Marga (Sumatera Selatan)
Marga adalah pembagian wilayah administratif tradisional yang pernah ada di Sumatera Selatan dan sekitarnya. Sistem marga dipakai pada masa Kesultanan Palembang yang berlanjut pada masa kolonial Belanda hingga pembubarannya pada tahun 1983 di masa Orde Baru. Marga adalah masyarakat adat yang terikat secara budaya dan berhak menjalankan sistem pemerintahan tersendiri sesuai hukum adat. Marga merupakan satu kesatuan teritorial dan genealogis (keturunan). Marga dipimpin oleh seorang "pesirah" dan di dalam marga terdiri atas berbagai dusun yang dipimpin oleh "kerio".[1][2]
Sistem marga mulai melemah dengan adanya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa dan dibubarkan secara resmi melalui Surat Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 142/KPTS/III/1983 tentang Penghapusan Sistem Marga di Sumatera Selatan. Sebagai gantinya, dusun diubah statusnya menjadi desa dengan kerio diangkat sebagai kepala desa. Di sisi lain, pesirah dan instrumen marga dipecat secara hormat dan diberi uang penghargaan atas jasanya. Undang-undang ini bertujuan untuk menyelaraskan pembagian administrasi di Indonesia. Terdapat 193 marga yang dihapuskan dan lebih dari 2000 desa diresmikan.[3]
Sistem pemerintahan
[sunting | sunting sumber]Pada masa Kesultanan Palembang, sistem pemerintahan marga memiliki dasar hukum yaitu Undang-Undang Simbur Cahaya. Dalam peraturan tersebut, marga membawahi beberapa dusun sedangkan dusun membawahi beberapa kampung. Marga dipimpin oleh seorang "pesirah" yang membawahi berbagai kepala dusun atau "kerio". Kerio yang berada di desa tempat pesirah tinggal disebut "pembarap" yang bertugas menggantikan pesirah jika berhalangan hadir. Kampung pada suatu dusun dipimpin oleh "penggawa". Pasirah dan kerio dibantu oleh "penghulu" dan "khatib" dalam bidang keagamaan. Sedangkan "kemit marga" dan "kemit dusun" membidangi urusan keamanan. Di dalam marga juga terdapat "dewan marga" yang memiliki fungsi pengawasan terhadap pesirah dan dapat membuat peraturan adat yang berlaku di marga.[1]
Belanda berhasil menguasai Kesultanan Palembang dan membubarkannya di tahun 1823 yang kemudian diganti dengan sistem pemerintahan kolonial. Pemerintah kolonial menerapkan kebijakan sentralistis untuk tingkat tertinggi namun di tingkat terendah diterapkan kebijakan desentralistis. Dalam kebijakan desentralisasi tersebut, sistem marga yang ada sebelumnya masih dipertahankan, namun dimodifikasi agar selaras dengan kepentingan Belanda. Salah satunya adalah menyelaraskan kesatuan daerah terkecil yang beranekaragam di Sumatera Selatan menjadi sistem marga, seperti kebuwaian yang dipakai di daerah Ogan dan Komering, sumbay di Pasemah, dan petulai di daerah Rejang. Kebijakan lainnya adalah melakukan pemekaran marga dan pembentukan kas atau dana marga yang diambil dari berbagai sumber seperti pajak, hasil produksi, dan penyewaan tanah.[3]
