Putar balik (propaganda)
Counterpropaganda (kontrapropaganda) adalah cara komunikasi yang digunakan untuk melawan propaganda. Tujuannya adalah membantah atau menentang pesan-pesan yang berusaha memengaruhi pandangan atau tindakan kelompok tertentu. Counterpropaganda sering menggunakan metode yang mirip dengan propaganda untuk menyampaikan pesannya kepada audiens. Perbedaannya, counterpropaganda bersifat defensif dan hanya muncul sebagai respons terhadap propaganda yang sudah ada. Selain itu, counterpropaganda memiliki elemen khusus yang membuatnya lebih efektif dalam menolak pesan propaganda. Elemen-elemen ini membantu memastikan bahwa audiens dapat memahami pesan yang bertentangan dengan propaganda tersebut.[1][2][3]
Definisi
[sunting | sunting sumber]Counterpropaganda dan propaganda memiliki hubungan yang saling terkait. Counterpropaganda digunakan untuk melawan upaya propaganda yang sudah ada. Oleh karena itu, untuk memahami counterpropaganda, seseorang harus terlebih dahulu memahami propaganda itu sendiri. Para praktisi dan akademisi telah mengajukan berbagai definisi mengenai propaganda. Salah satunya adalah definisi yang dikemukakan oleh Garth Jowett dan Victoria O'Donnell. Mereka mendefinisikan propaganda sebagai "Upaya yang disengaja dan sistematis untuk membentuk persepsi, memanipulasi pemikiran, dan mengarahkan perilaku guna mencapai respons yang mendukung tujuan pihak yang menyebarkan propaganda".[4]
Dalam praktiknya, propaganda adalah penyampaian pesan yang telah dikendalikan kepada audiens yang ditargetkan. Counterpropaganda, di sisi lain, digunakan untuk menyampaikan pesan yang menjelaskan bahwa propaganda tersebut tidak benar dan mengarahkan audiens untuk berpikir atau bertindak dengan cara yang berlawanan dengan pesan propaganda tersebut. Agar efektif, counterpropaganda harus menargetkan audiens yang sama dengan propaganda awal dan sering kali menggunakan metode yang serupa. Namun, counterpropaganda memiliki ciri khas, yaitu bergantung pada pesan-pesan yang berbasis fakta dan keberadaannya sebagai upaya reaktif. Karena bertujuan untuk melawan pesan propaganda yang sudah ada sebelumnya, counterpropaganda tidak dapat digunakan secara preventif. Meskipun demikian, counterpropaganda tetap didasarkan pada beberapa prinsip dasar propaganda, terutama dalam menargetkan elemen penting yang memengaruhi audiens.[5]
Definisi counterpropaganda yang ada beragam, bergantung kepada metode yang digunakan dan tujuan yang ingin dicapai. Sebagai contoh, Herbert Romerstein, mantan Direktur Kantor Penanggulangan Disinformasi dan Langkah Aktif Soviet di United States Information Agency (USIA), mendefinisikan counterpropaganda sebagai "Jawaban yang disiapkan dengan cermat terhadap propaganda palsu dengan tujuan membantah disinformasi dan melemahkan pihak yang menyebarkan propaganda tersebut". Definisi yang diberikan oleh Herbert Romerstein menekankan tujuan utama counterpropaganda, yaitu pertama-tama melawan propaganda dan kemudian melemahkan kredibilitas pihak yang menyebarkan propaganda. Pandangan Romerstein kemungkinan dipengaruhi oleh pengalamannya dalam melawan propaganda Soviet, yang disiarkan ke Amerika Serikat melalui berbagai saluran. [6]
Sebagai perbandingan, Kolonel Garrison, yang penelitiannya berfokus pada media penyiaran sebagai metode propaganda dan diplomasi publik, memberikan definisi counterpropaganda yang lebih rinci. Ia mendefinisikan counterpropaganda sebagai "Tindakan untuk mendiskreditkan penggunaan media penyiaran oleh pihak lawan guna mendukung tujuan nasional mereka dengan memengaruhi opini, emosi, sikap, atau perilaku audiens Amerika Serikat dan sekutunya". Definisi Kolonel Garrison menekankan tindakan untuk mendiskreditkan penggunaan media penyiaran oleh propagandis. Definisi ini menggambarkan counterpropaganda berdasarkan penggunaan media penyiaran dan tujuannya untuk melemahkan pemanfaatan media yang bias oleh pihak lawan.[7]
