Jogja-NETPAC Asian Film Festival
Jogja-NETPAC Asian Film Festival | |
---|---|
Lokasi | Yogyakarta, Indonesia |
Didirikan | 31 Juli 2006 |
Penghargaan | Golden Hanoman Award Silver Hanoman Award NETPAC Award Geber Award Blencong Award Student Award |
Situs web resmi |
Jogja-NETPAC Asian Film Festival (selanjutnya disingkat JAFF) adalah festival film di Indonesia yang digelar setiap tahun sejak 31 Juli 2006 di Yogyakarta. Festival ini menghadirkan sinema dari negara-negara di Asia, khususnya Indonesia. Selama penyelenggaraannya, JAFF bekerja sama dengan NETPAC (Jaringan untuk Promosi Sinema Asia), organisasi yang berpusat di Sri Lanka yang menghubungkan para kritikus, pembuat film, kurator, penyelenggara festival, exhibitor, dan pemerhati film dari 30 negara di Asia.[1]
JAFF mengadakan program rutin yang menayangkan karya-karya terpilih dari Asia, baik yang sifatnya kompetisi maupun non-kompetisi, di antaranya bertajuk Asian Feature, Light of Asia, dan Asian Perspectives. Pemutaran tiap film dikemas sesuai tema. Asian Feature merupakan pemutaran sekaligus kompetisi film-film panjang Asia. Penghargaan yang diperebutkan yakni Golden Hanoman Award untuk film terbaik pertama se-Asia, Silver Hanoman Award untuk film terbaik kedua se-Asia, NEPAC Award untuk film terbaik Asia dari juri NETPAC, dan Geber Award untuk film terbaik Asia versi komunitas film. Light of Asia merupakan pemutaran sekaligus kompetisi film-film pendek Asia untuk memperebutkan penghargaan Blencong Award.[2] Adapun untuk film non-kompetisi, diputarkan dalam program Asian Feature.[3]
JAFF dimeriahkan pula oleh kesenian lokal yang tampil pada pembukaan dan penutupan, forum diskusi tentang dunia sinema dengan para sineas dan komunitas film Nusantara, serta pertunjukan layar tancap di desa-desa di Yogyakarta.[4]
Pendirian
[sunting | sunting sumber]Jogja-NETPAC Asian Film Festival pertama kali digelar pada 2006 atas inisiasi beberapa pembuat film, pelaku film, dan penikmat film di Indonesia, di antaranya Garin Nugroho, Ifa Ifansyah, Budi Irawanto, Yoseph Anggi Noen, Ajish Dibyo, Dyna Herlina, dan Ismail Basbeth. Sebelum adanya JAFF, festival film internasional di Indonesia dianggap hanya berfokus pada film Amerika dan Eropa sehingga membuat sebagian besar para pembuat film berkiblat pada cara pembuatan bahkan pada ide cerita yang diangkat. Hal ini melahirkan kegelisahan di antara Garin dan rekan-rekan untuk membuat festival film internasional yang berfokus pada Asia. Untuk mencari dukungan dari kurator atau tokoh dalam menghidupkan film Asia, Garin mengontak Philiph Cheach, salah seorang kurator dari NETPAC, organisasi film dan budaya yang anggotanya berasal dari 30 negara, Hasil diskusi antara Garin, Philiph, dan beberapa komunitas di Yogyakarta menyepakati mengangkatkan festival bertajuk Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF) dan NETPAC bersedia menjadi mitra untuk penyelenggaraan JAFF.[1]
JAFF menjadi festival film internasional ketiga yang diadakan di Indonesia setelah Festival Film Internasional (JIFFEST) di Jakarta dan Festival Film Dokumenter (FFD) di Yogyakarta. JAFF berfokus pada perkembangan sinema di Asia dan memberi ruang bagi film-film alternatif. Selain itu, JAFF menjadi tempat bertemunya komunitas film dan pelaku sinema lainnya se-Asia. Penyelenggaraan pertama JAFF berlangsung pada 7–12 Agustus 2006, tak lama setelah bencana gempa bumi melanda wilayah Yogyakarta pada 27 Mei. Tema yang diusung JAFF adalah “Sinema di Tengah Krisis” (Cinema in the Midst of Crisis), yakni meyoroti bagaimana sinema berperan di tengah krisis akibat bencana alam dan sosial yang menyebabkan perubahan di tengah masyarakat. Kompas menyebut penyelenggaraan perdana JAFF menjadi usaha untuk menunjukkan pada dunia internasional bahwa masyarakat Yogyakarta tengah bangkit dan membangun kembali kotanya.[5][6]
