Nasib orang yang tidak mengetahui
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Oktober 2022. |
Nasib orang yang tidak mengetahui, juga dikenal sebagai takdir orang yang tak diinjili, adalah sebuah pertanyaan eskatologi tentang takdir mutlak dari orang yang tak mendapatkan teologi atau doktrin tertentu dan sehingga tak memiliki kesempatan untuk menganutnya. Pertanyaaannya adalah apakah orang yang tak pernah mendengar kewajiban-kewajiban yang dikeluarkan melalui wahyu ilahi akan dihukum karena gagal menjalankan kewajiban-kewajiban tersebut.
Pertanyaan tersebut terkadang ditujukan dalam kombinasi dengan pertanyaan serupa terhadap nasib orang yang tak percaya. Tradisi kepercayaan berbeda memiliki tanggapan berbeda terhadap pertanyaan tersebut. Dalam Kristen, nasib orang yang tidak mengetahui berkaitan dengan pertanyaan dosa asal. Karena beberapa orang menyatakan bahwa bacaan kitab-kitab agama mengharuskan hukuman berat bagi orang-orang yang tak pernah mendengar agama tersebut, pertanyaan tersebut terkadang dimajukan sebagai argumen melawan keberadaan Tuhan dan umumnya diterima sebagai pernyataan atau bagian dari masalah kejahatan.
Kristen
[sunting | sunting sumber]Dalam gereja perdana, Yustinus Martir, seorang Bapa Gereja, mengajarkan bahwa orang yang hidup sejalan dengan logos adalah umat Kristen, meskipun mereka tak mengetahui Yesus Kristus.[1] Tertullianus menyatakan bahwa Kristus telah turun ke Hades untuk membawakan Kabar Baik, dengan Klemens dari Aleksandria, Origenes dan Athanasius menyatakan bahwa "Turunnya Kristus ke neraka membawakan Injil kepada Yahudi dan Kafir dan penginjilan pasca-kematian bahkan berlangsung sampai saat ini".[1] Namun Agustinus dari Hippo menyakini bahwa orang yang tak diinjili masuk ke neraka dan Tomas Aquinas menyatakan bahwa orang-orang yang "tinggal di hutan atau bersama dengan sekawanan serigala" akan dikirimi "pesan injil lewat cara-cara mukjizat."[1]
Katolik
[sunting | sunting sumber]Gereja Katolik meyakini bahwa Yesus Kristus memberikan keselamatan "bagi semua orang lewat kematian-Nya di atas kayu salib, namun beberapa orang memilih untuk menolaknya."[2] Gereja Katolik mengajarkan bahwa keselamatan datang dari "Allah sendiri", namun Gereja adalah "bunda"nya dan "guru" dari keimanannya.[3] Sehingga, "seluruh keselamatan datang lewat Gereja", dan Gereja Katolik memperantarai keselamatan Kristus lewat sakramen-sakramen. Secara khusus, Gereja Katolik mengajarkan bahwa pembaptisan Kristen dibutuhkan untuk keselamatan,[4] dan bahwa Gereja Katolik juga dibutuhkan sebagai "sakramen keselamatan universal", namun beberapa orang dapat bergabung dengan Gereja lewat baptisan rindu atau lewat baptisan darah (kemartiran) dalam ketiadaan baptisan ritus, dan sehingga keselamatan juga dapat diraih melalui Gereja. "Keilahian dan iman Katolik", yang tak dapat diraih lewat kehendak bidaah, dan kasih juga dibutuhkan untuk keselamatan, seperti saat sekarat dalam keadaan rahmat. Ajaran Katolik mengijinkan keselamatan bagi orang yang benar-benar menghiraukan Gereja Katolik, yang "mencari kebencaran dan melakukan kehendak Allah sesuai dengan pemahamannya akan hal itu".[5] Mengenai nasib orang yang tidak mengetahui, para teolog Katolik biasanya mengajarkan bahwa terdapat empat syarat untuk keselamatan, dengan dua syarat jika Injil telah disebarkan di wilayah tersebut:[6]
- Hanya ada satu Allah.[6]
- Allah mengkaruniai orang baik dan menghukum orang jahat.[6]
- Allah adalah Tritunggal Kudus: Allah Bapa, Allah Putra, dan Allah Roh Kudus.[6]
- Allah Putra, Yesus Kristus, menjadi manusia untuk kita, disalibkan, wafat dan bangkit .[6]
