Dhamma
Bagian dari seri tentang |
Buddhisme |
---|
Meskipun Sang Buddha menolak otoritas kitab-kitab Weda, Buddhisme juga mengikuti pengertian Hindu tentang dhamma sebagai "Hukum Alam",[1][2] seperti dalam penggunaan kata tersebut untuk cara kerja karma. Akan tetapi, Buddhisme juga memiliki pemaknaan khasnya tersendiri.
Sang Buddha
[sunting | sunting sumber]Oleh karena telah mencapai pengetahuan spiritual tertinggi, Sang Buddha juga diidentifikasikan dengan Dhamma (realitas paling mendasar) dalam Vakkali Sutta (SN 22.87).[3]
“ | “Cukup, Vakkali! Mengapa engkau ingin mengunjungi tubuh menjijikkan ini? Seseorang yang melihat Dhamma, melihat Aku; seseorang yang melihat Aku, melihat Dhamma. Oleh karena dalam melihat Dhamma, Vakkali, maka ia melihat Aku; dan dalam melihat Aku, maka ia melihat Dhamma. ...” | ” |
— Vakkali Sutta, SN 22.87 terj. Indra Anggara |
Meskipun Buddha historis, Buddha Gotama, dikatakan telah mencapai Nirwana sehingga tidak lagi memiliki rupa jasmaniah dan batiniah di dunia, representasi sosok Buddha Gotama secara tradisional dianggap tetap ada di dunia sebagai Dhamma. Beberapa cendekiawan telah membandingkan kata-kata tersebut dengan perkataan Kristus: "Aku dan Bapa adalah satu." (Yohanes 10:30).[4]
Ajaran Buddha
[sunting | sunting sumber]Secara umum, Dhamma merujuk pada ajaran yang diajarkan oleh Sang Buddha, biasa dikenal sebagai Buddhadhamma.[1] Pemaknaan ini mencakup berbagai diskursus (sutta) tentang prinsip-prinsip dasar (seperti Empat Kebenaran Mulia dan Jalan Mulia Berunsur Delapan). Ajaran Buddha menjelaskan bahwa, untuk mengakhiri penderitaan, dhamma, atau batin, pemahaman, tindakan, dan mata pencaharian yang benar, harus dikembangkan.[5]
Triratna
[sunting | sunting sumber]Dhamma adalah salah satu dari Triratna yang menjadi tempat berlindung para penganut Buddhisme, atau tempat bergantung bagi kebahagiaan abadi (Nirwana) mereka. Triratna tersebut adalah Buddha, yang berarti pencerahan batin yang sempurna; Dhamma, yang berarti ajaran dan metode yang diajarkan oleh Buddha; dan Sangha, yang berarti komunitas monastik penganut Buddhisme yang saling memberikan bimbingan dan dukungan.
Tahapan
[sunting | sunting sumber]Dalam ajaran Buddhisme Theravāda, untuk mencapai realisasi hakiki Dhamma, seseorang harus melalui tiga tahap, yaitu belajar secara teori, praktik nyata teori, dan realisasi.[6] Tahapan tersebut, dalam bahasa Pali, adalah sebagai berikut:
- Pariyatti – pembelajaran teori dhamma sebagaimana yang terkandung dalam Tripitaka Pali (serta kitab komentar dan kitab subkomentar)
- Paṭipatti – menerapkan teori-teori tersebut ke dalam praktik nyata, dan[7]
- Paṭivedha – ketika seseorang menembus dhamma atau melalui pengalaman menyadari kebenarannya.[6]
Pariyatti, paṭipatti, paṭivedha merupakan konsep dasar pembelajaran ajaran Buddha dalam Buddhisme Theravāda.