Sejak berdiri, JAFF bekerja sama dengan NETPAC dan menggandeng negara-negara Asia. Festival ini dinilai telah menjadi salah satu festival film yang disorot oleh pegiat film. Dalam perkembangannya, JAFF menjadi bagian dari agenda rutin program pemerintah daerah setempat. Pemerintah Kota Yogyakarta menyediakan dana penyelenggaraan, walaupun tidak terus-menerus ada pada setiap tahun pelaksanaannya.[1] Selain itu, JAFF berdampak pada tumbuhnya geliat perfilman di Yogyakarta. Beberapa orang yang pernah menjadi anggota panitia JAFF kini dikenal sebagai pembuat film berskala nasional, di antaranya Ifa Isfansyah (Pendekar Tongkat Emas, Garuda di Dadaku) dan Ismail Basbeth (Talak 3, Mencari Hilal).[7]
Sukses pada tahun pertamanya, JAFF kembali diadakan pada 2007 dengan tema "Diaspora", yakni bagaimana sinema dapat memberi ruang pertemuan simbolik berbagai komunitas yang mengalami dislokasi sosial akibat proses perubahan. Penyelenggaraan kedua JAFF berlangsung pada 29 Juli–2 Agustus 2007. Pada 2008, JAFF diselenggarakan pada tanggal 9–13 Agustus 2008 di seputaran Taman Budaya Yogyakarta. JAFF edisi ketiga ini menyoroti perubahan dengan mengusung tema besar "Metamorfosa".[8]
2009–2012
[sunting | sunting sumber]Pada 2009, JAFF mengusung tema "Homeland", menyoroti perubahan-perubahan makna dan konsep Tanah Air. JAFF keempat ini diselenggarakan pada 4–8 Agustus 2009. JAFF 2009 melakukan pemutaran film di beberapa kampung seperti Omah Opak, Badran, dan Gendingan, serta ke beberapa sekolah dan institusi yang dikemas dalam program Screening for Children.[9]
Pada 2010, JAFF diselenggarakan pada 26–30 Desember 2010. Edisi ini mengusung tema "Recovery", sebagai respons terhadap proses pemulihan dari bencana. Selama 2010, Indonesia dilanda beberapa bencana besar yakni Letusan Gunung Merapi, Banjir Wasior, dan Tsunami Kepulauan Mentawai. Terdapar 38 film yang terdiri dari 21 film panjang dan 17 film pendek dari berbagai negara di kawasan Asia yang diputar. Pemutaran film dibagi ke dalam program "Asian Feature", "Light of Asia", dan "Special Screening".[10] Selain menonton film, JAFF mengajak pegiat film mengikuti kuliah umum bersama para pengamat, praktisi, serta akademisi yang berasal dari berbagai latar belakang.[11]
Pada 2011, JAFF mengusung tema "Multitude", yang menggambarkan keberagaman dari berbagai aspek industri film di Asia. Selama lima hari penyelenggaraannya pada 13-17 Desember 2011, JAFF menyedot 4.125 penonton. Pada edisi ini, diadakan program khusus, yaitu mengenai peringatan 70 tahun perjalanan sinema di Kyrgyzstan.[12]
Pada 2012, JAFF berlangsung 1–5 Desember 2012 mengangkat tema "Redreaming Asia" (Memimpikan Ulang Asia) yang mengajak khalayak mengimajinasikan kembali wajah Asia yang tengah dilanda arus deras perubahan mulai dari bencana alam, konflik etnik, protes, dan gerakan sosial yang mencuat dari pelbagai penjuru Asia.[13]
2013–2016
