Vihara Buddhagaya Watugong
Vihara Buddhagaya | |
---|---|
Informasi umum | |
Jenis | Tempat ibadah |
Gaya arsitektur | Tiongkok & Thailand |
Lokasi | Semarang, Jawa Tengah |
Alamat | Jl. Perintis Kemerdekaan Pudakpayung, Banyumanik, Semarang Jawa Tengah |
Koordinat | 7°05′10″S 110°24′32″E / 7.08611°S 110.40889°E |
Mulai dibangun | 19 Oktober 1955[1] |
Vihara Buddhagaya Watugong atau juga dikenal dengan nama Vihara Buddhagaya merupakan salah satu tempat ibadah agama Buddha yang terletak di Pudakpayung, Banyumanik, Semarang Jawa Tengah. Lokasi tepatnya berada di depan Markas Kodam IV/Diponegoro. Komplek Vihara Buddhagaya Watugong tersebut terdiri dari dua bangunan induk utama yaitu Pagoda Avalokitesvara dan Dhammasala serta beberapa bangunan lain. Pagoda Avalokitesvara adalah bangunan yang mempunyai nilai artistik tinggi, dengan tinggi mencapai 45 meter dan ditetapkan sebagai pagoda tertinggi di Indonesia. Di dalamnya terdapat patung Dewi Kwan Im dengan tinggi lima meter. Sedangkan Dhammasala terdiri dari dua lantai yang mana lantai dasar digunakan sebagai ruang aula serbaguna untuk kegiatan pertemuan dan lantai atas digunakan untuk upacara keagamaan yang terdapat patung Sang Buddha. Bangunan lain yang terdapat di dalam vihara yaitu Watugong, Plaza Borobudur, Kuti Meditasi, Kuti Bhikku, Taman bacaan masyarakat, Buddha Parinibana, Abhaya Mudra dan Pohon Bodhi.
Pada mulanya Vihara Buddhagaya hanya digunakan sebagai tempat ibadah. Namun, dengan melihat arsitektur bangunan yang sangat kental dengan etnik Tiongkok dan Thailand, sehingga akhirnya Vihara ini juga dikembangkan menjadi objek dan daya tarik wisata. Vihara ini menjadi salah satu kebanggaan bagi warga Kota Semarang pada khususnya dan Jawa Tengah pada umumnya.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Vihara Buddhagaya Watugong mempunyai sejarah panjang hingga perkembangan yang besar pada saat ini. Kurang lebih 500 tahun sesudah keruntuhan Kerajaan Majapahit, muncul lah berbagai kegiatan dan peristiwa yang menyadarkan berbagai kalangan penduduk akan warisan luhur nenek moyang yaitu Buddha Dhamma agar dapat kembali dipraktekkan oleh para pemeluknya. Usaha yang semula banyak digagas di zaman Hindia Belanda. Akhirnya harapan akan adanya orang yang mampu untuk mengajarkan Buddha Dhamma pada para umat dapat terwujud dengan kehadiran Bhikkhu Narada Maha Thera dari Srilanka pada tahun 1934. Gayung pun bersambut, kehadiran Dhammadutta tersebut dimanfaatkan oleh umat dan simpatisan untuk mengembangkan diskusi dan memohon penjabaran Dhamma secara lebih luas lagi. Puncaknya muncul putra pertama Indonesia yang mengabdikan diri secara penuh pada penyebaran Buddha Dhamma, yakni pemuda Bogor bernama The Boan An yang kemudian menjadi Bhikkhu Ashin Jinarakkhita.
Pada tahun 1955 Bhikkhu Ashin Jinarakkhita memimpin perayaan Waisak 2549 di Candi Borobudur, pada saat itu juga ada seorang hartawan yang menjadi tuan tanah dari Semarang yang bernama Goei Thwan Ling dengan latar belakang agama Buddha yang terkesan pada kepiawan dan kepribadian dari Bhikku Ashin Jinarakkhita, maka Goei Thwan Ling menghibahkan dan mempersembahkan sebagian tanah miliknya untuk digunakan sebagai pusat dan pengembangan Buddha Dhamma. Tempat itulah yang kemudian diberi nama Vihara Buddhagaya. Pada 19 Oktober 1955 didirikan Yayasan Buddhagaya untuk menaungi aktivitas vihara. Dari vihara inilah kemudian satu episode baru pengembangan Buddha Dhamma berlanjut.
