Tari Golek Lambangsari
Golek Lambangsari adalah salah satu dari ragam kesenian ciptaan KRT. Purbaningrat (18651949), adalah empu tari dan karawitan. Hidupnya diabadikan sepenuhnya untuk kesenian dan keraton.[1]
Golek Lambangsari adalah sebuah tarian yang menggambarkan tentang seorang gadis remaja yang menginjak dewasa yang sangat pandai bersolek atau merias wajahnya yang mana ini semua tergambar dalam tarian ini. Tarian ini bagian dari Setu Ponan yang diadakan di Kraton Pura Mangkunegaran Surakarta, acara ini di selenggarakan setiap 35 hari sekali.[2]
Tari Golek Lambangsari dinamakan seperti itu karena disesuaikan dengan irama yang mengiringinya yaitu gending Lambang Sari. Makna kata Lambang Sari adalah persetubuhan atau bersetubuh, yang dapat diartikan penytuan jiwa dan raga, penyatuan fisik dan rasa antara tarian dengan iringannya. Karena dalam tarian, penari harus masuk dan menghayati iringan lagu yang dibawakan.[2]
Proses pertunjukan Golek Lambang Sari dimulai dengan seorang penari golek yang mengenakan busana mirip bedaya, mulai bersiap diujung lantai pendapa lagon wetah. Penari masuk, langsung berjalan kapang-kapang menyusur menuju gawang pinggir untuk kemudian duduk dan sembahan. Gending berhenti, diteruskan gending lain sehingga penari mulai berdiri kembali, menari perlahan dari gawang kiri menuju gawang tengah[1]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/dashboard/media/Buku%20Penetapan%20WBTb%202018.pdf?utm_source=Misi+1&utm_campaign=d3fcefc15d-EMAIL_CAMPAIGN_2019_02_16_02_34&utm_medium=email&utm_term=0_36dc46f689-d3fcefc15d-301506469
- ^ a b Soebijanto (2017-12-13). "Melankolisnya Tari Golek Lambang Sari | myimage" (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-03-06. Diakses tanggal 2019-03-03.