[sunting | sunting sumber]Pada 2013, JAFF berlangsung pada 29 November–7 Desember dengan tema "Altering Asia". JAFF yang biasanya diadakan tanpa memungut biaya, tahun ini menerapkan sistem donasi untuk mengukur apresiasi dari pengunjung.[14] Pada pelaksanaan JAFF kali ini, diputar 90 film yang terdiri dari 37 film panjang dan 43 pendek. Selain itu, diputar pula 13 film panjang dan 12 film pendek yang ikut serta dalam kompetisi di JAFF 2013.[15] Program istimewa JAFF 2013, yakni National Figure on Cinema yang menayangkan Sang Pencerah, Sang Kyai, Soegija, dan Soekarno. Program berikutnya bertajuk "Ngerjain (Film) Teman" yang melibatkan enam sutradara: Bambang Ipoenk KM, Ismail Basbeth, Paul Agusta, Bani Nasution, Jason Iskandar, dan Jeihan Anggga.[16] JAFF 2013 meraup penonton sebanyak 6.400 orang.[1]
Pada edisi 2014, JAFF mengusung tema "Re-Gazing at Asia" (Menatap Ulang Asia) yakni menyoroti peran penting para sutradara dan produser perempuan untuk membantu publik memandang-ulang Asia lewat sentuhan afeksi dan semangat kesetaraan. Dalam penyelenggaraan ke-9 ini, JAFF memulai program The Faces of Indonesian Cinema Today. Program ini menampilkan film-film panjang maupun pendek Indonesia terkini yang dianggap mewakili pencapaian perfilman Indonesia saat ini. Selain itu, tahun 2014 untuk pertama kalinya diselenggarakan Student Ward. Di sini para mahasiswa diundang untuk menyaksikan dan menilai suatu film. Penilaian ini nantinya akan mendapat penghargaan dari pihak penyelenggara.[4] Negara yang berpartisipasi pada 2014 sejumlah 18 negara. JAFF 2014 menyedot 8.543 penonton.[1]
Pada 2015, JAFF mengambil tema "Becoming Asia". JAFF tahun ini berlangsung pada 1–6 Desember 2015 diikuti 23 negara di Asia. JAFF 2015 menyedot 10.058 penonton.[1] Pada 2016, JAFF mengangkat tema "Islandscape", yang menyoroti representasi budaya dalam sinema di kawasan Asia-Pasifik. JAFF 2016 digelar tanggal 28 November–3 Desember 2016 di Yogyakarta.[17]
2017–sekarang
[sunting | sunting sumber]Pada 2017, JAFF dihelat pada tanggal 1–8 Desember 2017. Berbeda dengan edisi sebelumnya, JAFF 2017 memberikan dua kategori untuk Asian Perspectives, yakni film panjang dan film pendek.[18] Pada edisi ini, JAFF berkerja sama dengan KINEKO International Children’s Film Festival di Jepang untuk program Art for Children yang mengangkat film yang bisa dinikmati oleh anak dari usia satu tahun hingga dewasa. Selain itu, JAFF menghadirkan program Respect Japan dan Shanghai International Film Festival. Bekerja sama dengan Japan Foundation, Respect Japan menayangan film Shoplifters, karya Hirokazu Kore-Eda dan Tokyo Story, film tahun 1953 karya Yasujiro Ozu. Sementara itu, Shanghai International Film Festival menyajikan sejumlah sinema dari China seperti The Road Not Taken dan Birds in Mire.[19][20]
Pada edisi 2018, JAFF secara resmi meniadakan program Asian Doc yang berfokus kepada dokumenter di Asia dan menggabungkan ke dalam program Asian Perspective untuk program non kompetisi.[21] JAFF 2018 menyuguhkan program spesial Layar Klasik. Di sini, penonton bisa menyaksikan kembali empat film lama yang punya nilai sejarah tinggi untuk sinema Asia dan sudah direstorasi, deretan film pendek pilihan seperti Hukla in Motion yang merupakan interpretasi sinematik dari puisi-puisi Leon Agusta, Layar Komunitas, serta Special Gala untuk film Love is a Bird dan Daysleepers.[19]
Program