Dalam hierarki pemerintahan Hindia Belanda di Sumatera Selatan, marga adalah sistem pemerintahan yang terendah sehingga langsung berurusan dengan rakyat. Marga berada di bawah onder distrik yang dipimpin "asisten demang", sedangkan onder distrik berada di bawah distrik yang dipimpin oleh "demang". Demang dan asisten demang merupakan warga pribumi dan mereka menjalankan tugas dari kepala onderafdeeling yang disebut "asisten kontrolir". Kemudian di tahun 1930, onderdistrik dan distrik dibubarkan sehingga marga berada langsung dibawah onderafdeeling. Pesirah yang berjasa kepada pemerintahan Belanda mendapat gelar "Depati" atau "Pangeran".[3]
Marga saat ini
[sunting | sunting sumber]Sistem marga secara resmi dihapuskan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 142/KPTS/III/1983 tentang Penghapusan Sistem Marga di Sumatera Selatan. Artinya marga tidak lagi menjadi bagian dari sistem pembagian administrasi dalam pemerintahan Indonesia. Namun, beberapa marga masih bertahan sebagai lembaga adat yang berperan penting dalam menjaga budaya dan tanahnya.[4] Marga yang masih bertahan antara lain Marga Danau di Pedamaran, Ogan Komering Ilir yang berperan penting sebagai penjaga tradisi Suku Panesak.[5] Kemudian Marga Benakat yang ada di sembilan desa di Kabupaten Muara Enim dan memiliki hutan adat dengan luas ribuan hektar. Hutan adat mereka telah diakui oleh Pemerintah Daerah Muara Enim dan mereka berusaha mempertahankan hutan ini dari masuknya perusahaan industri kayu dan perkebunan kelapa sawit.[6][7]
Walaupun telah dihapus, nama marga diabadikan menjadi berbagai nama kecamatan yang ada di Sumatera Selatan dan sekitarnya. Antara lain, Kecamatan Pagar Gunung, Gumay Ulu, dan Pseksu (singkatan dari Marga Penjalang Suku Empayang Kikim dan Saling Ulu) di Kabupaten Lahat.[8]
Daftar marga
[sunting | sunting sumber]Berikut ini adalah marga-marga yang pernah ada di Sumatera Selatan dan sekitarnya:[9]
No. | Provinsi | Daerah | Daftar marga |
---|---|---|---|
1 | Sumatera Selatan | Ogan Ulu | 1) Adji, 2) Bindung Langit Lawang Kulon, 3) Lubai Suku II, 4) Lubuk Batang, 5) Ngabihi IV, 6) Proatin IV Suku I, 7) Rambang Kapak Tengah, 8) Samikrian, 9) Semidang, 10) Sosoh Buah Rayap, 11) Temenggung |
2 | Sumatera Selatan | Komering Ulu | 1) Belitang, 2) Buai Pemuka Bangsa Raja, 3) Buai Pemuka Peliung, 4) Buai Pemaca, 5) Bungamayang, 6) Kiti, 7) Lengkayap, 8) Madang Suku 1, 9) Madang Suku 2, 10) Pakusengkunyit, 11) Semendawai Suku 1, 12) Semendawai Suku 2, 13) Semendawai Suku 3 |
3 | Sumatera Selatan | Muara Dua | 1) Aji, 2) Buai Rawan, 3) Buai Runjung, 4) Buai Sandang, 5) Kisam Ilir, 6) Kisam T. Suku 2, 7) Kisam Ulu, 8) Kisam T. Suku 1, 9) Mekaku Ilir, 10) Mekaku Ulu, 11) Miji, 12) Ranau |
