Lompat ke isi

Bahasa Sunda Pandeglang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Bahasa Sunda Pandeglang
Basa Sunda Pandéglang
ᮘᮞ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮕᮔ᮪ᮓᮦᮌᮣᮀ
Sampul buku Bahasa Sunda Banten di Pandéglang yang diterbitkan pada tahun 2015.
Pengucapanbasa sʊnda pandɛglaŋ
Dituturkan diIndonesia
WilayahKabupaten Pandeglang
Pulau Panaitan
Pulau Peucang
Pulau Tinjil
Pulau Deli
Penutur
Lihat sumber templat}}
Beberapa pesan mungkin terpotong pada perangkat mobile, apabila hal tersebut terjadi, silakan kunjungi halaman ini
Klasifikasi bahasa ini dimunculkan secara otomatis dalam rangka penyeragaman padanan, beberapa parameter telah ditanggalkan dan digantikam oleh templat.
  • Austronesia Lihat butir Wikidata
    • Melayu-Polinesia Lihat butir Wikidata
      • Melayu-Sumbawa atau Kalimantan Utara Raya (diperdebatkan)
    • Sunda Pandeglang
Bentuk awal
Kode bahasa
ISO 639-3
Glottologpand1268
Informasi penggunaan templat
Status pemertahanan
Terancam

CRSingkatan dari Critically endangered (Terancam Kritis)
SESingkatan dari Severely endangered (Terancam berat)
DESingkatan dari Devinitely endangered (Terancam)
VUSingkatan dari Vulnerable (Rentan)
Aman

NESingkatan dari Not Endangered (Tidak terancam)
ICHEL Red Book: Not Endangered

Sunda Pandeglang diklasifikasikan sebagai bahasa aman ataupun tidak terancam (NE) pada Atlas Bahasa-Bahasa di Dunia yang Terancam Kepunahan

Referensi: [1][2]

Lokasi penuturan
Peta
Peta
Perkiraan persebaran penuturan bahasa ini.
Koordinat: 6°18′33.1″S 106°6′16.9″E / 6.309194°S 106.104694°E / -6.309194; 106.104694 Sunting ini di Wikidata
Artikel ini mengandung simbol fonetik IPA. Tanpa bantuan render yang baik, Anda akan melihat tanda tanya, kotak, atau simbol lain, bukan karakter Unicode. Untuk pengenalan mengenai simbol IPA, lihat Bantuan:IPA.
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Bahasa Sunda Pandeglang adalah salah satu dialek bahasa Sunda yang digunakan sebagai bahasa tuturan masyarakat di wilayah Banten selatan, terutama Kabupaten Pandeglang. Sebagai varian bahasa Sunda yang wilayah penuturan dan persebarannya cukup jauh dengan bentuk bahasa Sunda di wilayah Parahyangan (bahasa Sunda Priangan) yang dianggap sebagai bentuk standar bahasa Sunda, bahasa Sunda Pandeglang memiliki banyak perbedaan yang cukup jelas dengan bahasa Sunda baku, terutama dalam hal kosakata atau leksikon, termasuk beberapa partikel yang tergolong divergen dan tak lazim ditemui di tempat lain, dan perbedaan struktur atau tata bahasa yang memiliki karakteristiknya tersendiri. Bersama dengan bahasa Sunda Serang dan bahasa Sunda Tangerang, dialek ini membentuk rumpun dialek Sunda Banten.[3]

Sebuah contoh teks yang menggunakan bahasa Sunda Pandeglang (sub-dialek Jiput, Menes, dan Labuan) dalam aksara Sunda dan Latin.

Abab adalah kosakata yang bermakna 'udara yang keluar dari mulut'. Contoh penggunaannya dalam sebuah kalimat adalah sebagai berikut.[4]

Ku hangit jasa éta abab.
'Betapa baunya itu udara yang keluar dari mulut.'