[sunting | sunting sumber]Agenda utama Jogja-NETPAC Asian Film Festival yakni pemutaran sekaligus kompetisi bagi film-film di Asia. Kompetisi film dibagi berdasarkan kategori film. Kategori film panjang dikompetisikan dalam Asian Feature. Kategori ini memperebutkan Golden Hanoman Award untuk film Asia terbaik pertama dan Silver Hanoman Award untuk film Asia terbaik kedua. Selain itu, ada NETPAC Award untuk karya pilihan NETPAC dan Geber Award untuk karya pilihan komunitas film dari berbagai kota di Indonesia. Kategori film pendek dikompetisikan dalam Light of Asia untuk memperebutkan Blencong Award. Selain itu, film kompetisi di JAFF akan memperebutkan Jogja Student Film Award, yakni penghargaan berdasarkan pilihan murid sekolah-sekolah film yang ada di Yogyakarta.[1][22]
Pada 2017, JAFF mengkreasi kategori kompetisi baru, yakni JAFF Indonesian Screen Awards yang diperuntukkan bagi film-film Indonesia baik panjang maupun pendek.[23][24]
Adapun program non-kompetisi terdiri dari beberapa program. Asian in Focus yakni memilih film-film dari suatu negara di Asia yang memiliki pencapaian yang layak dicatat.[18] Film dalam program ini dipilih atas dasar keberanian pembuat film menyentuh ranah yang berbeda, baik dalam konteks dan tema cerita yang dipilih maupun pilihan estetika. Indonesian Cinema yakni program pemutaran khusus film-film Indonesia sebagai ruang apreasiasi atas film-film Indonesia yang tidak mendapat jalur distribusi mainstream dan film-film Indonesia yang menjadi representasi tema penyelenggaraan JAFF. Asian Perspectives merupakan program non-kompetisi terhadap perkembangan sinema dunia.[19] Selain itu, terdapat program Asian Docs yang merupakan program kolaborasi dengan Festival Film Dokumenter (FFD).[25] Dalam tiap tahun edisinya, JAFF mememiliki beberapa program istimewa.[1]
Di luar itu, terdapat program pemutaran film layar tancap bertajuk Open Air Cinema. Program ini hadir untuk mendekatkan film kepada para penonton yang memiliki akses terbatas ke bioskop konvensional, biasanya diselenggarakan sebelum festival dimulai. Pemutaran film dilakukan di lapangan atau lahan luas di desa-desa Yogyakarta.[26][27]
Selain pemutaran film, terdapat sesi diskusi yang mengundang pelaku film dari berbagai nagara dan para penggerak film Indonesia. Kegiatan ini bertajuk "Public Lecture". Bentuknya berupa seminar, diskusi, maupun peluncuran buku. Topik yang diangkat beragam mengikuti isu maupun permasalahan sinema secara global.[1]
Pemenang
[sunting | sunting sumber]Tahun | Kategori | Pemenang |
---|---|---|
2006 | Golden Hanoman | Men at Work |
Silver Hanoman | Being Cyrus | |
NETPAC Award | Betina | |
Geber Award | Ahlaan | |
Blencong Award | Harap Tenang, Ada Ujian! | |
Special Mention Award | Todo Todo Teros | |
2007 | Golden Hanoman Award | Crossing the Dust |
Silver Hanoman | Mukhsin | |
NETPAC Award | The Other Half | |
Geber Award | 4:30 | |
Blencong Award | A Very Boring Conversation | |
Special Mention Award | Speci Men | |
Gayeng Award | Dikerjai Preman Part 1 | |
2008 | Golden Hanoman Award | Kantata Takwa |
Silver Hanoman | Death in the Land of Encantos | |
NETPAC Award | ||
Blencong Award | Wet Season | |
Geber Award | Kantata Takwa | |
2009 | Golden Hanoman Award | Agrarian Utopia |
Silver Hanoman | Slingshot Hip Hop | |
NETPAC Award | Agrarian Utopia | |
Geber Award | Kadin | |
Blencong Award | À la folie | |
2010 | Golden Hanoman Award | Survival Song |
Silver Hanoman | Sunday Morning in Victoria Park | |
NETPAC Award | Tehran Without Permission | |
Geber Award | ||
Special Mention Award | ||
Blencong Award | Territorial Pissings | |
2011 | Golden Hanoman Award | Ang damgo ni Eleuteria Kirchbaum |
Silver Hanoman | Winter Vacation | |
