Rerer, Kombi, Minahasa
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. |
Gaya atau nada penulisan artikel ini tidak mengikuti gaya dan nada penulisan ensiklopedis yang diberlakukan di Wikipedia. |
Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
|
Rerer | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Sulawesi Utara | ||||
Kabupaten | Minahasa | ||||
Kecamatan | Kombi | ||||
Kode pos | 95684 | ||||
Kode Kemendagri | 71.02.04.2008 | ||||
Luas | ± 110 ha | ||||
Jumlah penduduk | ... | ||||
Kepadatan | ... | ||||
|
Sejarah Desa Rerer
[sunting | sunting sumber]Pada sekitar abad ke-14 atau abad ke-15, para Tonaas (Pemimpin yang ahli dalam berbagai bidang, bertanggung jawab dan berwawasan luas) dari Tondano, di antaranya Tawalujan (Tumalun), Silouw(Siouw Kurur ?), Rumias, Tobias dan Ompot menetap di pesisir Pantai Wulo, Wulo'toan, Wulo Oki dan Tanjung Lelukaran (sebelah Timur Desa Rerer sekarang - di antara Pantai Kema dan Pantai Kora-Kora). Keberadaan mereka disitu adalah untuk berburu serta membuka pemukiman yang baru. Namun, karena berkecamuknya penyakit malaria ditempat tersebut, serta adanya gangguan-gangguan dari para nelayan (yang dinamakan Mepe'puis) yang berasal dari Mangindanau, Ternate, Tidore, Mongondow dan Portugis, maka mereka memutuskan untuk mencari lokasi pemukiman yang baru.
Sebagian dari mereka memutuskan untuk berjalan mengikuti sungai dan masuk kearah pedalaman, sedangkan Tonaas yang lain, di antaranya Silouw dan Ompot, tetap menetap di Tanjung Lekukaran' (sebuah tanjung kecil yang mempunyai tebing-tebing yang tinggi) untuk berjaga-jaga sekaligus menghalau para nelayan yang sering datang mengganggu (Nelayan-nelayan tersebut awal mulanya hanya datang untuk mengambil air dan keperluan lainnya. Namun, lama kelamaan, mereka ingin menguasai pesisir pantai dan hasil kebun dari penduduk setempat sehingga terjadi persengketaan dan perkelahian dengan Tonaas-tonaas yang tinggal disitu. Nelayan-nelayan tersebut akhirnya diusir keluar dari pesisir pantai).
Para Tonaas yang masuk ke pedalaman akhirnya menemukan sebuah tempat yang berada di lereng pegunungan yang kemudian dinamakan Sesolongen. Disitulah mereka membuka perkebunan dan menanam padi, kelapa serta bahan-bahan makanan lain. Namun, ternyata lokasi pemukinan tersebut masih juga dapat ditemukan oleh para nelayan pendatang yang kemudian datang lagi mengganggu dan melakukan teror. Akhirnya diputuskan lagi untuk meninggalkan tempat tersebut dan mencari tempat pemukiman yang baru. Merekapun berjalan ke arah Barat, masuk lebih jauh lagi ke pedalaman. Akhirnya mereka tiba di suatu tempat yang suasanya mirip dengan yang di Sesolongen. Disitu mereka mendirikan pondok dan membuka ladang perkebunan yang baru. Namun, kali ini hasil kebun mereka sering diganggu oleh binatang seperti kera, tikus, babi hutan, dlsb. Melihat hal tersebut, merekapun memutuskan lagi untuk meninggalkan tempat tersebut. Setelah bermusyawarah, diambillah keputusan untuk berpencar. Sebagian menuju ke arah Utara dan sebagian lagi menuju ke arah Selatan.
Mereka yang menuju ke arah Selatan inilah yang kemudian bertemu dengan Tonaas-tonaas lain dari Tondano yaitu Dotu Gerungan, Dotu Lumentut dan Dotu Rambing (Dotu adalah Leluhur, Nenek Moyang). Mereka pun bersama-sama membuat pondok pemukiman didekat sebuah mata air (Kebu'an). Dari sinilah kemudian mereka mulai membuka ladang perkebunan menuju ke arah timur. Pada saat membuka ladang perkebunan yang baru, mereka menemukan sebuah pohon besar yaitu Pohon Rerer yang tumbuh di kaki Pegununan Lembean (Gunung Rumambun/Goulang dan Gunung Tayapu) dan berada di antara duah buah sungai yaitu Sungai Wulo disebelah Utara dan Sungai Kawiley disebelah Selatan. Di bawah pohon itu - yang sering mereka gunakan untuk beristirahat dan memuja para leluhur - dipimpin oleh Tonaas Pando, mereka mendapatkan petunjuk dari Opo Empung Walian Wangko (Tuhan Yang Maha Kuasa) melalui perantaraan seekor Burung Manguni, bahwa tempat tersebut merupakan suatu tempat yang baik untuk dijadikan pemukiman, membuka ladang perkebunan dan aman bagi keluarga serta anak-cucunya. Setelah mendapat petunjuk' dari Opo Empung Walian Wangko, bernyanyilah mereka dan menari-narilah mereka sambil membentuk sebuah lingkaran. Tempat tersebut kemudian dinamakan Tabuleleng (bulat/bundar).