Acéng adalah sebutan/panggilan untuk anak kecil berjenis kelamin laki-laki. Penggunannya dapat dilihat di bawah ini.[4]

Kapanan tadi acéng teu kadeuleu di sakola.
'Kan tadi acéng tak terlihat di sekolah.'

Angkup bermakna 'kepompong'. Contoh kalimat yang menggunakan kata ini yaitu:[5]

Na tangkal sirsak mah isok ngabadeg angkup.
'Di pohon sirsak senantiasa banyak kepompong.'

Babadog bermakna makan. Kata ini biasanya dipakai seseorang dengan nada agak kesal.[6]

Dia mah bisana ukur babadog baé.
Kau hanya bisa makan saja.

Bajang biasanya digunakan sebagai istilah untuk menunjukkan buah yang tidak jadi matang.[6]

Ieu nangka bajang kieu nyah.
'Nangka ini tidak jadi matang begini.'

Baju rambéng

[sunting | sunting sumber]

Baju rambéng adalah idiom yang merujuk pada hewan buaya. Misalnya pada tuturan di bawah ini.[6]

Ulah pangangguran ka dinya, isok aya baju rambéng.
'Jangan menuju ke situ, suka ada buaya.'

Balagajua

[sunting | sunting sumber]

Sering digunakan untuk istilah perasaan gelisah.[7]

Lain malem minggu géh, balagajua amat pangrasa.
'Bukan malam minggu pun, gelisah sekali perasaanku.'

Sebuah istilah yang menunjukkan keadaan tidak segar lagi. Biasanya digunakan untuk kondisi ikan.[8]

Piraku lauk berek kieu hargana sarua jeung nu seger.
'Mana boleh ikan yang sudah tidak segar ini harganya sama dengan ikan yang masih segar.'

Istilah umpatan yang sepadan dengan kata 'tolol'.[9]

Beugeu ieuh si éta mah, matak aya nu manték géh.
'Karena ia memang tolol, sehingga wajar ada yang melemparinya pun.'

Bubulak adalah istilah geografis yang bermakna 'bukit'.[10]

Ari nu itu bubulak naon aranna?
'Kalau yang itu bukit apa namanya?'

Caheum bermakna 'mulut'.[11]

Gelong permén ieu pang caheumna teu bau jasa.
'Telan permen ini agar mulutnya tidak terlalu bau.'

Istilah untuk terung atau Solanum melongena.[12]

Mani ngeunah ieu nyoél sambel jeung cokromna.
'Demikian nikmatnya memakan sambal bersama terung.'

Colobong sepadan dengan toples.[13]

Kuéh diwadahan kana colobong pang teu ku méong.
'Kue dimasukkan ke dalam toples agar terbebas dari kucing.'

Damar kéjo

[sunting | sunting sumber]

Damar kejo adalah ungkapan yang merujuk pada organ mata. Biasanya digunakan ketika seseorang sedang mengumpat, seperti pada contoh kalimat di bawah ini.[14]

Deuleuna maké damar kéjo jing.
'Lihatnya pakai mata dong.'

Doncla bermakna 'lompat'.[15]

Manjangan mah ngadonclana ruhul jasa.
'Rusa mempunyai loncatan yang tinggi sekali.'

Éne adalah istilah sapaan untuk anak kecil berjenis kelamin perempuan.[16]

Ari éné boga kahayang?
'Apakah kamu (anak perempuan) punya keinginan?'

Gadur artinya berbohong.[17]

Si éta mah tukang gadur.
'Dia pembohong.'

Gobéd adalah alat pertanian berupa senjata yang mirip kujang (sejenis sabit besar).[18]

Ulah poho marawa golok, gobéd, jeung caluk.
'Jangan lupa untuk pada membawa golok, gobéd, dan caluk.'

Gorobog adalah lemari tempat menyimpan makanan.[19]

Éta deungeun sangu teundeun na gorobog, bisi ku méong.
'Itu lauk simpanlah di dalam lemari, agar terhindar dari terkaman kucing.'