Perbedaan antara kedua definisi tersebut menunjukkan bahwa counterpropaganda cenderung didefinisikan berdasarkan bagaimana metode yang digunakan dan sudut pandang pembuat definisi terhadap propaganda. Meski demikian, kedua definisi tersebut secara jelas menggambarkan hubungan antara propaganda dan counterpropaganda. Keduanya menunjukkan bahwa counterpropaganda, seperti halnya propaganda, umumnya digambarkan sebagai bentuk komunikasi yang ditargetkan untuk memengaruhi audiens tertentu. Namun, counterpropaganda bertujuan untuk mendorong tindakan atau pemikiran yang berlawanan dengan pesan-pesan propaganda yang telah disiarkan sebelumnya.[8]
Irawan Sukarno mendefinisikan counterpropaganda sebagai bentuk propaganda yang ditujukan untuk menghadapi atau melemahkan kampanye propaganda pihak lawan. Tujuannya adalah menetralkan atau mengurangi dampak propaganda musuh. Secara umum, counterpropaganda bersifat defensif untuk membatasi efektivitas lawan, tetapi tetap melibatkan elemen agresivitas melalui kreativitas dan strategi operasional. Keputusan untuk melaksanakan counterpropaganda harus dipertimbangkan dengan matang, berdasarkan seberapa besar dampak propaganda musuh dan potensi keberhasilan langkah tersebut. Counterpropaganda hanya dilakukan jika dapat memperkuat efektivitas propaganda secara keseluruhan. Jika hasil positifnya tidak meyakinkan, langkah terbaik adalah mengabaikan propaganda lawan.[9]
Metode
[sunting | sunting sumber]Counterpropaganda bertujuan menyampaikan pesan untuk membantah atau melawan propaganda, sehingga banyak metode propaganda yang efektif juga digunakan dalam counterpropaganda. Namun, counterpropaganda memiliki teknik unik untuk menyerang kredibilitas propaganda dan mempengaruhi audiens yang ditargetkan.
Riset dan analisis
[sunting | sunting sumber]Counterpropaganda yang efektif dimulai dengan mengumpulkan dan menganalisis propaganda yang ingin dilawan. Untuk melawan sebuah pesan propaganda, perlu memahami pesan tersebut, audiens yang ditargetkan, dan tujuannya. Keberhasilan counterpropaganda memerlukan pemantauan dan pengumpulan propaganda secara menyeluruh untuk mengidentifikasi semua jenis propaganda lawan. Analisis ini melibatkan para ahli dari berbagai disiplin, seperti intelijen, operasi psikologis, ilmu sosial, hingga antropologi budaya, yang mampu menganalisis propaganda secara mendalam. Analisis ahli ini membantu menjawab pertanyaan kunci yang dibutuhkan untuk merancang strategi counterpropaganda yang efektif.[10]
Pengungkapan diri sebagai propaganda
[sunting | sunting sumber]Oliver Carlson dalam Handbook of Propaganda: For the Alert Citizen menjelaskan bahwa "Propaganda terbaik adalah yang tidak mengungkapkan dirinya sebagai propaganda".[11][12]Terdapat tiga jenis propaganda yang berbeda berdasarkan asalnya. Propaganda putih mengungkapkan asalnya dan biasanya bersifat terang-terangan, propaganda terselubung mencakup propaganda abu-abu yang asalnya tidak diungkapkan dan propaganda hitam yang mengklaim kebenaran palsu.[13] Dalam dua jenis terakhir, asal pesan disembunyikan untuk menjaga kredibilitasnya, dengan tujuan agar audiens menerima pesan tersebut sebagai komunikasi yang tidak bias. Para penyebar propaganda sering menciptakan persona yang terpercaya untuk meningkatkan peluang pesan diterima.[14] Ketika counterpropaganda mengungkap asal pesan yang sebenarnya, audiens akan cepat kehilangan kepercayaan karena propagandis terbukti berbohong.[14][15]
Mengungkap Kesalahan Penalaran
[sunting | sunting sumber]Para penyebar propaganda memanfaatkan bias kognitif dan elemen-elemen pengambilan keputusan untuk membentuk pesan yang dapat memengaruhi audiens. Mereka sengaja menggunakan kesalahan dalam argumen untuk memicu emosi audiens agar pesan tersebut lebih mudah diterima.[14] Ketika kampanye counterpropaganda mengungkapkan kesalahan dalam penilaian audiens dan mengoreksinya, pesan propaganda kehilangan kekuatannya,mirip dengan mengungkapkan asal usul propaganda yang sebenarnya yang mengurangi kredibilitas penyebarnya.[13][16]
Namun, ada pandangan yang menyatakan bahwa propaganda lebih berfokus pada reaksi emosional, bukan pada alasan logis. Carlson berpendapat bahwa propaganda lebih banyak berfokus pada emosi daripada rasionalitas, sehingga mengungkap kesalahan logis tidak efektif untuk membantah propaganda.[17] Jacques Ellul menambahkan bahwa propaganda efektif karena kecepatan peristiwa yang terjadi, yang membuat orang kurang sabar untuk menganalisis peristiwa secara mendalam. Individu lebih tertarik pada aspek dangkal peristiwa, yang menjadikan propaganda efektif. Meskipun demikian, Ellul juga menjelaskan pentingnya counterpropaganda untuk mengedukasi audiens tentang kerentanannya terhadap propaganda, berdasarkan kelemahan mental manusia.[5]