4 | Sumatera Selatan | Ogan Ilir | 1) Burai, 2) Gelumbang, 3) Kartamulia, 4) Lembak Atay, 5) Lubai Suku 1, 6), Lubuk Keliat, 7) Marga Meranjat, 8) Muara Kuang, 9) Parit, 10) Pegagan Ilir Suku 1, 11) Pegagan I Suku 2, 12) Pemulutan, 13) Rambang IV Suku, 14) Rantau Alai, 15) Sakatiga, 16), Tanjung Batu, 17) Tembangan Kelekar |
5 | Sumatera Selatan | Komering Ilir | 1) Bengkulah, 2) Danau, 3) Jajawi, 4) Kayu Agung, 5) Keman, 6) Mesuji, 7) Pampangan, 8) Pangkalanlampam, 9) Pegagan Ulu Suku 2, 10) Pegagan Ulu Suku 1, 11) Rambutan, 12) Sirah Pulau Padang, 13) Teloko, 14) Tulung Selapan |
6 | Sumatera Selatan | Musi Ilir (Sekayu) | 1) Adab, 2) Babat, 3) Batanghari Leko, 4) Dawas, 5) Epil, 6) Kubu Bayat, 7) Kubu Lalan, 8) Kubu T ulu, 9) Lawangwetan, 10) Menteri Melayu, 11) Penukal, 12) Pinggap, 13) Punjung, 14) Rimba Asam, 15) Sangadesa, 16) Sungai Keruh, 17) Supat, 18) Teluk Kijing |
7 | Sumatera Selatan | Palembang dan Banyuasin | 1) Gasing, 2) Kumbang, 3) Muara Telang, 4) Pangkalan Balai, 5) Penuguan, 6) Rantau Bayur, 7) Suaktapeh, 8) Sungai Aren, 9) Sungai Rengas, 10) Sungsang, 11) Talang Betutu, 12) Tanjung Laga, 13) Tungkal Ilir, 14) Upang |
8 | Sumatera Selatan | Lematang Ilir (Muara Enim) | 1) Benakat, 2) IV Petulai Curup, 3) IV Petulai Dalam Blimbing, 4) IV Petulai Dangku, 5) Lawang Kidul, 6) Lengi, 7) Panang Tengah Selawi, 8) Panang Sangang Puluh, 9) Panang Ulung Puluh, 10) Rambang Niru, 11) Semendo Darat, 12) Sungai Rotan, 13) Tembelang Patang Puluh Bubung, 14) Tembelang Penanggiran, 15)Tembelang Ujan Mas, 16) Tembelang Karang Raja |
9 | Sumatera Selatan | Lematang Ulu (Lahat) | 1) Bungamas, 2) Empat L. Manggul, 3) Endikat, 4) Gumai Ulu, 5) Gumai-Lembak, 6) Lawang Kulon, 7) Merapi, 8) Pagar Gunung, 9) Penjalang Suku Empayang Kikim dan Saling Ulu 10) Penjalang Suku Lingsing, 11) Penjalang Suku Pangi, 12) Penjalang Suku Empayang Ilir, 13) S.Dal.S.Lingsing, 14) Temb.Gd.Agung, 15) Ulak Pandan |
10 | Sumatera Selatan | Tebing Tinggi | 1) Kedj. M. Lintang, 2) Kedj. M.M. Ilir, 3) Kedj. MM.Ulu, 4) Lintang K.S. Babatan, 5) Lintang K.S. Sadan, 6) Lintang K.S.M. Danau, 7) Lintang K.S.M. Pinang, 8) Pasemah A Keruh., 9) Semidang, 10) Sikap Dal. M. Ulu, 11) Sikap Pelabuhan, 12) Tedajin, 13) Tiang PS. Ulu, 14) Wulung |
11 | Sumatera Selatan | Pagar Alam | 1) Mulak Ulu, 2) Penjalang Suku Tanjung Kurung, 3) Sumbai Besak Suku Kebun Jati, 4) Sumbay Ulu Lurah Suku Pajar Bulan, 5) Sumbai Besak Suku Alun Dua, 6) Sumbai Mangku Anum Suku Muara Siban, 7) Semidang Suku Pelang Kenidai, 8) Sumbai Besak Suku Lubuk Buntak, 9) Sumbai Mangku Anum Suku Penantian, 10) Sumbai Tanjung Raya Suku Muara Payang |
12 | Sumatera Selatan | Lubuklinggau | 1) Batu K.Lakitan, 2) Bul. T. Semangus, 3) Bul. T.S. Tengah, 4) Bul. T.S. Ulu, 5) Muara Rupit, 6) Proatin Sebelas, 7) Proatin Lima, 8) Rupit Dalam, 9) Rupit ilir, 10) Rupit Tengah, 11) Sikap Dalam musi, 12) Sindang Kel. Ilir, 13) Suka P. Ilir, 14) Suka P. Tengah, 15) Suka Pindah Ulu, 16) Suku T.L. ulu, 17) T.P.Kepungut, 18) Ulu Rawas |