Harangah bermakna 'kaget'.[20]

Kabéh harangah, ngadéngé katerangan saksi.
'Semua terkejut, mendengar keterangan saksi.'

Hujan ngajuru maung

[sunting | sunting sumber]

Ini adalah frasa yang digunakan untuk menyebut suatu keadaan hujan dengan matahari yang terlihat bersinar (hujan panas).[21] Dalam bahasa Sunda baku, istilah ini dikenal sebagai hujan poyan.

Kumaha nya ja hujan ngajuru maung kieu.
'Bagaimana ya, karena hujan panas begini.'

Iheung adalah ungkapan ketidaktahuan, sepadan dengan 'entahlah' atau 'tidak tahu'.[22]

Nu ditanya ngan ngajawab iheung, ja henteu nyahoeun meureun.
'Yang ditanya hanya menjawab "entah", mungkin karena ia memang tidak tahu.'

Jagisuk artinya besok.[23]

Ulah kuwari lah, jagisuk baé.
'Jangan sekarang, besok saja.'

Jojorong adalah makanan khas Pandeglang, yang berupa kue berbahan dasar tepung beras dan santan kelapa yang bagian dalamnnya diisi gula kawung.[24]

Dina ngariung kudu baé jojorong mah aya.
'Dalam berkumpul setidaknya ada kue jojorong.'

Jubur artinya pantat.[25]

Tempat diukna leutik amat, jubur aing teu kawadahan doangna.
'Tempat duduknya kecil sekali, pantatku tak muat tampaknya.'

Ka adalah istilah sapaan untuk lelaki yang lebih tua.[26]

Dia mah kolotan ti kula ka, kudu leuwih dewasa jing mikirna.
'Engkau lebih tua dari saya, bang, harus lebih dewasa dalam berpikir.'

Karag artinya jembatan.[27]

Jagisuk urang babarengan nyieun karag di walungan nu itu nyah.
'Besok kita bersama-sama membangun jembatan di sungai yang itu, ya.'

Kencring adalah uang koin/recehan.[28]

Mahi kana naeun kencring kieu mah.
'Cukup untuk apa uang koin begini.'

Koja adalah tas tradisional yang terbuat dari anyaman kulit bambu.[29]

Ka mamana géh tilok leupas tina koja urang Kanékés mah.
'Suku Badui ke mana pun tidak pernah lepas dari koja.'

Kokono artinya berbicara.[30]

Kokono géh, pang jelas kahayangna.
'Berbicaralah, agar jelas keinginanmu.'

Kulup merupakan panggilan kepada anak kecil laki-laki.[31]

Ari manéhna mah kulup kénéh, gedé géh awakna.
'Ia aslinya masih kecil, yang besar badannya saja.'

La adalah partikel penegas yang serupa dengan lah dalam bahasa Indonesia.[32]

Kitu la ceuk kula géh, ulah tuturiti.
'Begitulah ujarku pun, jangan ikut-ikutan.'

Lénjéh mata

[sunting | sunting sumber]

Lénjéh mata adalah frasa yang berfungsi sebagai ungkapan yang menunjukkan ketertarikan terhadap sesuatu yang menyenangkan. Contoh penggunaannya dalam kalimat dijabarkan di bawah ini.[33]

Jadi jelema sok lénjéh mata kitu.
'Jadi orang senantiasa menyenangi segala sesuatu seperti itu.'

Maray adalah kata kerja yang artinya membayar.[34]

Geus maray iuran kami mah.
'Aku sudah membayar iuran.'

Mojos bisa diartikan sebagai tidur.[35]

Mojos baé dia, iraha gawéna?
'Kau tidur terus, kapan kau bekerja?'

Mumulan artinya pemalas.[36]

Nu bungsu mah mumulan, teu doang nu cikal jalingheur.
'Yang bungsu pemalas, tak seperti si sulung yang tangkas.'