NETPAC Award | Oxygen | |
Geber Award | Ang damgo ni Eleuteria Kirchbaum | |
Special Mention Award | Starting from A | |
Blencong Award | Open Doors | |
Lifetime Achievement Award | Slamet Rahardjo | |
2012 | Golden Hanoman Award | Bunohan: Return to Murder |
Silver Hanoman | Postcards from the Zoo | |
NETPAC Award | Negeri di bawah Kabut | |
Cartas de la soledad | ||
Geber Award | Negeri di bawah Kabut | |
Special Mention Award | Negeri di bawah Kabut | |
Blames and Flames | ||
Blencong Award | The Three Sisters | |
2013 | Golden Hanoman Award | Television |
Silver Hanoman Award | Denok & Gareng | |
NETPAC Award | ||
Geber Award | Rocket Rain | |
Blencong Award | At the Last Stop Called Ghost Chimney | |
Special Mention Award | Jalanan | |
On Stopping the Rain | ||
2014 | Golden Hanoman Award | Nagima |
Silver Hanoman Award | Layu Sebelum Berkembang | |
NETPAC Award | The Naked DJ | |
Geber Award | Mary Is Happy | |
Blencong Award | Udhar | |
Sudent Award | Blue Eyed Boy | |
2015 | Golden Hanoman Award | Cambodian Son |
Silver Hanoman Award | Swap | |
NETPAC Award | Nay | |
Geber Award | A Copy of My Mind | |
Blencong Award | The Incredibly Strange Tale of the Man Who Lost His Love But Bought It Back with a Packet of Duck Rice | |
Sudent Award | The Fox Exploits the Tiger’s Might | |
Lifetime Achievement Award | Gotot Prakosa | |
2016 | Golden Hanoman Award | Istirahatlah Kata-Kata |
Silver Hanoman Award | The Island Funeral | |
NETPAC Award | Turah | |
Geber Award | ||
Blencong Award | Memoria | |
Sudent Award | ||
2017 | Golden Hanoman Award | The Seen and Unseen |
Silver Hanoman Award | By the Time It Gets Dark | |
NETPAC Award | Love and Shukla | |
Geber Award | Aqerat | |
Blencong Award | My Father's Room | |
Sudent Award | Tradition | |
Special Mention Award | Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak | |
2018 | Golden Hanoman Award | 27 Steps of May |
Silver Hanoman Award | Nervous Translation | |
NETPAC Award | The Song of Grassroots | |
Geber Award | Passage of Life | |
Blencong Award | Facing Death with Wirecutter | |
Sudent Award | Grandma's Home | |
2019 | Golden Hanoman Award | House of Hummingbird |
Silver Hanoman Award | Hiruk-Pikuk si Al-Kisah | |
NETPAC Award | Nakorn-Sawan | |
Aurora | ||
Geber Award | Ma.Ama | |
Blencong Award | Diary of Cattle | |
Student Award | ||
2021 | Golden Hanoman Award | Taste |
Silver Hanoman Award | Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas | |
Yuni | ||
NETPAC Award | Taste | |
Blencong Award | Live in Cloud Cuckoo Land | |
2022 | Golden Hanoman Award | Autobigraphy |
Silver Hanoman Award | Leonor Will Never Die | |
Geber Award | ||
Special Mention Award | 24 | |
NETPAC Award | Let Me Hear it Barefoot | |
Blencong Award | Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan | |
Student Award | ||
Special Mention Blencong Awards | Falling Day |
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d e f g h i http://eprints.umm.ac.id/37658/3/jiptummpp-gdl-yulilestar-52876-3-skripsi-2.pdf
- ^ "Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF) 2010 Ruang Alternatif Pementasan Film". Tempo.co. 2010-12-27. Diakses tanggal 19 Maret 2019.
- ^ "Ini Film-film yang Berjaya di Jogja-NETPAC Asian Film Festival". krjogja.com. Diakses tanggal 24 Maret 2019.
- ^ a b https://www.merdeka.com/gaya/jogja-netpac-asian-film-festival-gelar-pemutaran-film-film-asia.html
- ^ "Pasar Baru Film". Tempo.co. 2006-08-17. Diakses tanggal 14 Maret 2019.
