Lompat ke isi

Surga

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Swargaloka)
Sebagian besar agama mendeskripsikan surga sebagai alam supernatural yang lebih tinggi daripada Bumi, dan dalam beberapa kepercayaan, surga identik dengan langit.[1]

Surga atau kahyangan[2][3] (ejaan alternatif: kayangan), menurut kosmologi keagamaan, adalah suatu alam supernatural yang dipercaya oleh para penganut beberapa agama sebagai tempat kediaman makhluk suci (dewa atau malaikat) atau roh yang dimuliakan (rasul, nabi, santo dan santa, resi, serta orang-orang yang melakukan lebih banyak kebaikan semasa hidup). Istilah "surga" berasal dari bahasa Sanskerta Swarga, kediaman para dewa-dewi Hindu.

Banyak agama dan kepercayaan yang meyakini surga sebagai alam yang suci, di atas permukaan Bumi, penuh dengan unsur-unsur kebaikan, kebahagiaan, kemulian, dan terang benderang, bertolak belakang dengan neraka, yang diyakini sebagai dunia bawah, tempat yang lebih rendah dari permukaan Bumi, suram, serta dipenuhi penderitaan, kesengsaraan, dan penyiksaan.

Beberapa kepercayaan meyakini surga sebagai bagian teratas dari axis mundi[4] atau puncak dari pohon dunia.[5] Agama-agama dari India pada umumnya meyakini surga sebagai tempat persinggahan atau kelahiran sementara (sebelum bereinkarnasi) bagi roh atau makhluk baik, dan penghuninya diyakini sebagai makhluk sakti dan cemerlang yang disebut dewa.[6] Agama samawi (Yahudi, Kekristenan, dan Islam) serta Zoroastrianisme[7] meyakini surga sebagai tempat imbalan bagi roh orang yang melakukan lebih banyak kebaikan semasa hidupnya.

Etimologi

[sunting | sunting sumber]

Kata "Surga" merupakan salah satu kata serapan dari bahasa Sanskerta dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata Sanskerta: स्वर्ग, translit: svarga, yang berarti "tempat kediaman cahaya dan dewa-dewa".[8][9] Dalam beberapa bahasa daerah di Indonesia kata svarga diserap menjadi sawarga (Sunda), suruga (Makassar), sorge (Sasak) sarugo (Minangkabau) dan swarga (Jawa).[10]

Dalam rumpun bahasa asli Nusantara terdapat istilah "Kahyangan" yang dipadankan dengan Surga, berasal dari beberapa bahasa kuno di Indonesia seperti bahasa Sunda Kuno dan bahasa Jawa Kuno, yang jika dipilah menjadi ka-hyang-an (dengan konfiks khas Jawa–Sunda ‘ka- -an’) sehingga memiliki arti "keilahian", "kedewaan", atau bermakna "tempat tinggal para Hyang atau leluhur". Istilah hyang sendiri merupakan turunan langsung dari kata *qiaŋ dalam bahasa Proto-Melayu-Polinesia (bahasa awal yang berkembang menjadi bahasa-bahasa di Nusantara).[11]

[sunting | sunting sumber]

Buddhisme

[sunting | sunting sumber]
Lukisan di Wat Olak Madu, Kedah, menggambarkan Sang Buddha berkhotbah di hadapan para dewa di surga Tāvatiṃsa (Sanskerta: Trāyastriṃśa).

Dalam Buddhisme, surga merupakan salah satu alam kehidupan (termasuk Bumi dan neraka), dihuni oleh dewa atau makhluk yang di kehidupan sebelumnya menimbun banyak karma baik, dan akan terlahir kembali ke alam lain setelah pahala dari karma baiknya habis. Sang Buddha menjelaskan bahwa Bumi bukanlah satu-satunya sistem dunia yang dapat dihuni, dan manusia bukanlah satu-satunya makhluk.[12] Loka adalah istilah untuk suatu sistem dunia atau alam kehidupan, masing-masing dihuni oleh makhluk tertentu, meliputi manusia, dewa, asura (jin dan siluman), hewan, dan hantu. Secara keseluruhan, berdasarkan penafsiran terhadap Tripitaka Pali dan kitab-kitab komentar (aṭṭhakathā), aliran Theravāda mengidentifikasi 31 (tiga puluh satu) jenis alam kehidupan atau loka yang diuraikan berdasarkan wujud dan karakteristik. Dijabarkan bahwa 31 loka tidak hanya ada di tata Surya (sistem dunia) kita, tetapi juga di antara jutaan sistem dunia lainnya. Setiap satu sistem dunia memiliki 31 lokanya sendiri.[13][14]

Dewa adalah sebutan untuk makhluk-makhluk yang menempati loka surga (devaloka), di dalamnya termasuk loka brahma (brahmaloka). Dewa yang menempati loka brahma berkedudukan lebih tinggi dan secara spesifik disebut sebagai brahma. Loka brahma terdiri atas loka brahma-materi-halus (rūpāvacarabhūmi) dan loka brahma-nonmateri (arūpavacarabhūmi). Loka ini merupakan surga tertinggi di sistem kosmologi Buddhis, berkedudukan di atas loka kebahagiaan indrawi (kāmasugatibhūmi).[15]

Hinduisme

[sunting | sunting sumber]
Ilustrasi Swarga atau kediaman para dewa-dewi menurut kepercayaan Hindu, terbitan Raja Ravi Varma Press, India (1910-an).