Naeun artinya apa.[37]

Aya naeun?
'Ada apa?'

Ngajorélak

[sunting | sunting sumber]

Ngajorélak artinya melintas.[38]

Barang keur cacahan di ambén, ngajorélak hareupeun maranéhanna.
'Tatkala sedang mengobrol di teras, melintaslah di hadapan mereka.'

Ngantik artinya perlu.[39]

Teu ngantik maké jamang anyar shalat ied éta, nu penting beresih.
'Tak perlu memakai baju baru salat ied tersebut, yang terpenting bersih.'

Ngéli artinya mengungsi.[40]

Éta mah keur jaman ngéli, mani sangsara Abah mah.
'Kalau itu ketika zaman mengungsi, begitu sengsaranya ayah.'

Nyohnyoh artinya menyerocos.[41]

Nu diskusi meuni nyohyoh, doang enya bakal malilatkeun nagara.
'Yang sedang berdiskusi begitu menyerocos, seakan-akan bakal memajukan negara.'

Orok bisa diartikan sebagai penyebutan terhadap orang lain, hampir serupa dengan 'tokoh', 'masyarakat', 'orang', 'putra', dll. yang kemudian diikuti nama daerah tertentu.[42]

Orok Menés mah bareuki jasa kana balok.
'Orang Menes banyak yang menyukai balok (sejenis kue).'

Oyok artinya mendahului.[43]

Éta mobil beus, dioyok baé ku kami.
'Mobil bus tersebut, kudahului saja.'

Pagon artinya padahal.[44]

Awak mani lalungsé, pagon gawéeun ngabadeg kénéh.
'Badan terasa sangat lelah, padahal kerjaan masih banyak'

Parabah artinya perkakas.[45]

Di dapur parabah masak mah diteundeunna.
'Peralatan memasak disimpan di dapur.'

Patalayah

[sunting | sunting sumber]

Patalayah artinya berserakan.[46]

Dasar ari kamar parajaka, meuni patalayah kieu.
'Dasar kamar perjaka, sungguh berserakan begini.'

Punclak artinya puncak.[47]

Aing mah geus tepi ka punclak Gunung Karang.
'Aku telah sampai di puncak Gunung Karang.'

Rebig artinya celana.[48]

Jamangna bodas, rebigna biru.
'Baju putih, celana biru.'

Rosa adalah ungkapan untuk menyebut seseorang yang keterlaluan. Kata ini serupa dengan teungteuingeun dalam bahasa Sunda baku.[49]

Rosa amat si éta, hayang meuli sapatu doang anak bupati.
'Dia sangat keterlaluan, ingin membeli sepatu, seperti anak bupati saja.'

Sapuun adalah satuan ukur yang menunjukkan jumlah sebanyak 40 orang.[50]

Nu séba lobana sapuun, ja geus datang ti isuk kénéh.
'Pengunjung berjumlah 40 orang, mereka sudah datang sejak pagi.'

Silulup artinya menyelam.[51]

Mun guyang bulan puasa ulah loba silulup, bisi kainum caina, laju baé batal puasana.
'Kalau mandi sambil berendam pada saat bulan puasa jangan terlalu banyak menyelam, khawatir airnya terminum, bisa-bisa batal puasa.'

Siwuwung artinya keramas.[52]

Ulah poho siwuwung nya céng mandina, kapanan tadi kekebulan.
'Jangan lupa keramas, ya, Nak, ketika mandi, tadi 'kan sudah bermain debu.'

Tabé artinya maaf.[53]

Pun sapun ka nu boga lembur, tabé ka nu boga balé.
'Mohon ampun kepada pemilik kampung, meminta maaf kepada pemilik balai.'

Teudeuk artinya tidak.[54]

Kami mah teudeuk pipilueun kana urusan nu kitu mah.
'Saya tidak terlibat dalam urusan tersebut.'

