Museum Sultan Mahmud Badaruddin II
Museum Sultan Mahmud Badaruddin II | |
---|---|
Nama sebelumnya | Residentiehuis |
Informasi umum | |
Jenis | Museum |
Gaya arsitektur | Gaya Kerajaan Hindia |
Alamat | Jl. Sultan Mahmud Badarudin, 19 Ilir, Bukit Kecil |
Kota | Palembang, Sumatera Selatan |
Negara | Indonesia |
Koordinat | 2°59′25″S 104°45′40″E / 2.990313°S 104.761067°E |
Mulai dibangun | 1823 |
Perkiraan rampung | 1825 |
Pemilik | Pemerintah Palembang |
Tuan tanah | Pemerintah Palembang |
Museum Sultan Mahmud Badaruddin II adalah museum di kota Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia. Museum ini didirikan di bekas bangunan rumah residen kolonial Sumatera Selatan abad ke-19. Bangunan ini juga menjadi gedung dinas pariwisata Palembang.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Lokasi museum ini awalnya adalah lokasi Kuta Lama, istana tua Sultan Mahmud Badaruddin I (1724–1758), penguasa Kesultanan Palembang. Setelah penghapusan Kesultanan Palembang, istana Kuta Lama dihancurkan oleh pemerintah kolonial Inggris pada 7 Oktober 1823.[1] Penghapusan Kesultanan adalah bentuk hukuman yang dijatuhkan oleh pemerintah kolonial Inggris terhadap Kesultanan Palembang akibat pembantaian yang terjadi di penginapan Belanda Sungai Alur, meskipun ini mungkin telah menjadi gerakan politik untuk menghapus kedaulatan Kesultanan atas kota tersebut.[2]
Segera setelah pembongkaran Kuta Lama, pada tahun 1823, sebuah gedung baru dibangun di atas reruntuhannya.[3] Bangunan pertama selesai pada tahun 1824 dan diberi nama Gedung Siput.[4] Belakangan sebuah bangunan kembali dibangun dalam gedung yang saat ini berdiri di situs tersebut. Bangunan baru adalah bangunan batu dua lantai yang dibangun dengan gaya yang memadukan gaya Eropa dengan arsitektur tropis Hindia, berfokus pada gaya rumah bari tradisional yang ditemukan di Palembang. Pada tahun 1825, gedung itu digunakan sebagai kantor untuk residen kolonial.[1] Pada tahun 1920-an bangunan tersebut direnovasi dengan penambahan lebih banyak kaca.[2]
Selama Perang Dunia II, bangunan tersebut digunakan sebagai markas militer Jepang.
Setelah kemerdekaan Indonesia, gedung tersebut menjadi markas besar Tentara Nasional Indonesia bernama Kodam II/Sriwijaya untuk waktu yang singkat. Kemudian diserahkan kepada pemerintah kota Palembang sebelum akhirnya diubah menjadi museum pada tahun 1984.[2] Pengambilan benda-benda untuk Museum Sultan Mahmud Badaruddin II dimulai pada tahun 1984 ketika rumah bari, sebuah rumah limas yang otentik, diangkut ke lokasi baru di Museum Balaputradeva. Beberapa koleksi yang sebelumnya disimpan di rumah bari dipindahkan ke Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.[2]
Museum ini buka setiap hari, tapi khusus Senin hanya buka setengah hari.
Tiket masuknya dikenakan harga Rp1.000 untuk anak-anak dan pelajar, Rp2.000 untuk mahasiswa, Rp5.000 untuk umum, dan Rp20.000 untuk turis mancanegara.
Koleksi dan artefak
[sunting | sunting sumber]Museum Sultan Mahmud Badaruddin II menampilkan koleksi tekstil, senjata, pakaian tradisional, kerajinan, dan koin Sumatera Selatan. Kebun-kebun museum dipenuhi dengan artefak dari zaman Sriwijaya, misalnya patung Ganesha dan Buddha.
Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Taal (2002), hlm. 174.
- ^ a b c d Pemerintahan Kota Palembang (2008).
- ^ Pemerintahan Kota Palembang (2008); Association of Southeast Asian Archaeologists in Western Europe (1992), hlm. 68.
- ^ Syarufie (2005), hlm. 9.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- Association of Southeast Asian Archaeologists in Western Europe (1992). Ian, Glover, ed. Southeast Asian archaeology 1990: proceedings of the third Conference of the European Association of Southeast Asian Archaeologists (dalam bahasa Inggris). University of Hull. ISBN 9780859585934.
- Manguin, Pierre-Yves (2008). "'Welcome to Bumi Sriwijaya' or the Building of a Provincial Identity in Contemporary Indonesia" (PDF). Asia Research Institute. Working Paper Series (dalam bahasa Inggris) (102). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-05-19. Diakses tanggal 14 Mei 2017.
- Pemerintahan Kota Palembang (2008). Buku Museum Sultan Mahmud Badaruddin II. Palembang: Musi Persona Persada.
- Syarufie, Yudhy (2005). Palembang Kota Wisata Sungai [River Tour City of Palembang]. Palembang: Kreasi Kifi.
- Taal, Sandra (2002). Nas, Peter J.M., ed. Cultural expressions, collective memory and the urban landscape in Palembang - The Indonesian Town Revisited. Southeast Asian Dynamics (dalam bahasa Inggris). 1. Münster: LIT Verlag. ISBN 9783825860387.