Ngadas, Poncokusumo, Malang
Ngadas | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Jawa Timur | ||||
Kabupaten | Malang | ||||
Kecamatan | Poncokusumo | ||||
Kode pos | 65157 | ||||
Kode Kemendagri | 35.07.07.2017 | ||||
Luas | 395 ha | ||||
Jumlah penduduk | - | ||||
Kepadatan | - | ||||
|
Ngadas adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.[1][2] Ngadas merupakan salah satu dari 36 desa Suku Tengger yang tersebat dalam empat kabupaten/kota.[1] Terletak di tengah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Ngadas merupakan kantung (enclave) dari TNBTS dan berada di ketinggian mencapai 2150 mdpl dengan luas area sekitar 395 ha dengan topografi berbukit.[3][4][5] Sebagian besar masyarakat berprofesi sebagai petani dengan pemeluk kepercayaan Buddha Jawa sebesar 50%, Islam 40% dan Hindu 10%.[3] Karena berada di ketinggian lebih dari 2200 mdpl mengakibatkan suhu udara di Ngadas cenderung dingin, suhu di sekitar Ngadas berkisar 0°C hingga 20 °C.[6] Sejak tahun 2007 Ngadas ditetapkan menjadi desa wisata oleh Pemerintah Kabupaten Malang karena memiliki ragam potensi wisata alam.[6]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Pertama kali Ngadas dibuka oleh Eyang Sedek pada sekitar abad ke-18 sebagai upaya perluasan pengaruh kerajaan Mataram Islam, Kraton Kasunanan Surakarta.[1] Namun dalam perkembangannya, warga yang kemudian melakukan migrasi memasuki desa ini adalah masyarakat Tengger yang sebelumnya tinggal di desa lain di sekitar Gunung Bromo.[1] Sehingga kini hampir 99% warga Ngadas merupakan masyarakat suku Tengger.[1]
Iklim
[sunting | sunting sumber]Desa Ngadas memiliki iklim dataran tinggi subtropis (Cwb). Desa ini memiliki curah hujan sedang hingga rendah dari Mei hingga Oktober dan curah hujan lebat hingga sangat lebat dari November hingga April.
Data iklim Desa Ngadas | |||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Bulan | Jan | Feb | Mar | Apr | Mei | Jun | Jul | Agt | Sep | Okt | Nov | Des | Tahun |
Rata-rata tertinggi °C (°F) | 18.3 (64.9) |
18.4 (65.1) |
18.6 (65.5) |
18.3 (64.9) |
18.2 (64.8) |
17.8 (64) |
17.2 (63) |
17.3 (63.1) |
18.0 (64.4) |
18.5 (65.3) |
18.3 (64.9) |
18.2 (64.8) |
18.09 (64.56) |
Rata-rata harian °C (°F) | 14.6 (58.3) |
14.6 (58.3) |
14.9 (58.8) |
14.4 (57.9) |
14.1 (57.4) |
13.6 (56.5) |
12.7 (54.9) |
12.7 (54.9) |
13.4 (56.1) |
14.1 (57.4) |
14.6 (58.3) |
14.5 (58.1) |
14.02 (57.24) |
Rata-rata terendah °C (°F) | 10.9 (51.6) |
10.8 (51.4) |
11.2 (52.2) |
10.6 (51.1) |
10.1 (50.2) |
9.4 (48.9) |
8.2 (46.8) |
8.2 (46.8) |
8.8 (47.8) |
9.8 (49.6) |
11.0 (51.8) |
10.9 (51.6) |
9.99 (49.98) |
Presipitasi mm (inci) | 297 (11.69) |
328 (12.91) |
347 (13.66) |
182 (7.17) |
108 (4.25) |
63 (2.48) |
31 (1.22) |
15 (0.59) |
20 (0.79) |
79 (3.11) |
159 (6.26) |
319 (12.56) |
1.948 (76,69) |
Sumber: Climate-Data.org[7] |
Kebudayaan
[sunting | sunting sumber]Mitos bahwa Joko Seger dan istrinya Loro Anteng merupakan keturunan dewa-dewa masih dipegang erat oleh warga Ngadas, yang termasuk Suku Tengger yang merupakan keturunan dari Joko Seger dan Loro Anteng.[2] Hubungan antara Gunung Bromo dengan warga Ngadas tak lepas dari upaya Joko Seger yang pernah mengorbankan putra bungsunya atau putra ke-25 (Kusuma) sebagai sesaji untuk Gunung Bromo.[2] Sesaji yang dilakukan Joko Seger, membuat warga meyakini Gunung Bromo tidak akan meletus, dan apabila ada letusan tidak akan mengarah ke Ngadas.[2]
Setiap kegiatan adat di Ngadas mulai pernikahan, kematian, hingga upacara adat, dipimpin oleh seorang dukun.[1] Secara bersama-sama masyarakat Tengger melakukan upacara seperti yang dilakukan oleh para leluhur untuk memperoleh keselamatan bagi desa, sehingga dengan adanya upacara tersebut menjadikan jiwa kebersamaan masyarakat menjadi semakin kuat.[3]
Upacara Kasada
[sunting | sunting sumber]Upacara tradisi di Ngadas diikuti seluruh masyarakat termasuk yang bukan pemeluk agama Hindu.[3] Peristiwa pengorbanan Kusuma sebagai sesaji melatarbelakangi Upacara Kasada yang diikuti oleh seluruh warga Suku Tengger.[2][3] Upacara Kasada merupakan upacara adat yang dilaksanakan setiap tanggal 14 atau 15 pada waktu bulan purnama.[3] Upacara ini dipimpin oleh dukun pandhita dan labuh sebagai upacara puncak.[3] Ngelabuh hasil bumi serta ongkek yang berisi tanaman ritual dilaksanakan di kawah gunung Bromo dan diikuti seluruh dukun bawahan dari setiap desa, serta masyarakat pendukungnya.[3]
Demografi
[sunting | sunting sumber]Desa ini memiliki penduduk sebanyak 1.736 jiwa dengan 541 kepala keluarga. Mayoritas penduduk desa ini adalah penganut Agama Buddha Jawa, yaitu sebanyak 50%, sisanya adalah Islam 40%, dan Hindu 10%.
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d e f Gibran (2013). "Psikologi Lintas Budaya, dari Prososial Hingga Agresi: Kajian Perilaku Sosial Warga Desa Ngadas". Pogram Studi Psikologi, Universitas Brawijaya.
- ^ a b c d e Ibrahim, A.M. "Bromo dan Mitologi Rakyat Ngadas". Kompas.com. Kompas.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-02. Diakses tanggal 1 Mei 2014.
- ^ a b c d e f g h Pramita, N.H., Indriyani, S., dan Hakim, L. (April 2013). "Etnobotani Upacara Kasada Masyarakat Tengger, di Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang". Journal of Indonesian Tourism and Development Studies. Universitas Brawijaya. 1 (2). ISSN 2338-1647.
- ^ Rahman, F. (2008). "Tanaman Obat Suku Tengger". Skripsi, Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Malang: Universitas Brawijaya.
- ^ (Inggris) Hakim, L. (2008). "The cultural landscapes of the Tengger Highland, east Java". Ecology in Asian Cultural Landscape (Hong SK, Wu J, Kim JE, Nakagoshi N, eds). Tokyo: Springer.
- ^ a b Ramdhani, Gilar. "Menikmati Keindahan Gunung Bromo dari Desa Wisata Ngadas". Liputan6.com. Liputa6.com. Diakses tanggal 1 Mei 2014.
- ^ "Climate: Ngadas". Climate-Data.org. Diakses tanggal July 10, 2020.