Penyebaran Propaganda yang Terungkap
[sunting | sunting sumber]Propaganda yang efektif disesuaikan dengan audiens tertentu, dan ketika disebarkan ke kelompok lain, pesan tersebut akan jelas terlihat sebagai pesan yang berusaha mempengaruhi. Beberapa audiens yang lebih cerdas dapat mengenali teknik propaganda yang tidak efektif di negara-negara yang kurang berkembang. Kampanye counterpropaganda yang memperlihatkan propaganda kepada audiens lain dapat mengungkap niat asli penyebar propaganda. Sebagai contoh, pada era Perang Dingin di tahun 1980-an, Amerika Serikat membagikan contoh disinformasi Soviet yang menargetkan Dunia Ketiga kepada negara-negara Eropa. Negara-negara Eropa kemudian dapat mengidentifikasi propaganda Soviet yang menargetkan mereka, yang merusak reputasi Uni Soviet di Eropa saat itu. Dengan demikian, mengungkapkan propaganda sebagai kebohongan atau manipulasi mengurangi efektivitasnya di kalangan audiens target.[6][12]
Lihat juga
[sunting | sunting sumber]References
[sunting | sunting sumber]- ^ Kunandar, Alip Yog (2019-04-11). Memahami Propaganda: Metode, Praktik, dan Analisis. PT Kanisius. ISBN 978-979-21-5338-5.
- ^ Army, United States Department of the (1979). Psychological Operations (dalam bahasa Inggris). [Department of Defense], Department of the Army, Headquarters.
- ^ Army, United States Department of the (2018-09-17). Psychological Operations by United States. Department of the Army (dalam bahasa Inggris). Lulu.com. ISBN 978-0-359-09652-7.
- ^ Garth Jowett and Victoria O'Donnell, Propaganda and Persuassion, 4th ed. Sage Publications, 7.
- ^ a b Ellul, Jacques (1973). Propaganda: The Formation of Men's Attitudes. New York: Vintage Books. ISBN 978-0-394-71874-3.
- ^ a b Romerstein, Herbert (2009). "Counterpropaganda: We Can't Win Without It", in Strategic influence : public diplomacy, counterpropaganda, and political warfare (PDF). Washington, DC: Institute of World Politics Press. hlm. 137–180. ISBN 978-0979223648. Diakses tanggal 3 December 2015.
- ^ W.C. Garrison; Colonel, U.S. Army. "Information Operations and Counter-propaganda: Making a Weapon of Public Affairs" (PDF). USAWC strategy research project, U.S. Army War College. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 10 October 2017. Diakses tanggal 3 December 2015.
- ^ Cull, Nicholas J. (2019). Counter-propaganda: Cases from US public diplomacy and beyond. Bloomsbury Academic. ISBN 978-1-78831-403-9.
- ^ Sukarno, Irawan (2011). Aku “Tiada” Aku Niscaya: Menyingkap Lapis Kabut Intelijen. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ISBN 978-979-461-795-3.
- ^ Frontpost, Nachrichten für Deutsche Soldaten, Herausgeber: Die Amerikanischen Truppen in Westeuropa, No. 1(March 1945), 3 in Waller, ed., Strategic Influence: Public Diplomacy, Counterpropaganda and Political Warfare (IWP Press, 2008), 144-145.
- ^ Carlson, Oliver (1953). Handbook on propaganda for the alert citizen (dalam bahasa Inggris).
- ^ a b Waller, J. Michael (2009-03). Strategic Influence: Public Diplomacy, Counterpropaganda, and Political Warfare (dalam bahasa Inggris). Lulu.com. ISBN 978-0-9792236-4-8.
- ^ a b Alfred H. Paddock Jr., "Legitimizing Army Psychological Operations," Joint Forces Quarterly, Issue 56, 2010, 90, http://www.dtic.mil/dtic/tr/fulltext/u2/a515093.pdf Diarsipkan 2017-05-01 di Wayback Machine. (accessed April 15, 20120).
- ^ a b c Propaganda,"Purpose of Propaganda". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-04-30. Diakses tanggal 2012-04-16. (Accessed April 8, 2012).
- ^ Anthony Rhodes, Propaganda: The Art of Persuasion World War II,(New York:Chelsea House Publications, 1976), 287.
- ^ Carlson, Oliver (1953). Handbook on propaganda for the alert citizen (dalam bahasa Inggris).
- ^ Philip M. Taylor,Munitions of the Mind: A History of Propaganda from the Ancient World to the Present Day, (Manchester and New York:Manchester University Press, 1995),15.