Peristiwa Mandor
Peristiwa Mandor | |
---|---|
Bagian dari Perang Dunia II | |
Lokasi | Kalimantan, Hindia Belanda |
Sasaran | Sebagian besar adalah orang Melayu, Jawa, dan penduduk asli lainnya (termasuk orang Manado, Dayak, Bugis, Batak, Minangkabau). Sejumlah kecil orang Tionghoa, Arab, dan India termasuk di antara para korban. |
Jenis serangan | Pembantaian |
Korban tewas | 21.000+ |
Pelaku | Angkatan Laut Kekaisaran Jepang |
Peristiwa Pontianak terdiri dari dua pembantaian yang terjadi di Kalimantan pada masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda. Salah satunya juga dikenal sebagai Peristiwa Mandor. Para korban berasal dari berbagai kelompok etnis, dan pembunuhan tersebut menghancurkan elit Melayu di Kalimantan, dengan semua Sultan Melayu di Kalimantan dieksekusi oleh Jepang.
Kejadian awal
[sunting | sunting sumber]Peristiwa Mandor adalah sebuah peristiwa kelam yang pernah terjadi di Kalimantan Barat, peristiwa ini terjadi pada tahun 1943-1944 di daerah Mandor, Kabupaten Landak.
Sewaktu itu, pihak Jepang sudah mencurigai bahwa di Kalimantan Barat dan Selatan terdapat komplotan-komplotan yang terdiri atas feodal lokal, cendikiawan, ambtenar, politisi, tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga rakyat jelata, dari berbagai etnik, suku maupun agama. Sehingga komplotan-komplotan tersebut diatasi dengan aksi kekerasan. Penangkapan-penangkapan yang pernah terjadi antara September 1943 hingga awal 1944.[1]
Menurut data yang ada, jumlah korban dari peristiwa Mandor tersebut adalah ± 21.037 orang. Akan tetapi pihak dari Jepang menolak pernyataan tersebut dan menganggap hanya ada 1.000 korban saja.[2] Peristiwa Mandor terjadi akibat ketidaksukaan pihak Jepang waktu itu terhadap para pemberontak yang ada di Kalimantan Barat dikarena ketika itu Jepang ingin menguasai sumber daya alam yang ada di bumi Kalimantan Barat. Sebelum terjadi peristiwa Mandor, juga terdapat peristiwa Cap Kapak dimana kala itu tentara - tentara Jepang secara paksa mendobrak pintu - pintu rumah masyarakat dikarenakan mereka ingin menakut-nakuti masyarakat agar tidak berani untuk melakukan pemberontakan. Meskipun demikian, ternyata menurut sejarah yang dibunuh bukan hanya kaum cendekiawan maupun feodal namun rakyat biasa juga tidak luput dari pandangan mereka.
Jepang telah menyusun rencana genosida untuk memberangus semangat perlawanan rakyat Kalimantan Barat kala itu. Di sebuah koran harian Jepang yang berjudul "ボルネオ新聞 (Boruneo Shinbun)", surat kabar yang terbit pada masa itu, mengungkapkan rencana tentara Negeri Matahari Terbit tersebut untuk membungkam kelompok pembangkang kebijakan politik perang Jepang yang ada di Kalimantan Barat.
Tanggal 28 Juni diyakini sebagai hari pengeksekusian ribuan tokoh-tokoh penting masyarakat pada masa itu.[3]
Korban
[sunting | sunting sumber]Secara garis besar yang menjadi korban dari pihak masyarakat Kalimantan Barat saat itu sebagai berikut :
- Sultan Syarif Muhammad Alkadrie (Sultan Pontianak, 74 tahun)
- Pangeran Adipati (Putra Sultan Pontianak, 31 tahun)
- Pangeran Agung (26 tahun)
- JE Patiasina (51 tahun)
- Tjong Tjok Men
- Ng Nyiap Soen (40 tahun)
- Lumban Pea (43 tahun)
- dr. Roebini
- Kei Liang Kie
- Ng Nyiap Kan
- Panangian Harahap
- Noto Soedjono
- FJ Loway Paath
- CW Octavianoes Loecas
- Ong Tjoe Kie
- Oeray Alioeddin
- Goesti Saoenan (Panembahan Ketapang, 44 tahun)
- Mohammad Ibrahim Tsafioeddin (Sultan Sambas, 40 tahun)
- Sawon Wongso Atmodjo
- Abdoel Samad
- dr. Soenaryo Martowardoyo
- Moehammad Yatim
- Raden Mas Soediyono
- Nasaroeddin
- Soedarmadi
- Tamboenan
- Thji Boen Khe (wartawan)
- Nasroen St (Pangeran)
- E Londok Kawengian
- WFM Tewoe
- Wagimin bin Wonsosemito
- Ng Loeng Khoi
- Theng Swa Teng
- dr. R.M Ahmad Diponegoro
- dr. Ismail
- Ahmad Maidin
- Amaliah Roebini (istri dr. Roebini)
- Noerlela Panangian Harahap (istri Panangian)
- Tengkoe Idris (Panembahan Sukadana, 50 tahun)
- Goesti Mesir (Penembangan Simpang, 43 tahun)
- Syarif Saleh (Panembahan Kubu Raya, 63 Tahun)
- Gusti A Hamid (Panembahan Ngabang)
- Ade Moehammad Arief (Panembahan Sanggau)
- Goesti Moehammad Kelip (Panembahan Sekadau, 41 tahun)
- Goesti Djafar
- Raden Abdoel Bahry Daroe Perdana (Panembahan Sintang)
- Moehammad Taoefik (Panembahan Mempawah, 63 tahun)
- AFP Lantang
- Raden Nalaprana
- Tjoeng Kiung Liung
Tokoh yang bertanggung jawab
[sunting | sunting sumber]Menurut sumber yang tidak pasti, ada yang mengatakan bahwa "州知事地よ西武妖夢(Shūchijichiyo Seibu Youmu) atau dalam bahasa Indonesianya adalah "Gubernur Negara Bagian (Kalimantan Barat) Youmu Seibu.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Ricklefs, Merle Calvin; Nugraha, Moh.Sidik. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 hal. 430. Penerbit Serambi. ISBN 978-979-024-115-2
- ^ Google Books "Peristiwa Mandor Berdarah" 'Google Books'
- ^ Eddy Jp "Travelling Indonesia: My Family History di Makam Juang Mandor " Multiply [1] Diarsipkan 2016-03-05 di Wayback Machine.