Surat Ulu
Surat Ulu Aksara Rencong Aksara Kaganga | |
---|---|
Jenis aksara | |
Bahasa | Melayu Tengah, Rejang, Musi Ulu, Rawas, Lembak, dan lain-lain |
Aksara terkait | |
Silsilah | Menurut hipotesis hubungan antara abjad Aramea dengan Brahmi, maka silsilahnya sebagai berikut:
Dari aksara Brahmi diturunkanlah:
|
Aksara kerabat | Bali Batak Baybayin Bugis Incung Jawa Lampung Makassar Sunda |
Pengkodean Unicode | |
| |
Surat Ulu atau Aksara Hulu, juga dikenal sebagai Aksara Rencong atau Aksara Kaganga,[1][a] adalah sebutan untuk rumpun aksara Brahmi yang berkembang di pulau Sumatra bagian selatan. Istilah ini merujuk pada aksara-aksara yang pernah digunakan oleh masyarakat Sumatera Selatan (Rawas, Lintang, Ogan, Lakitan, Musi), Bengkulu (Pasemah, Lembak, Rejang, Serawai), serta Krui (di Lampung).[2] Surat Ulu telah diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia pada tahun 2018.[3]
Asal nama
[sunting | sunting sumber]Surat Ulu berasal dari dua kata, yaitu surat yang berarti tulisan, dan ulu yang berarti wilayah dataran tinggi, tempat sungai Musi bermuara (yaitu Pegunungan Bukit Barisan). Dengan pengertian ini, aksara Kerinci dan aksara Lampung sebenarnya tidak termasuk dalam kategori Surat Ulu, meskipun beberapa ahli memasukkannya.[b] Istilah "Surat Ulu" sendiri digunakan oleh masyarakat setempat untuk menyebut rumpun aksara ini.[5][6][4][c]
Nama lain yang juga dikenal adalah aksara Rencong (bahasa Belanda: Rèntjong-schrift). Kata rencong kemungkinan berasal dari bahasa Melayu Kuno mèncong, yang berarti miring atau tidak lurus.[9][10] Ada juga pendapat bahwa kata ini berasal dari runcing, karena aksara ini awalnya ditulis menggunakan ujung pisau yang runcing.[11] Terlepas dari asal-usulnya, istilah Rencong banyak digunakan oleh sarjana Barat untuk menyebut rumpun aksara ini.[12][d] Nama ini juga memiliki variasi lain, seperti Surat Ghincung dalam bahasa Basemah.[13]
Istilah lain yang digunakan adalah aksara Kaganga. Nama ini diperkenalkan oleh M. A. Jaspan (1926-1975), seorang antropolog dari Universitas Hull. Istilah ini tidak hanya merujuk pada Surat Ulu, tetapi juga pada seluruh keturunan aksara Brahmi.[14] Nama Kaganga berasal dari tiga huruf pertama dalam susunan aksara Brahmi, serupa dengan bagaimana istilah "alfabet" diambil dari dua huruf pertama dalam alfabet Yunani (alfa-beta), atau "abjad" yang berasal dari empat huruf pertama dalam abjad Arab (alif-ba-jim-dal).[12][5][e]
Unicode
[sunting | sunting sumber]Saat ini, hanya varian Rejang dari Surat Ulu yang telah terdaftar di Unicode. Upaya untuk mendaftarkan seluruh varian Surat Ulu telah dilakukan sejak tahun 2021.[16]
Galeri
[sunting | sunting sumber]
|
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Catatan
[sunting | sunting sumber]- ^ Istilah surat ulu yang menunjuk kepada aksara atau tulisan rencong atau Ka-Ga-Nga terdapat antara lain dalam manuskrip-manuskrip Mal. 6873, Mal 6874, Mal. 6884, Mal. 6877, dan L.Or. 12.247 (Perpustakaan Universitas Leiden).[1]
- ^ "Orang-orang tua di daerah Sumatra bagian Selatan sering kali menyebut aksara Lampung sebagai surat Ulu..."[4]
