Lompat ke isi

Augustus

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Kaisar Agustus)
Octavianus Augustus
Kaisar pertama dari Kekaisaran Romawi
Patung yang dikenal sebagai Augustus dari Prima Porta, abad ke-1
Berkuasa16 Januari 27 SM – 19 Agustus 14 M
PendahuluTidak ada (Kekaisaran didirikan)
PenerusTiberius
Kelahiran23 September 63 SM
Roma, Republik Romawi
Kematian19 Agustus 14 M (umur 75)
Nola, Italia, Kekaisaran Romawi
Pemakaman
PasanganClodia Pulchra (42 SM - 40 SM)
Scribonia (40 SM - 38 SM)
Livia Drusilla (37 SM - 14 M)
KeturunanJulia the Elder
Gaius Caesar (adoptif)
Lucius Caesar (adoptif)
Agrippa Postumus (adoptif)
Tiberius (adoptif)
Nama lengkap
Imperator Gaius Julius Caesar Octavianus Divi Filius Augustus
WangsaDinasti Julio-Claudian
AyahGaius Octavius
IbuAtia Balba Caesonia

Augustus (23 September 63 SM – 19 Agustus 14 M), lahir dengan nama Gaius Octavius Thurinus, kemudian Gaius Julius Caesar Octavianus setelah diadopsi, adalah pendiri Kekaisaran Romawi dan kaisar pertamanya, yang memerintah dari 27 SM hingga kematiannya pada 14 M. Augustus merupakan keponakan buyut dari Julius Caesar yang kemudian diangkat sebagai anak angkatnya. Setelah pembunuhan Julius Caesar pada 44 SM, Augustus menjadi salah satu anggota Triumvirat Kedua bersama Mark Antony dan Marcus Aemilius Lepidus, yang bertujuan untuk menstabilkan Republik Romawi yang sedang dilanda krisis. Namun, aliansi tersebut segera runtuh, dan Augustus berkonfrontasi dengan Mark Antony dalam Pertempuran Actium pada 31 SM, yang akhirnya dimenangkan oleh Augustus. Dengan kekalahan Antony dan Cleopatra, Augustus menjadi pemimpin tunggal Roma, dan mengakhiri era perang saudara yang berkepanjangan.

Setelah mengkonsolidasikan kekuasaannya, Augustus memulai reformasi besar-besaran yang mencakup administrasi sipil, militer, dan sosial Roma. Ia membangun kembali institusi-institusi republik namun memegang kendali penuh di balik layar dengan gelar "Princeps Civitatis" (Warga Negara Pertama). Selain itu, ia diberi gelar "Augustus" oleh Senat Romawi pada 27 SM, yang menandai transisi dari Republik ke Kekaisaran Romawi. Di bawah kekuasaannya, Roma memasuki era "Pax Romana", sebuah periode stabilitas dan kemakmuran yang berlangsung selama lebih dari dua abad. Augustus juga mendanai berbagai proyek pembangunan besar, termasuk jalan, kuil, dan forum baru, serta memperbaiki infrastruktur kota Roma. Reformasinya memperkuat ekonomi, memperluas kekaisaran, dan menetapkan sistem perpajakan yang lebih efisien.

Kebijakan Augustus tidak hanya berfokus pada stabilitas politik, tetapi juga pada penguatan moral masyarakat Romawi. Ia mempromosikan nilai-nilai tradisional Romawi seperti "pietas" (kesalehan) dan "gravitas" (keseriusan), serta melancarkan berbagai undang-undang yang mendorong pernikahan dan kelahiran anak. Meskipun pemerintahannya ditandai oleh kontrol ketat terhadap kebebasan individu dan pers, serta penindasan terhadap oposisi politik, banyak orang Romawi menganggap Augustus sebagai pembawa kedamaian dan kemakmuran setelah bertahun-tahun kekacauan.[1][2]

Awal kehidupan

[sunting | sunting sumber]

Ia lahir di Roma pada 23 September 63 SM. Keluarga dari pihak ayahnya berasal dari kota Velletri, sekitar 40 kilometer sebelah tenggara Roma. Dia lahir di sebuah lahan kecil bernama Ox Head, yang terletak di dekat Forum Romawi di Bukit Palatine. Sebagai seorang anak, dia diberi nama panggilan “Thurinus,” kemungkinan besar untuk menghormati kemenangan ayahnya atas sekelompok budak yang memberontak di Thurii tak lama setelah kelahirannya. Menurut Suetonius, keluarga Octavianus memiliki reputasi yang sudah lama ada di Velitrae, dengan sebuah jalan yang dinamai menurut nama mereka dan sebuah altar yang diyakini telah disucikan oleh seorang leluhur yang telah memimpin perang dengan kota tetangga.