- ^ yuli (ed.). "Kesenian Gugur Gunung Tampil di JAFF". Kompas.com. Diakses tanggal 14 Maret 2019.
- ^ "10 Tahun Jogja-NETPAC Asian Film Festival: Proses 'Menjadi Asia'". muvila.com. Diakses tanggal 24 Maret 2019.
- ^ "3rd Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF)". detikcom. Diakses tanggal 14 Maret 2019.
- ^ "Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) Kembali Digelar". gudeg.net. Diakses tanggal 19 Maret 2019.
- ^ antaranews.com. Suryanto, ed. "38 Film akan Diputar di JAFF 2010 di TBY". ANTARA News. Diakses tanggal 19 Maret 2019.
- ^ "JAFF 2010 Angkat Optimisme Hidup". Kompas.com. Diakses tanggal 19 Maret 2019.
- ^ "Yogyakarta Gelar Jogja Asian Film Festival (JAFF) ke-6 Pekan Ini". VOA Indonesia. Diakses tanggal 24 Maret 2019.
- ^ "Jogja Asian Film Festival Mengajak Berani Bermimpi". www.kapanlagi.com. Diakses tanggal 24 Maret 2019.
- ^ BeritaSatu.com. "Membaca Keaslian Asia Melalui Jogja-NETPAC Asian Film Festival". beritasatu.com. Diakses tanggal 14 Maret 2019.
- ^ fathiyah, Alia (2013-11-16). fathiyah, Alia, ed. "Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2013 Digelar". Tempo.co. Diakses tanggal 24 Maret 2019.
- ^ graphie.id. "JAFF Ke-8; Siap Di Gelar 29 Nov-07 Desember 2013". Kabarindo. Diakses tanggal 14 Maret 2019.
- ^ Zahrotustianah (2016-11-17). "Ambil Tema Islandscape, JAFF 2016 Akan Segera Digelar". VIVA.co.id. Diakses tanggal 24 Maret 2019.
- ^ a b jaff (2017-11-10). "DARI JOGJA UNTUK FILM ASIA". 13th Jogja-NETPAC Asian Film Festival (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-03-24. Diakses tanggal 24 Maret 2019.
- ^ a b c "JAFF 2018: Daftar Program yang Digelar Selama Festival Film". Tirto.id. Diakses tanggal 24 Maret 2019.
- ^ "[SIFF WORLD EXPRESS] SIFF Attended Jogja-Netpac Asian Film Festival with 6 Chinese Films". www.siff.com. Diakses tanggal 2023-07-10.
- ^ Kurniawan, Haris. Kurniawan, Haris, ed. "124 Film dari 27 Negara akan Tayang di JAFF 2018". Merdeka.com. Diakses tanggal 24 Maret 2019.
- ^ "6 Kategori Penghargaan di Jogja-Netpac Asian Film Festival". krjogja.com. Diakses tanggal 14 Maret 2019.[pranala nonaktif permanen]
- ^ "Flick Magazine : Deretan Para Pemenang di Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2017". flickmagazine.net. Diakses tanggal 24 Maret 2019.
- ^ Putsanra, Dipna Videlia. "Penggiat Film Indonesia Mendominasi Penghargaan JAFF 2017". Tirto.id. Diakses tanggal 24 Maret 2019.
- ^ "Jogja-NETPAC Asian Film Festival Ke-12 Usung Tema "Fluidity" | @BerandaJogja" (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-03-24. Diakses tanggal 24 Maret 2019.
- ^ jaff (2018-11-28). "Ribuan Penonton Hadiri Pemutaran Film 'Sultan Agung' di Studio Alam Gamplong". 13th Jogja-NETPAC Asian Film Festival (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-03-24. Diakses tanggal 24 Maret 2019.
- ^ jaff (2018-11-28). "Open Air Cinema 2018 Hari Pertama". 13th Jogja-NETPAC Asian Film Festival (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-03-24. Diakses tanggal 24 Maret 2019.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- Daftar pemenang JAFF di situs resmi Diarsipkan 2020-10-17 di Wayback Machine..