Syarifuddin Alambai
Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
|
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Syarifuddin Alambai | |
---|---|
Lahir | Syarifuddin Alambai 3 Juni 1942 Sugih Waras |
Meninggal | 15 Februari 2011 Palembang |
Kebangsaan | Indonesian |
Suami/istri | Dian Sumardiah |
Syarifuddin Alambai (3 Juni 1942 – 15 Februari 2011) adalah mantan Direktur Utama PT Jasa Marga yang menjadi tokoh pengembangan jalan tol di Indonesia. Lahir di Desa Sugih Waras, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan pada tanggal 3 Juni 1942, dari pasangan Muhammad Alambai bin dr. Muhammad Rabain dan ibu Yahimah binti Duli. Dan wafat di Palembang pada tanggal 15 Februari 2011.
Pendidikan
[sunting | sunting sumber]Syarifuddin Alambai lulus pendidikan teknik sipil dari Universitas Sriwijaya Palembang (dengan menjalani beberapa semester akhirnya di Institut Teknologi Bandung), serta menyelesaikan Magister Management di bidang teknik di Universitas Indonesia.
Karier
[sunting | sunting sumber]Memulai karier di Ditjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. Setelah mengabdi mulai dari 1982 hingga 1994, pindah ke PT Virama Karya, salah satu BUMN dibidang konsultasi hingga 2001, dan kemudian menjadi Direktur Utama di PT Jasa Marga hingga tahun 2006. Prestasinya yang paling menonjol adalah membangun jalan tol Cikampek - Purwakarta - Padalarang (Cipularang) sehingga membuat Bandung berkembang pesat. Ia juga mempelopori pembagian jalan tol menjadi 6 bagian yang masing-masing ditangani oleh kontraktor dengan sistem Contract Pre-Full Finance (CPF). Cara ini menjadi acuan bagi investor tol lainnya hingga saat ini.[1]
Penghapusan Peran Regulator Jasa Marga
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 2003, Syarifuddin Alambai, mewakili PT Jasa Marga, mendukung niat pemerintah untuk menghapus peran regulator pada PT Jasa Marga karena dianggap memperberat beban perusahaan tersebut. Peran regulator ini diamanatkan oleh Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan. Akibatnya, PT Jasa Marga menjadi tidak kompetitif karena harus menanggung beban utang operator lain jika mengalami kerugian.[2] Terbukti peran regulator ini menjadi ganjalan saat PT Jasa Marga akan diprivatisasi pada tahun 2004.[3] Barulah setelah Revisi UU Jalan diselesaikan, proses IPO bisa dipercepat.[4] IPO Jasa Marga akhirnya baru terwujud pada bulan November 2007 dengan kode nama saham JSMR.[5]
Kenaikan Tarif Tol 2006
[sunting | sunting sumber]Rencana tarif tol 2006 menimbulkan persitegangan antara Syarifuddin Alambai dengan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto. Karena dianggap membebani masyarakat, maka Dewan Perwakilan Rakyat memanggil Menteri Pekerjaan Umum, Dirut PT Jasa Marga, dan Kepala Badan Pengatur Jalan Tol. Namun pernyataan Djoko Kirmanto bahwa operator jalan tol belum memberikan pelayanan yang memuaskan membuat Syarifuddin Alambai mengeluarkan pernyataan bantahan. Ia merasa PT Jasa Marga sudah berbuat maksimal dengan mengucurkan Rp 300 Miliar setiap tahunnya untuk peningkatan pelayanan. Perang pernyataan ini memunculkan dugaan media bahwa ada perseteruan antara Syarifuddin Alambai dengan Djoko Kirmanto.[6]
Sebelum ada pernyataan tersebut, Syarifuddin Alambai mengeluarkan pernyataan kontroversial bahwa kenaikan tarif tol tidak perlu mendengar pendapat DPR. Akibatnya anggota Komisi V DPR melakukan boikot dengan tidak memberikan kesempatan kepada Menteri Pekerjaan Umum untuk memberi penjelasan mengenai alasan kenaikan tarif tol dan terpaksa mengajukannya secara tertulis.[7]
Kasus Semesta Marga Raya
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 2007, BNI menyatakan adanya pelanggaran PT Semesta Marga Raya atas perjanjian pengucuran kredit dari BNI karena mencopot Syarifuddin Alambai dari posisi Komisaris dan Jamaluddin Herman dari posisi Direktur Teknik tanpa persetujuan kreditur. Syarifuddin Alambai menyatakan keberadaannya di Semesta Marga Raya adalah berdasarkan permintaan mereka sendiri karena belum memiliki kepercayaan dari calon kreditur.[8] Atas hal ini, ia menggugat Semesta Marga Raya dan pemerintah.[9] Ia juga menyerang kontrak Tol Kanci yang melibatkan Semesta Marga Raya dengan pernyataan bahwa kontrak tersebut harusnya batal demi hukum pada tahun 2007.[10] Kasus ini terus berlanjut hingga akhirnya tahun 2010 Syarifuddin Alambai dan Semesta Marga Raya berdamai atas inisiatif tergugat.[11]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Syarifuddin Alambai, Tokoh Jalan Tol, diakses dari situs berita Kompas
- ^ JM Setuju Hapuskan Peran Regulator Jalan Tol, diakses dari situs pemerintah BUMN[pranala nonaktif permanen]
- ^ Rencana Privatisasi PT Jasa Marga Bakal Tidak Berjalan Mulus, diakses dari situs Pemerintah BUMN[pranala nonaktif permanen]
- ^ Revisi UU Jalan Percepat IPO Jasa Marga, diakses dari situs pemerintah BUMN[pranala nonaktif permanen]
- ^ Jasa Marga IPO 12 November 2007, diakses dari situs Finance Detik
- ^ "Menteri PU dan Bos Jasa Marga Ribut, diakses dari situs berita Rakyat Merdeka". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-04. Diakses tanggal 2013-02-18.
- ^ Buntut Boikot Komisi V, Menteri PU Siapkan Jawaban Tertulis, diakses dari situs berita Detik
- ^ "BNI Nilai Semesta Langgar Kesepakatan, diakses dari situs berita Tempo". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-12-23. Diakses tanggal 2013-02-18.
- ^ "Perkara Umum yang Sedang Ditangani Biro Hukum Departemen Pekerjaan Umum sd Tahun 2009, diakses dari situs pemerintah Kementerian Pekerjaan Umum" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-12-23. Diakses tanggal 2013-02-18.
- ^ "Kontrak Tol Kanci Dianggap Cacat Hukum, diakses dari situs berita Tempo". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-12-23. Diakses tanggal 2013-02-18.
- ^ "SMR-Syarifuddin Alambai Berdamai, diakses dari situs berita Kontan". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-12-23. Diakses tanggal 2013-02-18.