Swarga adalah alam hunian dewa-dewi menurut ajaran agama Hindu.[16] Di dalam kosmologi Hindu, Swarga merupakan salah satu dari ketujuh loka (alam hunian) lapisan atas.[17] Swarga kerap diterjemahkan menjadi surga, kendati Swarga dianggap tidak sama dengan surga yang dipahami agama abrahamik.[18][19][20][21]

Swarga adalah segugus alam angkasawi yang bertumpu dan mengawang di puncak Mahameru, didiami arwah orang-orang baik yang tekun mengamalkan ajaran kitab-kitab suci, tempat mereka bersenang-senang sebelum terlahir kembali ke dunia. Indra, raja dewata, adalah penguasa Swarga. Ia memerintah Swarga bersama-sama dengan permaisurinya, Indrani.[22] Keratonnya dinamakan Waijayanta,[23] di dalamnya terdapat bangsal kencana Sudarma, balairung megah tiada tara. Amarawati adalah ibu kota Swarga, gapuranya dijaga Airawata, raja segala gajah.[24]:84 Swarga disebut-sebut sebagai tempat tinggal Kamadenu, sapi pelimpah rejeki, dan tempat tumbuhnya Parijata, pohon pengabul hajat.[25] Di tengah-tengah taman sari Nandana, tumbuh pohon Kalpawreksa, ditanam Indra sesudah mumbul dari lautan susu pada peristiwa Samudramantana. Berdasarkan letaknya, Swarga disebut Tridiwa, kahyangan tertinggi ketiga.[26]

Meurut ajaran Islam, Surga atau dalam bahasa Arab disebut "Janah" (جَنَّةٍ, Janna) adalah tempat yang kekal sebagai balasan bagi orang beriman dan melakukan kebaikan selama hidup di dunia. Al-Qur'an banyak menjelaskan tentang negeri Akhirat (kehidupan setelah mati) untuk orang yang selalu berbuat baik. Janah itu sendiri sering dijelaskan dalam berbagai surah di Al-Qur'an, sebagai tempat keabadian berupa taman (bahasa Arab: janna) yang indah atau kebun yang terdapat sungai-sungai mengalir di bawahnya:[27][28][29][30]

Perumpamaan janah yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah seperti taman mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tak henti-henti, sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa; sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka. (QS.Ar-Ra'd 13:35)

Perumpamaan taman janah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa; di sana ada sungai-sungai yang airnya tidak payau, dan sungai-sungai air susu yang tidak berubah rasanya, dan sungai-sungai khamar (anggur yang tidak memabukkan) yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai madu yang murni. Di dalamnya mereka memperoleh segala macam buah-buahan, dan ampunan dari Rabb mereka. Samakah mereka dengan orang yang kekal dalam neraka, dan diberi minuman dengan air mendidih sehingga ususnya terpotong-potong ? (QS.Muhammad 47:15)

Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. (QS.Al-Qasas 28:83)

Kekristenan

[sunting | sunting sumber]
Lukisan Kenaikan Yesus ke Surga, karya pelukis Italia Dosso Dossi, abad ke-16.

Dalam Kekristenan, Surga atau Kerajaan Surga adalah kehidupan kekal yang dijanjikan Yesus kepada orang-orang yang percaya kepada-Nya. Istilah "surga" dipakai oleh penulis Alkitab menunjuk pada tempat yang kudus di mana Allah saat ini berada. Kehidupan kekal, ciptaan yang sempurna, tempat di mana Allah menghendaki untuk tinggal secara permanen dengan umat-Nya (Wahyu 21:3).[31] Tidak akan ada lagi pemisahan antara Allah dan manusia. Orang-orang beriman sendiri akan hidup dengan kemuliaan, dibangkitkan dengan tubuh yang baru; tidak akan ada penyakit, tidak ada kematian dan tidak ada air mata.