Torog artinya uang kembalian.[55]

Mun geus meuli, ulah poho nu torogna cokot nya Céng.
'Jika sudah beli, jangan lupa uang kembaliannya ambil, ya, Nak.'

Usim artinya musim.[56]

Di diyeu mah usim kadu jeung tundun.
'Di sini sedang musim durian dan rambutan.'

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "UNESCO Interactive Atlas of the World's Languages in Danger" (dalam bahasa bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, Rusia, and Tionghoa). UNESCO. 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2022. Diakses tanggal 26 Juni 2011. 
  2. ^ "UNESCO Atlas of the World's Languages in Danger" (PDF) (dalam bahasa Inggris). UNESCO. 2010. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 31 Mei 2022. Diakses tanggal 31 Mei 2022. 
  3. ^ Hammarström, Forkel & Haspelmath (2023).
  4. ^ a b Sujana (2015), hlm. 30.
  5. ^ Sujana (2015), hlm. 31.
  6. ^ a b c Sujana (2015), hlm. 34.
  7. ^ Sujana (2015), hlm. 35.
  8. ^ Sujana (2015), hlm. 36.
  9. ^ Sujana (2015), hlm. 37.
  10. ^ Sujana (2015), hlm. 38.
  11. ^ Sujana (2015), hlm. 40.
  12. ^ Sujana (2015), hlm. 41.
  13. ^ Sujana (2015), hlm. 42.
  14. ^ Sujana (2015), hlm. 44.
  15. ^ Sujana (2015), hlm. 45.
  16. ^ Sujana (2015), hlm. 48.
  17. ^ Sujana (2015), hlm. 50.
  18. ^ Sujana (2015), hlm. 51.
  19. ^ Sujana (2015), hlm. 52.
  20. ^ Sujana (2015), hlm. 54.
  21. ^ Sujana (2015), hlm. 55.
  22. ^ Sujana (2015), hlm. 58.
  23. ^ Sujana (2015), hlm. 60.
  24. ^ Sujana (2015), hlm. 61.
  25. ^ Sujana (2015), hlm. 62.
  26. ^ Sujana (2015), hlm. 64.
  27. ^ Sujana (2015), hlm. 65.
  28. ^ Sujana (2015), hlm. 66.
  29. ^ Sujana (2015), hlm. 67.
  30. ^ Sujana (2015), hlm. 68.
  31. ^ Sujana (2015), hlm. 69.
  32. ^ Sujana (2015), hlm. 72.
  33. ^ Sujana (2015), hlm. 73.
  34. ^ Sujana (2015), hlm. 76.
  35. ^ Sujana (2015), hlm. 77.
  36. ^ Sujana (2015), hlm. 78.
  37. ^ Sujana (2015), hlm. 80.
  38. ^ Sujana (2015), hlm. 81.
  39. ^ Sujana (2015), hlm. 82.
  40. ^ Sujana (2015), hlm. 83.
  41. ^ Sujana (2015), hlm. 84.
  42. ^ Sujana (2015), hlm. 86.
  43. ^ Sujana (2015), hlm. 87.
  44. ^ Sujana (2015), hlm. 90.
  45. ^ Sujana (2015), hlm. 91.
  46. ^ Sujana (2015), hlm. 92.
  47. ^ Sujana (2015), hlm. 93.
  48. ^ Sujana (2015), hlm. 96.
  49. ^ Sujana (2015), hlm. 97.
  50. ^ Sujana (2015), hlm. 100.
  51. ^ Sujana (2015), hlm. 101.
  52. ^ Sujana (2015), hlm. 102.
  53. ^ Sujana (2015), hlm. 104.
  54. ^ Sujana (2015), hlm. 105.
  55. ^ Sujana (2015), hlm. 106.
  56. ^ Sujana (2015), hlm. 108.

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]

Bacaan lanjutan

[sunting | sunting sumber]
  • Sofyan, O. (1984). Struktur Bahasa Sunda Dialek Pandeglang. Jakarta: Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]