Karena Roma sangat padat pada saat itu, Octavianus dikirim ke desa asal ayahnya di Velletri untuk dibesarkan. Dalam memoarnya, Octavianus secara singkat menyebutkan keluarga ayahnya, yang berasal dari kalangan berkuda. Kakek buyutnya dari pihak ayah, Octavius, pernah bertugas sebagai tribun militer di Sisilia selama Perang Punisia Kedua, dan kakeknya memegang berbagai posisi politik lokal. Ayahnya, yang juga bernama Octavius, pernah menjadi gubernur Makedonia. Ibu Octavianus, Atia, adalah keponakan Julius Caesar.

Ayah Octavianus meninggal dunia pada tahun 59 SM, ketika Octavianus baru berusia empat tahun. Ibunya, Atia, kemudian menikah dengan Lucius Marcius Philippus, mantan gubernur Suriah. Philippus, yang mengaku sebagai keturunan Alexander Agung, terpilih sebagai konsul pada tahun 56 SM. Namun, dia tidak menunjukkan ketertarikan pada Octavianus muda. Akibatnya, Octavianus dibesarkan oleh neneknya, Julia, yang merupakan saudara perempuan Julius Caesar. Ketika Julia meninggal pada tahun 52 atau 51 SM, Octavianus memberikan pidato pemakaman untuknya. Setelah kematiannya, ibu dan ayah tirinya menjadi lebih terlibat dalam pengasuhannya. Pada usia 15 tahun, ia mengenakan toga virilis, yang melambangkan masuknya ia ke dalam kedewasaan, dan pada tahun 47 SM, ia terpilih menjadi anggota College of Pontiffs. Tahun berikutnya, ia bertanggung jawab untuk mengorganisir pertandingan Yunani yang diadakan untuk menghormati Kuil Venus Genetrix, yang dibangun oleh Julius Caesar.

Menurut Nicolaus dari Damaskus, Octavianus awalnya ingin bergabung dengan kampanye Julius Caesar di Afrika, tapi dia mundur setelah ibunya keberatan. Pada tahun 46 SM, ia akhirnya setuju untuk mengizinkan Octavianus menemani Caesar ke Hispania, tempat Caesar bertempur melawan pasukan Pompey. Namun, Octavianus jatuh sakit dan tidak dapat melakukan perjalanan. Setelah sembuh, dia berangkat dengan kapal namun karam. Meskipun demikian, dia berhasil mencapai daratan dengan hanya beberapa teman dan dengan berani melintasi wilayah musuh untuk mencapai perkemahan Caesar, yang sangat mengesankan Caesar. Sejarawan Velleius Paterculus mencatat bahwa sejak saat itu, Caesar mengizinkan Octavianus untuk menaiki keretanya. Sekembalinya ke Roma, Caesar mempercayakan surat wasiat baru kepada Perawan Vestal, dengan menunjuk Octavianus sebagai pewaris utamanya.

Augustus Caesar adalah Kaisar Romawi pertama yang memerintah setelah Julius Caesar terbunuh tepat pada tanggal 15 Maret 44 SM. Ia adalah anak angkat dari Julius Caesar dan termasuk orang terdekatnya. Ia memiliki nama asli Gaius Octavius atau sering disebut Octavian yang dilahirkan pada 63 SM. Octavian dididik oleh Julius Caesar secara langsung ilmu kemiliteran dan politik. Octavian tumbuh menjadi pemuda tampan, gagah, pintar serta sangat disayang Julius Caesar.

Ketika Julius Caesar dibunuh pada 44 SM, Octavian digadang-gadang sebagai penerusnya, tetapi saat itu Octavian masih berumur 18 tahun dan masih belajar. Walau Octavian orang dekat dari Julius Caesar dan digadang-gadang menjadi penggantinya namun jalan itu tak serta merta mulus. Setelah kematian sang kaisar,Romawi mengalami pergumulan politik untuk merebut kekuasaan.