Disitulah mereka memutuskan untuk menetap, membangun pondok, membuka ladang perkebunan dan beranak-cucu. Disebelah Timur ditanami pohon bambu/bulu yang berfungsi sebagai pagar/benteng yang kemudian dinamakan Pepusungen, sedangkan dibagian Timur Tenggara ditanami pohon-pohon kelapa dan kemudian dinamakan Po'opo Minawere. Mereka menamakan tempat pemukiman tersebut adalah Rerer, dan pada tahun 1635 ditentukanlah bahwa pusat kampung atau desa Rerer berada di Tabuleleng. Jadi, nama desa Rerer diambil dari nama sebuah pohon kayu yang besar yang bernama pohon Rerer.
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan juga oleh karena kedatangan dari keluarga-keluarga mereka dari Tondano dan juga dari Tonsea (Waleo, Lilang), maka kemudian Dotu Rambing memutuskan untuk mencari tempat pemukiman yang baru bagi keluarganya. Setelah bermusyawarah dengan para tonaas lainnya, berangkatlah Dotu Rambing menuju ke arah Selatan dan menetap disebuah daerah yang terletak didekat sebuah sungai di bawah Pegunungan Lembean. Ditempat itulah Dotu Rambing beserta saudara-saudaranya bermukin hingga kemudian lahirlah Desa Kombi (?)
Pemimpin Desa Rerer
[sunting | sunting sumber]Teterusan
[sunting | sunting sumber]Para pemimpin Desa Rerer pada saat itu yang dinamakan Teterusan (Panglima Perang), adalah:
Teterusan Pertama: | Pando | ||
Teterusan Kedua: | Nguyung | ||
Teterusan Ketiga: | Randang | ||
Teterusan Keempat: | Elia Pejoh |
Hukum Tua
[sunting | sunting sumber]Pada Jaman Belanda dipilihlah Hukum Tua untuk menggantikan peran dari para Teterusan.
No | Tahun | - | Tahun | Nama | Perewis / Wakil | |
---|---|---|---|---|---|---|
1 | 1888 | - | 1926 | Saul Gerungan | Joseph Lumentut (Bu' Ni Wuisan) | |
2 | 1926 | - | 1931 | Derek Manueke | Maukar Rarumangkay | |
3 | 1931 | - | 1936 | Johanis 'Nani' Sumampouw | .......... | |
4 | 1936 | - | 1939 | Carel Gerungan | .......... | |
5 | 1939 | - | 1943 | Johan Gerungan | Herling Rarumangkay | |
6 | 1943 | - | 1946 | Wellem Supit | Jan Tumbel | |
7 | 1946 | - | 1949 | Carel Gerungan | .......... | |
8 | 1949 | - | 1962 | Josephus Manueke | .......... | |
9 | 1962 | - | 1977 | Jan Peyoh | 1. Hermanus Lumentut | |
2. Lengker Rarumangkay | ||||||
10 | 1977 | - | 1979 | Elieser Loing | .......... | |
11 | 1979 | - | 1980 | Thomas Ratar ( Pejabat ) | .......... | |
12 | 1979 | - | Andries 'Andi' Sumampouw | Wellem Sumampouw ( Wakil Hukum Tua ) | ||
13 | - | .......... | .......... | |||
14 | - | .......... | .......... | |||
15 | - | .......... | .......... |
dst ..........
dst ..........
Catatan: Perewis = Tetua Kampung
Geografis
[sunting | sunting sumber]Letak Geografis
[sunting | sunting sumber]Desa Rerer terletak pada posisi geografis di antara 1°15'47" – 1°16'19" LU (Lintang Utara) dan 124°59'55" – 125°00’36" BT (Bujur Timur), dengan luas wilayah mencapai sekitar 110 ha, serta berada pada ketinggian antara 360-460 meter di atas permukaan laut (dpl).
