Lompat ke isi

Pengelolaan tekanan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pengelolaan tekanan atau manajemen stres adalah kemampuan penggunaan sumber daya (manusia) secara cekap untuk mengatasi gangguan atau kekacauan batin dan perasaan yang muncul karena tanggapan. Pengelolaan tekanan bertujuan untuk memperbaiki mutu hidup seseorang.

Pengelolaan tekanan dapat diterapkan kepada penderita gangguan jiwa maupun orang sehat.[1] Setiap orang dapat memiliki cara penanganan tekanan yang berbeda-beda. Penanganan tekanan dapat disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing perorangan.[2] Strategi penanganan stres yang digunakan dalam manajemen stres adalah koping adaptif.[3] Pengelolaan tekanan harus dilakukan secara berkesinambungan menggunakan kemampuan dan pengetahuan dalam mengubah perilaku dan kebiasaan.[4]

Penanggulangan tekanan

[sunting | sunting sumber]

Penanggulangan tekanan merupakan strategi pengurangan kejadian yang dapat menimbulkan tekanan dari segi perilaku maupun psikologis.[5] Penanggulangan atau daya tanggulang terhadap tekanan terbagi menjadi dua, yaitu daya tanggulang berfokus-perasaan dan daya tanggulang berfokus-masalah. Daya tanggulang berfokus-emosi digunakan untuk mengatur tanggapan emosional atau perasaan mendadak terhadap terhadap tekanan. Olah pengaturannya ditentukan oleh pengendalian perilaku perorangan yang mencoba menghilangkan fakta yang menurutnya tidak menyenangkan. Salah satu contohnya adalah dengan meminum minuman keras. Sedangkan daya tanggulang berfokus-masalah dilakukan dengan mempelajari keterampilan atau cara menangani tekanan. Strategi ini akan digunakan oleh perorangan jika memiliki keyakinan bahwa dirinya dapat mengubah keadaan. Penanggulangan berfokus-masalah umumnya digunakan oleh orang dewasa.[6]

Pelatihan pengenduran

[sunting | sunting sumber]

Pelatihan pengenduran atau relaksasi merupakan sebuah strategi yang berupa campur tangan untuk perilaku daya pikir atau kognitif. Strategi ini cekap dalam mengurangi tekanan dan kecemasan. Selain itu, pelatihan pengenduran juga dapat meningkatkan kesehatan batin dalam jangka waktu tertentu. Pelatihan pengenduran atau peregangan pada otot pada seseorang juga dapat mengurangi tekanan.[7]

Perasaan positif (keuntungan optimisme dan kerugian pesimisme)

[sunting | sunting sumber]

Bila beban tekanan kronis dalam berbagai bentuknya itu bersifat racun, rangkaian emosi lawannya dapat bersifat penguat hingga ke tahap tertentu. Namun bukan berarti bahwa emosi positif bersifat menyembuhkan atau bahwa tertawa atau bahagia belaka dapat mengubah proses penyakit berat. Ada keuntungan yang dapat dimunculkan dari bersikap positf dengan kemungkinan rumit yang mempengaruhi proses penyakit tersebut.

Seperti halnya depresi, pesimisme membawa kerugian medis dan ada manfaat medis dari optimisme. Sebuah penelitian menunjukkan orang yang mempunyai kadar optimisme di dalam dirinya mempunyai peluang hidup lebih lama daripada orang yang pesimis. Optimisme memunculkan harapan yang menjadi daya penyembuh. Orang yang berpandangan cerah lebih mampu bertahan menghadapi keadaan sulit, termasuk kesulitan medis.[8]

Dukungan emosional

[sunting | sunting sumber]

Dukungan emosional merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang memainkan peran penting dalam menjaga kesehatan mental dan emosional seseorangan. Bagi orang yang mengalami tekanan akibat peyakit, atau kesulitan teruk lainnya, memiliki jaringan dukungan dari orang-orang terdekat yang siap memberikan bantuan, hiburan, serta sarang yang sangat berharga, tidak hanya akan memberikan kenyamanan, tetapi juga dapat menjadi salah satu kunci pemulihan yang cekap.

Stres yang berkelanjutan dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental seseorang. Ketika seseorang merasa dipencilkan atau tidak memiliki siapapun untuk diajak berbicara, beban emosinal dapat semakin memburuk dan megarah pada masalah kesehatan yang lebih serius seperti gangguan tidur, peningkatan risiko penyakit jantung, dan memperburuk kondisi mental yang sudah ada. Namun keberadaan dukungan emosional dari teman, keluarga, atau profesional kesehatan dapat berperan sebagai penyembuh.