Dalam pandangan Katolik, para katekumen yang belum dibaptis dapat diselamatkan karena keinginan untuk menjalani sakramen baptisan, bersama dengan silih bagi dosa-dosa peniten, bersama dengan pencapaian "ilahi dan iman Katolik", mendorong keselamatan.[7] Dalam kasus orang budiman yang tidak mengetahui, "Orang dapat mengandaikan bahwa orang-orang semacam itu memang menginginkan Pembaptisan" dan, secara garis besar, Allah dapat mengijinkan mereka untuk meraih keselamatan.[5]
Orang-orang Suci Zaman Akhir
[sunting | sunting sumber]Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir (The Church of Jesus Christ of Latter-day Saints, Gereja LDS) atau Mormonisme, mengajarkan bahwa orang-orang yang meninggal tanpa mengetahui teologi LDS akan memiliki kesempatan untuk meraih pengetahuan injil Yesus Kristus di dunia roh.[8]
Islam
[sunting | sunting sumber]Sebuah masalah serupa muncul dalam Islam, karena otoritas-otoritas berbeda dalam kepercayaan tersebut mengeluarkan teori-teori berbeda mengenai takdir orang-orang yang tak mengetahui Muhammad atau Allah. Islam umumnya menolak kemungkinan bahwa orang-orang yang tak pernah menerima wahyu-wahyu yang berasal dari al-Qur'an dapat secara otomatis menerima hukuman.[9]
Menurut al-Qur'an, kriteria dasar untuk keselamatan pada kehidupan setelah kematian adalah keyakinan akan satu Allah, Pengadilan Terakhir, menerima dan taat kepada isi dalam al-Qur'an dan menerima sang nabi, dan perbuatan-perbuatan baik .[10] Al-Qur'an menyatakan:
Sesungguhnya, orang-orang Mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin, dan Nasrani, siapa saja (di antara mereka) yang benar-benar saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.[11]
Pandangan lain
[sunting | sunting sumber]Masalah orang yang tidak diinjili tak berkembang dalam tradisi-tradisi agama atau spiritual seperti deisme, pandeisme dan panteisme.
Dalam Agama Buddha, seluruh makhluk, entah didakwahi atau tidak, masih akan terlahir kembali sampai mereka mencapai Nirwana."[12]
Dante berniat untuk menjawab pertanyaan tersebut dengan tingkat satu dari Neraka dalam Divine Comedy, dimana para pagan budiman berdiam. Mereka dikatakan sebagai orang-orang yang hidup sebelum zaman Yesus dan sehingga tak dapat memasuki Purgatorium atau Surga. Salah satu dari mereka adalah Virgil, pemandu Dante saat datang ke Neraka dan Purgatorium.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamact
- ^ Catechism of the Catholic Church, 2nd ed., para. 1741
- ^ Catechism of the Catholic Church, 2nd ed., para. 169.
- ^ Catechism of the Catholic Church, 2nd ed., para. 1257 et seq.
- ^ a b Catechism of the Catholic Church, 2nd ed., para. 1260.
- ^ a b c d e New Catholic Encyclopedia: Ead-Fre (dalam bahasa English). Thomson/Gale. 2003. hlm. 602. ISBN 9780787640095.
- ^ Catechism of the Catholic Church, 2nd ed., para. 1259
- ^ Fugal, Elma W. (1992), "Salvation of the Dead", dalam Ludlow, Daniel H, Encyclopedia of Mormonism, New York: Macmillan Publishing, hlm. 1257–1259, ISBN 0-02-879602-0, OCLC 24502140.
- ^ Fethullah Gülen (2006). Questions & Answers About Islam, Volume 1. (London).
- ^ Moiz Amjad. Will Christians enter Paradise or go to Hell? Diarsipkan 27 September 2007 di Wayback Machine.. Renaissance – Monthly Islamic journal 11(6), June, 2001.
- ^ 5:69
- ^ Buddhist Society (London, England)The Middle way, 1943, Volumes 45–47, p. 18.
Bacaan tambahan
[sunting | sunting sumber]- Culbertson, Howard (26 April 2007). "Destiny of the unevangelized: Are the heathen really lost?". Southern Nazarene University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 April 2008. Diakses tanggal 22 March 2011.