Fenomena
[sunting | sunting sumber]Dalam filosofi Buddhis, seperti dalam tradisi Abhidhamma Theravāda, dhamma/dharma juga merupakan suatu istilah yang merujuk pada "fenomena".[note 1][9][7][8] Dalam tradisi Pali dari aliran Theravāda, diidentifikasi konsep trilaksana, yaitu tiga karakteristik atau corak kehidupan, sebagai berikut:
- sabbe saṅkhārā aniccā – semua saṅkhāra (fenomena terkondisi) adalah ketidakkekalan
- sabbe saṅkhārā dukkhā – semua saṅkhāra adalah penderitaan, tidak memuaskan, tidak sempurna, atau tidak stabil
- sabbe dhammā anattā – semua dhamma (fenomena terkondisi dan tidak terkondisi; atau "fenomena" secara umum) adalah tanpa-atma (tidak memiliki diri, roh, atau jiwa yang kekal)
Kelompok | Khandha (gugusan) |
Abhidhamma Theravāda | |||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Āyatana (landasan indra) |
Paramattha-sacca (realitas hakiki) | ||||||
Internal | Eksternal | ||||||
dhamma
|
saṅkhāra
|
rūpa (rupa) |
rūpa- (rupa) |
cakkhu (mata) |
rūpa/vaṇṇa (rupa/warna) |
28 rūpa (rupa) |
4 unsur pokok 24 unsur turunan |
sota (telinga) |
sadda (suara) | ||||||
ghāna (hidung) |
gandha (ganda/bau) | ||||||
jivhā (lidah) |
rasa (rasa) | ||||||
kāya (tubuh) |
phoṭṭabba (sentuhan) | ||||||
-
|
dhamma (objek batin) | ||||||
nāma (batin) |
vedanā- (perasaan) |
-
|
52 cetasika (faktor mental) (vedanā, saññā, dan 50 saṅkhārā) |
7 universal 6 sesekali 14 tidak baik 25 indah | |||
saññā- (persepsi) | |||||||
saṅkhāra- (formasi mental) | |||||||
viññāṇa- (kesadaran) |
mana (batin) |
89/121 citta (kesadaran) |
81 duniawi 8/40 adiduniawi | ||||
-
|
Nibbāna (Nirwana) | ||||||
Kebenaran
[sunting | sunting sumber]Pemaknaan dharma dipandang secara berbeda oleh berbagai aliran Buddhisme. Dharma tidak hanya merujuk pada perkataan Sang Buddha, tetapi juga pada tradisi penafsiran dan penambahan selanjutnya yang dikembangkan oleh berbagai aliran Buddhisme untuk membantu menjelaskan dan memperluas ajaran Sang Buddha. Bagi yang lain, mereka melihat dharma sebagai suatu istilah yang merujuk pada "kebenaran", atau realitas tertinggi dari "cara segala sesuatu sebenarnya" (bahasa Tibet: Chö). Sebagian menganggapnya sebagai kebenaran hakiki, atau sebagai sumber segala sesuatu yang berada di luar "tiga alam" (bahasa Sanskerta: tridhatu) dan "roda keberadaan" (bahasa Sanskerta: bhavachakra). Sebagian lainnya, yang menganggap Buddha hanya sebagai manusia yang tercerahkan, melihat dhamma sebagai inti dari "84.000 aspek ajaran yang berbeda" (bahasa Tibet: chos-sgo brgyad-khri bzhi strong) yang diberikan Buddha kepada berbagai jenis orang, berdasarkan kecenderungan dan kemampuan masing-masing.
Transmisi
[sunting | sunting sumber]Dalam Buddhisme Chan, istilah Dharma digunakan dalam konteks tertentu dalam kaitannya dengan transmisi ajaran, pemahaman, dan kecerahan yang dianggap otentik; sebagaimana dalam konsep tentang transmisi dharma.
Catatan
[sunting | sunting sumber]- ^ David Kalupahana: "The old Indian term dharma was retained by the Buddha to refer to phenomena or things. However, he was always careful to define this dharma as "dependently arisen phenomena" (paticca-samuppanna-dhamma) ... In order to distinguish this notion of dhamma from the Indian conception where the term dharma meant reality (atman), in an ontological sense, the Buddha utilised the conception of result or consequence or fruit (attha, Sk. artha) to bring out the pragmatic meaning of dhamma."[8]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b "The Concise Oxford Dictionary of World Religions". 2000-01-01. doi:10.1093/acref/9780192800947.001.0001.
- ^ Ff. Routledge. 2014-11-27. hlm. 286–331.
- ^ "Vakkali Sutta: Vakkali". www.accesstoinsight.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-07. Diakses tanggal 2022-10-05.
- ^ Walshe, Maurice O'Connell. "Vakkali Sutta: Vakkali". Access to Insight. Diakses tanggal 2025-01-27.
- ^ Brown, Hannah Jean (2019). "Key Tenets of Classical Buddhist Dharma Leave Space for the Practice of Abortion and are Upheld by Contemporary Japanese Buddhist Mizuko Kuyo Remembrance Rituals". Journal of Religion and Health. 58 (2): 477. doi:10.1007/s10943-019-00763-4. PMID 30673995.
- ^ a b Lee Dhammadharo, Ajaan (1994). "What is the Triple Gem? – Dhamma: Good Dhamma is of three sorts". Diterjemahkan oleh Thanissaro Bhikkhu. hlm. 33.
- ^ a b "dhamma", The New Concise Pali English Dictionary.
- ^ a b Kalupahana, David (1986) The Philosophy of the Middle Way. SUNY Press, hlm. 15–16.
- ^ Hoffman, Frank J. (1988-12). "David J. Kalupahana. Nagarjuna: The Philosophy of the Middle Way. Pp. 412. (New York: State University of New York Press, 1986.) SUNY Series in Buddhist Studies. $16.95 (paper); $49.50 (cloth). - David J. Kalupahana. The Principles of Buddhist Psychology. Pp. 236.(New York: State University of New York Press, 1987.) SUNY Series in Buddhist Studies. $12.95 (paper); $39.50 (cloth)". Religious Studies. 24 (4): 529–533. doi:10.1017/s0034412500019594. ISSN 0034-4125.