Mulai tahun 1955, Bhikkhu Ashin Jinarakkhita sang pelopor kebangkitan Buddha Dhamma di nusantara menetap di Vihara Buddhagaya Semarang. Banyak sejarah besar yang beliau torehkan bersama Vihara Buddhagaya, seperti Upasika Indonesia saat perayaan Asidha pada bulan Juli 1955, menggagas perayaan Buddha Jayanti yang diperingati oleh umat Buddha di seluruh dunia tahun 1956, penanaman pohon Bodhi pada tanggal 24 Mei 1956 dan pendirian Sima Internasional pertama di KASAP (belakang Makodam IV/Diponegoro) untuk penahbisan Bhikkhu.[2]
Kemudian beberapa saat selama kurang lebih delapan tahun vihara ini sempat terlantar, namun sekarang bangkit kembali di bawah binaan Sangha Theravada. Maka pada bulan Februari 2001 dilakukan revitalisasi dan renovasi pada vihara ini yang dimulai terlebih dahulu dengan pembangunan Gedung Dhammasala yang diresmikan pada tanggal 3 November 2002 oleh Gubernur Jawa Tengah yaitu H.Mardiyanto. Selanjutnya dibangun pula bangunan yang lain yaitu Pagoda Avalokitesvara pada bulan November 2004 dan diresmikan pada tanggal 14 Juli 2005 oleh Gubernur Jawa Tengah yaitu H.Mardiyanto.[1]
Pembangunan berikutnya dilakukan untuk menjadikan komplek Vihara menjadi tempat obyek wisata, dengan penambahan patung-patung baru, dan penambahan fasilitas seperti kolam air mancur dan pohon bodhi. Namun, tujuan utama Pagoda Avalokitesvara tetap tak berubah yaitu sebagai tempat sembahyang agama Buddha dan tempat wisata religi yang menarik bagi pengunjung, dengan pemisahan area yang jelas dan tegas area sembahyang dan area wisata.[3]
Gedung Dhammasala
[sunting | sunting sumber]Gedung Dhammasala merupakan salah satu bangunan utama yang terdiri dari dua lantai dan terletak di sisi kanan dari vihara. Lantai bawah sebagai ruang aula serbaguna yang luas dengan sebuah panggung di depannya dan biasa digunakan untuk kegiatan pertemuan. Lantai atas berfungsi sebagai tempat puja bhakti (ruang ibadah utama) yang dapat menampung 1000 umat. Untuk menuju ke ruang atas, harus dari luar karena tidak ada tangga penghubung.
Daya tarik wisata dari potensi Gedung Dhammasala antara lain dapat dilihat dari bentuk bangunan yang berasal dari Thailand yaitu atap lancip dan dikelilingi bentuk ukiran yang berada di luar gedung. Selain itu, juga terdapat sebuah patung Buddha Duduk setinggi sekitar lima meter yang terbuat dari kuningan dan mirip dengan yang ada di Candi Mendut. Gedung Dhammasala tersebut menjadi tempat penting tetapi bersifat umum karena menjadi tempat pelaksaan hari besar keagamaan maupun kegiatan yang berkaitan dengan pemerintah seperti: sebagai tempat pertemuan organisasi Buddha mulai dari pertemuan area Semarang, Provinsi Jawa Tengah, nasional maupun internasional yang diadakan setiap tahun sesuai yang telah dijadwalkan pihak pengelola Vihara Buddhagaya Watugong.
Pagoda Avalokitesvara
[sunting | sunting sumber]Pagoda Avalokitesvara atau juga dikenal dengan nama Pagoda Kwan Im merupakan bangunan utama lain yang terletak tepat berada di jalan utama dari Vihara Buddhagaya Watugong. Mulai dibangun pada bulan Agustus 2004 dan diresmikan pada tanggal 14 Juli 2005. Bangunan ini dinobatkan sebagai pagoda yang tertinggi di Indonesia. Pada bangunan ini juga sangat kental dengan budaya Tiongkok yang merupakan bangunan suci sebagai perwujudan Metta Karuna (cinta kasih) para Buddha di alam semesta ini.
Pagoda yang memiliki tinggi 45 meter ini dibangun dengan hampir semua konstruksi bangunannya terbuat dari beton. Di bangunan ini banyak menggunakan latar warna merah yang dibawa dari tradisi Tiongkok, yang menurut orang Tiongkok melambangkan kebahagiaan. Pagoda ini terdiri dari tujuh tingkat yang menjadi tempat dari sekitar 30 patung pemujaan. Di dalamnya terdapat sebuah rupa Avalokitesvara Boddhisatva yang tingginya 5 meter yang berukuran raksasa mendiami rongga tengahnya yang menjulang tinggi, dikelilingi gunungan buah-buahan dan bunga sebagai persembahan.
Di luar pagoda terdapat empat buah patung Dewi Kwan Im dan sebuah patung Panglima We Po. Bentuk bangunan pagoda sendiri terdiri dari enam susun di atas dindingnya yang melingkari delapan sisi yang disebut Pat Kwa. Tiap-tiap sisi luar dindingnya ada sebuah Patung Dewi Kwan Im.
Watugong
[sunting | sunting sumber]Watugong Merupakan batu alam asli yang berbentuk gong yang digunakan sebagai nama kawasan di sekitar vihara sejak dahulu. Batu tersebut unik karena secara langsung berbentuk gong tanpa rekayasa tangan manusia, juga sebagai peninggalan sejarah setelah keruntuhan Kerajaan Majapahit. Batu alam ini terletak tepat di depan pos keamanan vihara.
Yayasan Buddhagaya
[sunting | sunting sumber]Yayasan Buddhagaya merupakan yayasan yang menaungi pengelolaan Vihara Buddhagaya.
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b Brosur Vihara Buddhagaya
- ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-10-19. Diakses tanggal 2016-10-19.
- ^ "Pagoda Avalokitesvara, Bagai di Film Kungfu Klasik". Semarang. 2023-04-16. Diakses tanggal 2023-05-13.
Diputhera, Pandita Dharmesvara Oka, 2010, “Agama Buddha Berkembang di Indonesia”. Jakarta: CV. Oka Berseri Arya Suryacandra.
Riyanto, Agus Wahyudi, 2009, “Gema Dhamma Watu Gong”. Semarang: Yayasan Buddha Gayā Semarang. Hlmn: 33-40.
Riyanto, Agus Wahyudi, 2014, “Selayang Pandang Vihara Buddha Gayā Watu Gong, Semarang”. Semarang: Yayasan Buddha Gayā Semarang. Hlmn: 10.