesia. Benda ini ditemukan di kebudayaan megalitikum di Sumba bagian barat, yakni suku Anakalang. Marangga berbentuk lempengan logam yang dibengkokkan, sedangkan kedua ujungnya melebar seperti berbentuk kapak. Marangga Sumba ini dikenakan dengan cara digantung pada leher sebagaimana liontin, seperti lempengan plastron.[1]
Bentuk dan perubahan
[sunting | sunting sumber]Marangga adalah benda peninggalan kuno. Beberapa benda mirip marangga lainnya telah ditemykan di beberapa situs arkeologis di penjuru kepulauan Indonesia. Benda mirip marangga pertama kali dilihat di Jawa sebagai kepingan emas praklasik kecil, berasal dari abad ke-4 hingga ke-6 Masehi. Benda mirip marangga lainnya juga ditemukan di Flores dengan nama taka, dan Babar dengan nama kapak. Di antara penemuan ini, marangga di Sumba memiliki ukuran yang jauh lebih besar dan masih sering digunakan pada upacara kebudayaan megalitikum yang masyarakat Anakalang masih lakukan.[1]
Marangga umumnya berbentuk lempengan logam tipis berbentuk seperti sepasang kapak. Berat marangga dapat mencapai satu kilogram dan memiliki panjang hingga 35 cm. Beberapa foto bersejarah masyarakat Anakalang memperlihatkan sejumlah marangga ditampilkan pada usungan bambu, menandakan lazimnya dan banyaknya benda emas di Sumba.[2]
Kegunaan
[sunting | sunting sumber]Benda mirip marangga berukuran kecil ditemukan di seluruh Nusantara. Benda ini terbuat dari simpulan kawat dengan kedua ujung yang dipipihkan dan mungkin berfungsi sebagai anting-anting.[2] Sementara itu, marangga Sumba yang terlalu besar dan berat untuk menjadi anting-anting dikenakan sebagai bandul/liontin dengan membelitkan benang ikat ke lubang simpul marangga. Marangga ini berguna selayaknya pelindung dada/plastron bagi pemakainya.
Marangga adalah salah satu benda pusaka Sumba yang dikumpulkan oleh tetua marga/suku sepanjang masa dan hampir selalu disimpan dalam ruangan. Marangga biasanya disimpan di bagian loteng rumah bangsawan Sumba uma mbatangu atau rumah tradisional khas Sumba. Marangga baru dikeluarkan jika terdapat acara upacara khusus, dan di bawah pengawasan teliti dari pendeta desa.[3] Salah satu alasan mengapa demikian adalah bahwasanya mereka percaya bahwa kekuatan marangga dapat membunuh penonton atau mengakibatkan bencana alam.[4]
Lihat juga
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Richter & Carpenter 2012, hlm. 153.
- ^ a b Richter & Carpenter 2012, hlm. 121.
- ^ Rodgers 1988, hlm. 332.
- ^ Holmgren & Spertus 1989, hlm. 32.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Holmgren, Robert J.; Spertus, Anita E. (1989). Early Indonesian Textiles from Three Island Cultures: Sumba, Toraja, Lampung. New York City: Metropolitan Museum of Art. ISBN 9780870995385.
- Richter, Anne; Carpenter, Bruce W. (2012). Gold Jewellery of the Indonesian Archipelago. Editions Didier Millet. ISBN 9789814260381.
- Rodgers, Susan (1988). Power and gold: jewelry from Indonesia, Malaysia, and the Philippines : from the collection of the Barbier-Mueller Museum, Geneva. Prestek-Verlag. ISBN 9783791308593.