Banyak bangsawan dan tokoh politik yang mengincar kedudukan Kaisar Romawi, termasuk pula Octavian. Mereka semua terlibat dalam pertempuran sengit untuk merebut tahta Kaisar. Octavian akhirnya bersekutu dengan Mark Anthony yang merupakan sahabat Julius Caesar dan memiliki pengaruh besar pada pasukan Julius Caesar.

Kecerdikan Octavian ini membuahkan hasil. Bersama Mark Anthony, Octavian berhasil merebut kekuasaan Romawi dan memenagkan pergulatan politik dan akhirnya Octavian menjadi Kaisar Romawi. Daerah taklukannya pun kemudian dibagi dua, Mark Anthony dibagian timur dan Octavian dibagian barat.

Dalam perjalanannya, Octavian dan Mark Anthony sering berselisih paham gara-gara perempuan. Pasalnya Anthony lebih sibuk mengurus perempuannya yaitu Cleopatra dibanding mengurus wilayah kepemimpinannya sedangkan Octavian sangatlah fokus terhadap wilayah kekuasaannya dan tidak suka terhadap sikap Mark Anthony yang tidak terlalu mengurusi negara. Semakin lama perbedaan prinsip di antara mereka berdua semkin meruncing sehingga meletuslah peperangan di antara mereka. Tentulah bisa ditebak siapa yang menjadi pemenangnya. Ya tentulah Octavian. Sedangkan Mark Anthony dan Cleopatra akhirnya bunuh diri.

Setelah kematian Mark Anthony, mutlaklah Octavian menjadi penguasa tunggal Romawi mengulang kesuksesan Julius Caesar. Octavian pun menerima gelar Augustus pada umur 30 tahun dan namanya lebih sering disebut sebagai Augustus Caesar.

Sebenarnya gelar Augustus sendiri diberikan oleh senat Romawi yang artinya Raja. Octavian sendiri tak terlalu menganggap istimewa gelar tersebut dan tak pernah merasa sebagai Raja. Sebelum memimpin Romawi, Octavian terkenal beringas dan tegas namun saat ia sudah dipuncak kepemimpinan sifatnya berubah bijak dan lembut. Hal ini menarik simpati rakyat dan senat Romawi.

Pada 27SM, Octavian mengumumkan akan mengubah sistem pemerintahan kerajaan menjadi Republik. Reputasi Octavian pun naik tajam apalagi ia bersedia mundur dari berbagai jabatan yang dipegangnya. Namun kenyataannya ia tetap berkuasa atas Spanyol, Suriah dan Gaul yang merupakan basis militer terkuat Romawi. Secara teori, Romawi telah berubah menjadi Republik dan Octavian menjadi warga biasa namun kenyataannya rakyat dan senat Romawi sangat percaya pada Octavian dan memberikan jabatan apa saja yang diinginkan Octavian karena Octavian telah berhasil merebut hati mereka. Octavian atau Augustus sendiri secara tak kentara tetaplah seorang kaisar dan diktator efektif dalam makna yang sebenarnya.

Octavian atau Augustus Caesar sangatlah piawai dalam memimpin Romawi. Ia betul-betul sang negarawan sejati di mana ia bisa menekan pemberontakan dan menutup celah-celah yang berpotensi menjadi perpecahan untuk perang saudara. Wibawa dan kharismanya begitu tinggi. Ia menjadi panutan bagi pemimpin Romawi sesudahnya. Dibawah kepemimpinannya juga Romawi berhasil memperluas wilayahnya hingga Spanyol, Swiss, Galatia – Asia Kecil.

Selain tentang wilayah penaklukan, Augustus atau Octavian juga piawai mengurus pemerintahan dan urusan sipil. Ia merombak sistem keuangan dan perpajakan negara itu. Memperkuat Angkatan bersenjata terutama Angkatan laut. Ia juga menjadi yang pertama dalam menetapkan protokoler kerajaan serta menetapkan dasar-dasar dalam memilih pemimpin Romawi sesudahnya dan menjadi acuan dalam menunjuk pemimpin.

Augustus juga berhasil mengembangkan sarana dan prasarana publik seperti membangun jaringan jalan raya yang luas di segenap daerah kekuasaannya, membangun perumahan rakyat yang indah dan megah, membangun kuil-kuil dan mendorong Romawi menjadi negara yang taat beragama. Serat menetapkan cara mendidik dan mengasuh anak.