Topografi
[sunting | sunting sumber]Dari aspek topografis, sebagian besar wilayah Desa Rerer berada pada daerah yang berbukit-bukit.
Iklim
[sunting | sunting sumber]Sedangkan suhu di Desa Rerer pada waktu siang dapat mencapai 28 - 30 derajat Celcius dan 20 -25 derajat Celcius pada malam hari.
Batas wilayah
[sunting | sunting sumber]- Utara: Desa Kalawiran (Sungai Wulo dan Gunung Tayapu)
- Selatan: Desa Kolongan (Sungai Kawiley)
- Timur: Laut Maluku (Pantai Wulo, Wulo Oki, Wulotoan)
- Barat: Pegunungan Lembean (Gunung Rumambun dan Gunung Goulang)
Kesampaian
[sunting | sunting sumber]Desa Rerer dapat ditempuh dalam waktu sekitar 2 - 2,5 jam dari kota Manado, dengan melewati beberapa jalur darat sebagai berikut:
1. Manado – Tomohon – Tondano – Touliang Oki – Kombi – Rerer
2. Manado – Airmadidi – Tondano – Touliang Oki – Kombi – Rerer
3. Manado – Airmadidi – Kauditan – Kema – Makalisung – Kalawiran – Rerer
Penduduk
[sunting | sunting sumber]Etnis
[sunting | sunting sumber]Sebagian besar penduduk Desa Rerer berasal dari suku-suku di Minahasa yang kebanyakan berasal dari suku Tondano, Tonsea dan Tomohon. Disamping itu ada juga yang berasal dari etnis Tionghoa, Sangihe dan Jawa.
Bahasa
[sunting | sunting sumber]Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia (dialek Manado) dan Bahasa Daerah Minahasa yaitu Bahasa Tondano. Selain itu, ada juga penduduk Desa Rerer- khususnya para orang-orang tua – yang menggunakan Bahasa Belanda. Ini disebabkan oleh pengaruh jajahan Belanda. Namun, saat ini penduduk yang menguasai dan menggunakan Bahasa Belanda semakin berkurang seiring dengan berkurangya penduduk berusia lanjut yang sempat mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah Belanda zaman dulu.
Agama
[sunting | sunting sumber]Mayoritas penduduk Desa Rerer adalah pemeluk agama Kristen Protestan (GMIM, Advent-MAHK, Pantekosta-GPDI, Bethel, Pentakosta, dll.) dan Kristen Katolik.
Pendidikan
[sunting | sunting sumber]Masyarakat Desa Rerer tergolong masyarakat yang maju dan terpelajar. Pada umumnya anggota keluarga di Desa Rerer adalah lulusan Sekolah Menengah Atas hingga Perguruan Tinggi di dalam dan luar negeri. Dengan demikian, banyak masyarakat Desa Rerer yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil maupun sebagai pegawai swasta diperusahaan-perusahaan swasta lokal maupun internasional yang beroperasi di seluruh wilayah Indonesia.
Budaya
[sunting | sunting sumber]Masyarakat Desa Rerer sama seperti masyarakat Minahasa pada umumnya memiliki adat-istiadat dan budaya yang dikenal dengan sebutan Mapalus (Gotong Royong). Budaya Mapalus telah berakar dan membudaya di kalangan masyarakat Desa Rerer sejak zaman dulu. Budaya tersebut sampai saat ini masih terjaga dan terpelihara dengan baik. Dalam kehidupan sehari-hari masih dapat dirasakan sikap suka membantu dan bekerja sama antara satu dengan yang lain yang ditandai dengan masih adanya kegiatan-kegiatan berkelompok di masyarakat yang bertujuan untuk saling membantu dan bekerjasama antara satu dengan yang lainnya.
Ekonomi
[sunting | sunting sumber]Rerer merupakan salah satu desa penghasil Cengkih terbaik di Indonesia, sebagian besar masyarakat Desa Rerer memiliki perkebunan cengkih yang diolah secarah turun-temurun dalam keluarga (diwariskan). Selain cengkih, komoditas lain yang dihasilkan masyarakat Desa Rerer adalah Kelapa, Pisang, Vanili.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- Sejarah Desa Rerer, 1984, oleh Ariantjie 'Anci' Sumampouw (5 Desember 1930 – 22 Juli 2007). (Cucu dari Saul Gerungan, anak dari Johanis 'Nani' Sumampouw).
- Berbagai sumber
- Sumber Foto: Google Earth, Peta Minahasa Tahun 1873