Surga ada di kekekalan, sudah ada sebelum masa yang dimaksud dalam Kejadian 1:1, sebelum penciptaan alam semesta surga sudah ada. Surga itu juga merupakan hadirat Tuhan atas manusia di Bumi, ketika manusia mampu menghadirkan suasana surga dalam lingkungan sosialnya dengan menerapkan kasih dan kedamaian.[32]

Kepercayaan Nusantara

[sunting | sunting sumber]

Sebelum masuknya agama Hindu dan Buddha, masyarakat Nusantara di pulau Jawa dan Bali, seperti masyarakat Sunda, Jawa, dan Bali sudah menganut agama pribumi berupa pemujaan terhadap arwah leluhur. Mereka menyebut leluhur mereka dengan istilah Hyang dan tempat tinggal mereka di alam gaib disebut kahyangan.

Secara hakikatnya, Hyang pada mulanya merujuk kepada entitas (baik itu berupa roh maupun arwah leluhur) penghuni pegunungan di pulau Jawa yang disembah. Dengan masuknya agama Hindu dan Buddha, maka istilah Swarga dari agama-agama tersebut pun dipakai berdampingan dengan istilah Kahyangan, karena Swarga juga bermakna tempat tinggal para roh atau makhluk yang berbuat kebaikan selama hidup di Bumi.

Kepercayaan Tionghoa

[sunting | sunting sumber]
Tian Tan (天坛) atau "Kuil Surga", tempat pemujaan agama Konghucu dan Tao yang terletak di Beijing.

Pada Taoisme dan Konfusianisme, Tian (天) sering kali diterjemahkan sebagai "Surga" dan disebutkan dalam hubungannya dengan aspek Di (地) atau "Bumi". Kedua aspek tersebut dalam kosmologi Tao merupakan perwujudan dari sifat dualistik alamiah Taoisme. Tian dan Di dipercaya mengatur kedua kutub dari Tiga Alam (Hanzi: 三界), yang mana alam tengahnya ditempati oleh manusia (Hanzi: 人; hanyu pinyin: Ren).

Konfusius memiliki iman yang mendalam terhadap Surga dan percaya bahwa Surga berkuasa atas daya upaya manusia. Dia juga percaya bahwa dirinya mengemban keinginan Surga, dan Surga tidak akan membiarkan utusannya, Konfusius, terbunuh hingga pekerjaannnya terselesaikan. Berbagai atribut Surga digambarkan dalam karyanya Analek.