- ^ "Surat ulu adalah nama lokal dan merupakan istilah yang lazim bagi masyarakat pendukungnya untuk menyebut aksara yang oleh sarjana Barat disebut rencong atau Ka-Ga-Nga. Beberapa informan memberikan keterangan bahwa mereka menyebut aksara daerah turunan aksara pallava itu dengan nama surat ulu, sebagaimana yang dinyatakan oleh Jalil (dari desa Muara Timput) dan Meruki (dari desa Ujung Padang), serta Pidin (dari desa Napal Jungur). Catatan Westenenk (1922:95) seperti yang dimuat dalam TBG edisi 61,[7] menunjukkan bahwa istilah surat ulu memang merupakan nama lokal yang digunakan oleh masyarakat pendukung tradisi tulis Ulu."[8]
- ^ Mengenai hubungan penamaan antara aksara Rencong dan Surat Ulu, L. C. Westenenk menulis sebagaimana berikut:
Toen ik dit eerste opstel schreef, wist ik n.l. niet, of de bij Europeanen gebruikelijke term "rèntjong-schrift" inderdaad ergens door Maleisch wordt gebezigd. Het is mij nu gebleken, dat dit in het landschap Rawas (Palembang) het geval is. Elders noemt men het gewonlijk: soerat oeloe = bovenlandsch schrift.[7]
Ketika saya menulis esai pertama ini, saya tidak tahu apakah istilah "aksara rencong" yang biasa digunakan di kalangan orang Eropa, memang digunakan di suatu tempat dimana orang Melayu tinggal. Sekarang menjadi jelas bagi saya bahwa (istilah) ini digunakan di kawasan Rawas (Palembang). Di kawasan lain (aksara ini) biasa disebut: surat ulu = aksara dataran tinggi.
—Westenenk (1919) - ^ Hal ini diperkuat oleh pernyataan Mohammad Noeh yang menyatakan bahwa aksara-aksara ini "disebut sebagai tulisan Ka Ga Nga, yaitu sistem aksara kuno yang berasal dari India."[15]
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Sarwono & Rahayu 2014, hlm. 2.
- ^ Sarwono & Rahayu 2014, hlm. 5.
- ^ "Warisan Budaya Takbenda | Beranda". warisanbudaya.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2024-09-20.
- ^ a b Pudjiastuti 1996, hlm. 46.
- ^ a b "Aksara Kaganga Bengkulu – Kantor Bahasa Provinsi Bengkulu". Diakses tanggal 2021-11-10.
- ^ Sarwono & Rahayu 2014, hlm. 4.
- ^ a b Westenenk, L. C. (1919). Aanteekeningen omtrent het hoornopschrift van Loeboek Blimbing in de marga Sindang Bliti, onder-afdeeling Redjang, afdeeling Lebong, residentie Benkoelen. Weltevreden: Albrecht & Co. hlm. 448 – 459.
- ^ Sarwono & Rahayu 2014, hlm. 4 - 5.
- ^ "Carian Umum". prpm.dbp.gov.my. Diakses tanggal 2021-11-10.
- ^ "Hasil Pencarian - KBBI Daring". kbbi.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2021-11-10.
- ^ Pitri, Nandia (Desember 2019). "Batik Incung dan Islam di Kerinci". Jurnal Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman. 19 (2): 27 – 39.
- ^ a b Sarwono & Rahayu 2014, hlm. 1.
- ^ Mahdi, Sutiono (2014). Aksara base besemah : pelajaghan mbace nga nulis urup ulu (surat ghincung). Dewi Saputri. Bandung. ISBN 978-602-9238-64-8. OCLC 906670726.
- ^ M. A. Jaspan (1964). Folk literature of South Sumatra: Redjang Ka-Ga-Nga Texts (dalam bahasa English). Internet Archive.
- ^ Pudjiastuti 1996, hlm. 2.
- ^ "Unicode Status (Rejang)". ScriptSource.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Sarwono, Sarwit; Rahayu, Ngudining (2014). Pusat Penulisan dan Para Penulis Manuskrip Ulu di Bengkulu (PDF). Universitas Bengkulu: UNIB Press. ISBN 978-979-9431-85-1.
- Pudjiastuti, Titik (1996). Aksara dan Naskah Kuno Lampung Dalam Pandangan Masyarakat Lampung Kini (PDF). Jakarta: Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Pusat Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.