Masjid Agung Al-Karomah
Masjid Agung Al-Karomah | |
---|---|
Agama | |
Afiliasi | Islam |
Distrik | Martapura |
Provinsi | Kalimantan Selatan |
Lokasi | |
Lokasi | Banjar, Indonesia |
Koordinat | 3°24′18″S 114°50′54″E / 3.4049172°S 114.8484061°E |
Arsitektur | |
Arsitek | Ridwan Kamil |
Tipe | Masjid |
Gaya arsitektur | Jawa, Banjar, Eropa, Modern |
Spesifikasi | |
Kapasitas | 21.000 Jemaah |
Menara | 3 |
Masjid Agung Al Karomah[1] adalah masjid agung yang terletak di Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan dan merupakan masjid terbesar di Kalimantan Selatan. Masjid ini juga merupakan tengara tanah dari Martapura karena mudah diakses dari seluruh kota di Kalimantan Selatan dan terletak di jJalan Ahmad Yani yang merupakan jalan utama (jalan nasional) antar kota, terutama dari Kalimantan Timur (arah utara) ke Kota Banjarmasin.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Sebagai pusat Kerajaan Banjar, Martapura tercatat menjadi saksi 12 sultan yang memerintah. Pada waktu itu Mesjid berfungsi sebagai tempat peribadatan, dakwah Islamiyah, integrasi umat Islam dan markas atau benteng pertahanan para pejuang dalam menantang Belanda. Akibat pembakaran Kampung Pasayangan dan Masjid Martapura, muncul keinginan membangun Masjid yang lebih besar. Tahun 1280 Hijriyah atau 1863 Masehi, pembangunan masjid pun dimulai.[2]
Masjid Agung Al Karomah, dulunya bernama adalah Masjid Jami’ Martapura, yang didirikan oleh panitia pembangunan masjid yaitu HM. Nasir, HM. Taher (Datu Kaya), HM. Afif (Datu Landak). Kepanitiaan ini didukung oleh Raden Tumenggung Kesuma Yuda dan Mufti HM Noor.[2]
Menurut riwayatnya, Datuk Landak dipercaya untuk mencari kayu Ulin sebagai sokoguru masjid, ke daerah Barito, Kalimantan Tengah. Setelah tiang ulin berada di lokasi bangunan Masjid lalu disepakati.
Tepat 10 Rajab 1315 H (5 Desember 1897 M) dimulailah pembangunan Masjid Jami’ tersebut. Secara teknis bangunan masjid tersebut adalah bangunan dengan struktur utama dari kayu ulin dengan atap sirap, dinding dan lantai papan kayu ulin. Seiring dengan perubahan masa dari waktu ke waktu masjid tersebut selalu di renovasi, tetapi struktur utama tidak berubah.[2]
Malam Senin 12 Rabiul Awal 1415 H dalam perayaan hari kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW, Masjid Jami’ Martapura diresmikan menjadi Masjid Agung Al Karomah dengan ukuran 37,5 meter x 37,5 meter.[2]
Saat ini Masjid Agung Al Karomah berdiri megah dengan konstruksi beton dan rangka atapnya terbuat dari baja nirkarat, yang terangkai dalam struktur space frame. Untuk kubahnya dilapisi dengan bahan enamel.
Di dalam masjid, sampai saat ini masih dapat ditemukan dan dilihat struktur utama Masjid Jami Martapura yang tidak dibongkar, sehingga dapat dilihat sebagai bukti sejarah mulai berdirinya masjid tersebut.
Arsitektur
[sunting | sunting sumber]Dilihat dari segi arsitekturnya, bentuk Masjid Agung Al Karomah Martapura mengikuti Masjid Demak Buatan Sunan Kalijaga. Miniaturnya dibawa utusan Desa Dalam Pagar dan ukurannya sangat rapi serta mudah disesuaikan dengan bangunan sebenarnya sebab telah memakai skala.[2]
Masjid ini sudah mengalami tiga kali renovasi, dimana pada saat ini mengikuti bentuk bangunan modern. Meskipun begitu, empat tiang Ulin yang menjadi Saka Guru peninggalan bangunan pertama Masjid masih dipertahankan di tengah puluhan tiang beton yang menyebar di dalam Masjid. Mimbar yang berumur lebih satu abad sampai sekarang masih berfungsi, dimana mimbar masjid yang diarsiteki H.M Musyafa memiliki ukiran untaian kembang dan berbentuk panggung dengan dilengkapi tangga
Arsitektur Masjid Agung Al Karomah Martapura yang menelan biaya Rp 27 miliar pada renovasi terakhir sekitar tahun 2004, banyak mengadopsi bentuk Timur Tengah. Seperti atap kubah bawang dan ornamen gaya Belanda. Semula atap Masjid berbentuk kerucut dengan konstruksi beratap tumpang, bergaya Masjid tradisional Banjar. Setelah beberapa kali dilakukan renovasi akhirnya berubah menjadi bentuk kubah.
Pola ruang pada Masjid Agung Al Karomah juga mengadopsi pola ruang dari arsitektur Masjid Agung Demak yang dibawa bersamaan dengan masuknya agama Islam ke daerah ini oleh Khatib Dayan. Karena mengalami perluasan arsitektur Masjid Agung Demak hanya tersisa dari empat tiang ulin atau disebut juga tiang guru empat dari bangunan lama.
Tiang guru adalah tiang-tiang yang melingkupi ruang cella atau ruang keramat. Ruang cella yang dilingkupi tiang-tiang guru terdapat di depan ruang mihrab, yang berarti secara kosmologi cella lebih penting dari mihrab. Sejarahnya tiang guru empat menggunakan tali alias seradang yang ditarik beramai-ramai oleh Datuk Landak bersama masyarakat. Atas kodrat dan iradat Tuhan YME tiang Guru Empat didirikan.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Masjidkita.org Diarsipkan 2010-01-25 di Wayback Machine., diakses 27 Januari 2010
- ^ a b c d e Radar Banjarmasin - Melihat Sisi Lain Masjid Al Karomah Martapura. Diakses 14 Agustus 2010
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- Datu Landak Pulang Gusti Kacil Tinggal Diarsipkan 2014-03-13 di Wayback Machine.