Bagi Mozi, Surga adalah penguasa ilahi, sebagaimana "Putra Langit" (kaisar) adalah penguasa duniawi. Mozi percaya bahwa roh-roh dan iblis benar-benar ada atau setidaknya ritual harus dilakukan demi kepentingan sosial, tetapi tugas mereka adalah untuk menjalankan keinginan Surga, mengawasi orang jahat dan menghukum mereka. Mozi mengajarkan bahwa Surga mengasihi semua orang secara adil dan tiap-tiap orang sudah seharusnya juga saling menyayangi tanpa membedakan mana yang merupakan relatifnya dan mana yang bukan.[33]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Schuessler, Axel (2007). ABC Etymological Dictionary of Old Chinese. University of Hawaii Press. 
  2. ^ kahyangan (kahyaGan) : kw panggonane para dewa; kc. hyang. Sumber: Bausastra Jawa, Poerwadarminta, 1939, #75.
  3. ^ https://www.sastra.org/bahasa-dan-budaya/kamus-dan-leksikon/781-bausastra-jawa-poerwadarminta-1939-75-bagian-01-a
  4. ^ Toporov, V. (1990). "The Thracian Horseman in an Indo-European Perspective". ORPHEUS. Journal of Indo-European and Thracian Studies. 18: 46–63 [48]. 
  5. ^ Senkutė, Loreta. "Varuna "Rigvedoje" ir dievo įvaizdžio sąsajos su velniu baltų mitologijoje" [God Varuna o f the Rigveda as related to images in ancient Baltic mythology]. In: Rytai-Vakarai: Komparatyvistinés Studijos XII. pp. 366–367. ISBN 9789955868552.
  6. ^ "Life After Death Revealed – What Really Happens in the Afterlife". SSRF English (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-03-22. 
  7. ^ Farhang, Merh (2003) "The Zoroastrian Tradition: An Introduction to the Ancient Wisdom of Zarathushtras". Mazda Publishers.
  8. ^ Sir Monier Monier-Williams, M.A., K.C.I.E (1899), Sanskrit-English Dictionary Etymologically and Philologically Arranged with Special Reference to Cognate Indo-European Languages, Oxford: University Press 
  9. ^ Arthur Anthony Macdonell (1929), A Practical Sanskrit Dictionary With Transliteration, Accentuation, and Etymological Analysis Throughout, London: Oxford University Press 
  10. ^ "Matius 6:9". sabda.org. Diakses tanggal 20 Januari 2021. 
  11. ^ "Austronesian Comparative Dictionary". trussel2.com. Diakses tanggal 20 Januari 2022. 
  12. ^ Mahāthera, Nārada (1995). Sang Buddha dan ajaran-ajaranNya. Yayasan Dhammadipa Arama. 
  13. ^ Jinavamsa (2001). The Thirty-one Planes of Existence: (as Transcribed from Bhante Suvanno's Cassette Recording) (dalam bahasa Inggris). Inward Path. ISBN 978-983-9439-57-1. 
  14. ^ Buswell, Robert E. (2004). Encyclopedia of Buddhism. New York: Macmillan Reference USA, Thomson Gale. hlm. 711–712. ISBN 978-0-02-865718-9. 
  15. ^ Kheminda, Ashin (2020-02-01). KAMMA: Pusaran Kelahiran & Kematian Tanpa Awal. Yayasan Dhammavihari. ISBN 978-623-94011-0-8. 
  16. ^ Doniger, Wendy (2022). After the War: The Last Books of the Mahabharata (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. hlm. 11. ISBN 978-0-19-755339-8. 
  17. ^ B. K. Chaturvedi (2004). Shiv Purana. Diamond Pocket Books. hlm. 124. ISBN 8171827217. 
  18. ^ Williams, George M. (2008-03-27). Handbook of Hindu Mythology (dalam bahasa Inggris). OUP USA. hlm. 150. ISBN 978-0-19-533261-2. 
  19. ^ Muller, F. Max (2013-11-05). The Upanisads (dalam bahasa Inggris). Routledge. hlm. 61. ISBN 978-1-136-86449-0. 
  20. ^ Hiltebeitel, Alf (2001-10-30). Rethinking the Mahabharata: A Reader's Guide to the Education of the Dharma King (dalam bahasa Inggris). University of Chicago Press. hlm. 149. ISBN 978-0-226-34054-8. 
  21. ^ Craig, Edward (1998). Routledge Encyclopedia of Philosophy: Index (dalam bahasa Inggris). Taylor & Francis. hlm. 254. ISBN 978-0-415-07310-3. 
  22. ^ Buck, William (2021-06-08). Ramayana (dalam bahasa Inggris). Univ of California Press. hlm. 9. ISBN 978-0-520-38338-8. 
  23. ^ Bane, Theresa (2014-03-04). Encyclopedia of Imaginary and Mythical Places (dalam bahasa Inggris). McFarland. hlm. 136. ISBN 978-0-7864-7848-4. 
  24. ^ Fausbøll, V. (1903). Indian mythology according to the Mahābhārata : in outline. London: Luzac. ISBN 0-524-01055-2. OCLC 690682510. 
  25. ^ Klostermaier, Klaus K. (2014-10-01). A Concise Encyclopedia of Hinduism (dalam bahasa Inggris). Simon and Schuster. hlm. 91. ISBN 978-1-78074-672-2. 
  26. ^ Walker, Benjamin (2019-04-09). Hindu World: An Encyclopedic Survey of Hinduism. Dua Jilid. Jilid II M-Z (dalam bahasa Inggris). Routledge. hlm. 210. ISBN 978-0-429-62419-3. 
  27. ^ Surah Al-Imran: 15
  28. ^ Surah Al-Imraan: 195, Surah Al-Maaida: 119, Surah At-Taubah: 72
  29. ^ Surah At-Taubah: 89, Surah Ibrahim: 23, Surah An-Nahl: 31, Surah Al-Kahf: 31, Surah Ta Ha: 76, Surah Al-Hajj: 14, Surah Al-Furqan: 10, Surah Al-Ankabut: 58, Surah Muhammad: 12, Surah Al-Fath: 5
  30. ^ Surah Al-Fath: 17, Surah Al-Hadid: 12, Surah Al-Mujaadilah: 22, Surah As-Saff: 12, Surah At-Taghaabun: 9, Surah At-Talaaq: 11, Surah Al-Buruj: 11, Surah Al-Bayyinah: 8
  31. ^ "Wahyu 21:3 (Versi Paralel) - Tampilan Ayat - Alkitab SABDA". alkitab.sabda.org. Diakses tanggal 2022-10-25. 
  32. ^ Zupez, SJ, John (January 2020). "Our Good Deeds Follow Us: A Reflection on the Secondary Joy of Heaven". Emmanuel. 126: 4–6. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-06. Diakses tanggal 2020-04-29. 
  33. ^ Dubs, Homer H. 1959-1960. "Theism and Naturalism in Ancient Chinese Philosophy," 'Philosophy East and West' 9.3-4:163-172.

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]
  • asy-Sya'rawi, M. Mutawalli (2007). Basyarahil, U., dan Legita, I. R., ed. Anda Bertanya Islam Menjawab. Diterjemahkan oleh al-Mansur, Abu Abdillah. Jakarta: Gema Insani. ISBN 978-602-250-866-3.