James Pennebaker, psikolog di Southern Methodist University melalui serangkaian percobaan telah membuktikan bawa mengungkapkan emosi atau berbicara tentang perasaan yang paling menggangu dapat memberikan efek medis yang menguntungkan. Seseorang yang menuliskan atau membicarakan pikiran terdalam mereka terkait trauma atau tekanan secara mustahak mengalami peningkatan kesehatan jasmani dan batin.[9]

Intervensi

[sunting | sunting sumber]

Stres dapat diurusi melalui tiga hal. Pertama, pengubahan bakal tekanan melalui pengurangan kesengitan dan jumlah tekanan. Kedua, memberikan bantuan dalam hal pengubahsuaian daya cerap atau persepsi kepada yang mengalami tekanan. Bantuan lain yang dapat diberikan adalah menilai keadaan yang memiliki bakal tekanan. Ketiga, membantu meningkatkan kecekapan seseorang dalam menanggapi tekanan pada suatu keadaan.[10]

Pengelolaan tekanan merupakan bentuk intervensi yang mampu meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengendalikan keadaan tertekan yang dialaminya. Pengendalian tekanan kemudian akan menurunkan dampak yang ditimbulkannya.[11] Pengelolaan tekanan juga dapat mencegah terjadinya tekanan jangka panjang sebagai akibat dari tidak tertanganinya terus-menerus.[12] Pengelolaan tekanan yang dijadikan sebagai kebiasaan sehari-hari juga dapat meningkatkan peluang masa hidup menjadi lebih lama.[13]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Permata, T. B. M., dkk. (2019). Gondhowiardjo, S. A., dkk., ed. Pedoman Strategi dan Langkah Aksi Pengelolaan Stres (PDF). Jakarta: Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN) Periode 2014-2019. hlm. 2–3. ISBN 978-623-90408-6-4. 
  2. ^ Suranadi, Luh (2012). "Manajemen Stres Mahasiswa Baru". Jurnal Kesehatan Prima. 6 (2): 944. 
  3. ^ Budiarto, E., dan Afriani, T. (2017). "Analisis Manajemen Stres Berbasis Aplikasi Smartphone untuk Meningkatkan Koping Adaptif dalam Asuhan Keperawatan Jiwa: Literature Review" (PDF). Jurnal Keperawatan Muhammadiyah. 2 (1): 49. 
  4. ^ Mutiara, S. A., dkk. (2019). "Penerapan Konseling Individu dengan Coping Stress terhadap Manajemen Stres yang Rendah pada Lansia". Guidance Jurnal Bimbingan dan Konseling. 16 (1): 23. 
  5. ^ Listyanti, H., dan Wahyuningsih, R. (2020). "Manajemen Stres Orangtua Dalam Pendampingan Pembelajaran Daring" (PDF). Literasi: Jurnal Kajian Keislaman Multi-Perspektif. 1 (1): 38. 
  6. ^ Musradinur (2016). "Stres dan Cara Mengatasinya dalam Perspektif Psikologi". Jurnal Edukasi. 2 (2): 197–198. 
  7. ^ Maharani, H. C., dan Pramadi, A. (2021). "Penyuluhan Manajemen Stres dan Teknik Relaksasi pada Komunitas Rumah Singgah". KELUWIH: JurnalSosial dan Humaniora. 2 (1): 16. doi:10.24123/soshum.v2i1.3960. 
  8. ^ Goleman, Daniel (1996). EMOTIONAL INTELLIGENCE Kecerdasan Emosional Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ (terjemahan bahasa Indonesia). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 250, 251. ISBN 978-602-03-2313-8. 
  9. ^ Goleman, Daniel (1996). EMOTIONAL INTELLIGENCE Kecerdasan Emosional EI Lebih Penting daripada IQ. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 252 – 256. ISBN 978-602-03-2313-8. 
  10. ^ Muslim, Moh. (2015). "Manajemen Stres Upaya Mengubah Kecemasan Menjadi Sukses". Esensi. 18 (2): 158. 
  11. ^ Hanum, L., dkk. (2016). "Penerapan Manajemen Stres Berkelompok dalam Menurunkan Stres pada Lanjut Usia Berpenyakit Kronis" (PDF). Jurnal Psikologi. 43 (1): 43. 
  12. ^ Asih, G. Y., dkk. (2018). Stres Kerja (PDF). Semarang: Semarang University Press. hlm. 69. ISBN 978-602-9019-55-1. 
  13. ^ Nasriati, Ririn (2020). "Tingkat Stres dan Perilaku Manajemen Stres Keluarga Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)" (PDF). Dunia Keperawatan: Jurnal Keperawatan dan Kesehatan. 8 (1): 2. doi:10.20527/dk.v8i1.5907. ISSN 2541-5980.