13 | Lampung | Tanjung Karang | 1) Balau, 2) Buku Jadi, 3) Dantaran, 4) Ketibung, 5) Legun, 6) Marga punduh, 7) Marga Ratasy, 8) Marga Sabu Menanga, 9) Marga Teluk Betung, 10) Pedada, 19) Pesisir, 12) Ratu, 13) Waylima, 14) Waysemah |
14 | Lampung | Kotabumi | 1) Buai Baradatu, 2) Buai Barasakti, 3) Buai Bahuga, 4) Buai Junjai, 5) Buai Pemuka Bangsa Raja, 6) Buai Pemuka Pangeran Ilir, 7) Buai Pemuka Pangeran Udik, 8) Buai Pemuka Pangeran, 9) Bunga Mayang, 10) Rebang Seputih, 11) Rebang Kasui, 12) Selagai Kunang, 13) Semenguk |
15 | Lampung | Sukadana | 1) Anaktuha, 2) Beliuk, 3) Buay nuban, 4) Marga tiga, 5) Melintang, 6) Nyerupa, 7) Pubian, 8) Sekampung ilir, 9) Sekampung Ulu, 10) Subing, 11) Subing labuhan, 12) Sukadana, 13) Unyi, 14) Wayseputih |
16 | Lampung | Kotaagung | 1) Benawang, 2) Buai Belunguh, 3) Gunung Alip, 4) Kelumbayan, 5) Limau, 6) Ngarip, 7) Pematang Sawa, 8) Pertiwi, 9) Pugung, 10) Putih, 11) Rebang Pugung |
17 | Lampung | Menggala | 1) Adji, 2) Buai Bulan ilir, 3) Buai Bulan Ulu, 4) Mesuji Lampung, 5) Suai Umpu, 6) Tegamoan |
18 | Bengkulu | Rejang[10] | 1) Bermani, 2) Selupu, 3) Jurukalang, 4) Merigi, 5) Suku VIII, 6) Suku IX |
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Muhidin, Rahmat (2018). "PENAMAAN MARGA DAN SISTEM SOSIAL PEWARISAN MASYARAKAT SUMATERA SELATAN". Jurnal Kebudayaan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 13 (2): 161–175.
- ^ Jumaidi, Susanto; Indriawati, Tri (2023-02-24). "Sistem Pemerintahan Tradisional di Sumatera Selatan". kompas.com. Diakses tanggal 2024-06-25.
- ^ a b c Istianda, Meita; Irwanto, Dedi; Giyanto (2023). Jalan Kembali ke Sistem Marga di Sumatera Selatan (PDF). Palembang: Aksara Pena. ISBN 978-623-8099-02-3.
- ^ "Marga dalam SK Gubernur No 142/KPTS/III/1983". kabarmuaraenim.com. 2020-08-17. Diakses tanggal 2024-06-29.
- ^ Syarif, Abdullah (2023-09-28). "Marga Danau di OKI Sumsel konsisten jaga tradisi". antaranews.com. ANTARA. Diakses tanggal 2024-06-29.
- ^ Wijaya, Taufik (2015-08-24). "Rimbo Sekampung, Hutan Adat Marga Benakat yang Terancam Perkebunan Sawit (bagian – 1)". mongabay.co.id. MONGABAY.
- ^ "Wilayah Adat Marga Benakat". Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA). Diakses tanggal 2024-29-06.
- ^ Andramartik, Mario (2023-07-09). "MARGA LAHAT YANG HILANG". lahatonline.com. Diakses tanggal 2024-06-29.
- ^ Kurniawati, R. Deffi; Mulyani, Sri (2012). Daftar Nama Marga/Fam, Gelar Adat dan Gelar Kebangsawanan Di Indonesia (PDF). Jakarta: Perpustakaan Nasional RI. ISBN 978-979-008-495-7.
- ^ POLA PENGUASAAN, PEMILIKAN DAN PENGGUNAAN TANAH SECARA TRADISIONAL DAERAH BENGKULU (PDF). Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya - Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1990.