Dibawah kepemimpinannya, keadaan Romawi teramat tenteram dan sumber alamnya berkelimpahan. Rakyatnya makmur, negara aman dan tenteram. Seni, budaya dan arsitektur berkembang pesat. Kesussastraan dan ilmu pengetahuan mengalami masa keemasan. Banyak penyair berbakat serta budayawan hebat yang hidup pada masa ini. Seperti Virgil, Horacc dan Livy, sedangkan Ovid walau ia termasuk budayawan termashur, tetapi karena sering mengecam Augustus akhirnya ia diusir dari Romawi. Octavian atau Augustus tak memiliki penerus laki-laki. Ia kemudian mengambil anak angkat, Tiberius danmenetapkan menjadi penggantinya kelak sepeninggalnya. Namun Tiberius dan kaisar-kaisar sesudahnya tak sepandai Augustus sehingga mengalami kemerosotan. Namun ketentraman dan keamanan yang telah diletakkan dasar-dasarnya oleh Augustus dalam Pax Romana tetap bertahan hingga 200 tahun sesudahnya.

Augustus Caesar meninggal dunia pada 14 M. Ia memerintah Romawi selama 40 tahun. Dibawah kepemimpinannya Romawi menjelma menjadi puncak dan pusat kebudayaan kuno sekaligus sumber dari bangsa-bangsa besar sesudahnya seperti Mesir, Babylon, Yunani dan lainnya.

Walau Augustus belum bisa ditandingkan dengan kebesaran Julius Caesar namun namanya sering disandingkan dengan Aleksander Agung, Mao Tse Tung, dan George Washington

Pemerintahan

[sunting | sunting sumber]

Agustus memerintah mulai tanggal 16 Januari 27 SM sampai kematiannya, tanggal 19 Agustus 14 M Pada zaman pemerintahannya:

Kematian dan suksesi

[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 23 SM, sakitnya Augustus menyoroti kebutuhan mendesak untuk membahas siapa yang akan mengambil alih perannya dalam masyarakat dan pemerintahan Romawi. Untuk menjaga stabilitas, ia harus memilih penggantinya dengan hati-hati, dengan cara yang tidak akan membuat Senat khawatir tentang kemungkinan adanya monarki. Penerus yang dipilih harus secara bertahap mendapatkan posisi dengan membuktikan kemampuan mereka dan mendapatkan persetujuan publik, daripada secara langsung diberikan kekuasaan.

Beberapa sejarawan percaya bahwa Augustus menginginkan keponakannya, Marcellus, untuk menjadi penggantinya, sebagaimana dibuktikan dengan pernikahan Marcellus yang cepat dengan putri Augustus, Julia sang Penatua. Namun, ada juga yang tidak setuju, dengan merujuk pada pembacaan surat wasiat Augustus saat ia sakit parah pada tahun 23 SM. Surat wasiat itu menunjukkan preferensi untuk Marcus Agripa, orang kedua yang dipercaya Augustus, yang kemungkinan besar adalah satu-satunya orang yang mampu mengatur legiun dan menjaga stabilitas kekaisaran.

Setelah kematian Marcellus pada tahun 23 SM, Augustus menikahkan putrinya, Julia, dengan Marcus Agripa. Mereka memiliki lima anak: Gaius Caesar, Lucius Caesar, Vipsania Julia, Agrippina, dan Agrippa Postumus, yang dinamai demikian karena ia lahir setelah kematian Agrippa. Setelah penyelesaian kedua Augustus, Agripa diberi masa jabatan lima tahun untuk memerintah bagian timur kekaisaran. Dia diberi kekuasaan sebagai prokonsul dan otoritas tribunician, mirip dengan Augustus, meskipun masih berada di bawahnya. Basis operasi Agripa berada di Samos di Aegea timur. Pengaturan ini menunjukkan kepercayaan Augustus terhadap Agripa sekaligus menenangkan para pendukung faksi Kaisar dengan berbagi kekuasaan yang signifikan dengan salah satu anggota mereka.

Augustus menegaskan bahwa ia menginginkan cucunya, Gayus dan Lucius, untuk menjadi ahli warisnya ketika ia mengangkat mereka sebagai putranya. Untuk membantu meluncurkan karier politik mereka, ia mengambil jabatan konsul pada tahun 5 dan 2 SM dan mengatur agar mereka dicalonkan sebagai konsul pada tahun 1 dan 4 Masehi. Augustus juga menunjukkan dukungan kepada anak-anak tirinya dari pernikahan pertama Livia, Drusus dan Tiberius, dengan memberikan mereka komando militer dan jabatan publik, meskipun ia tampaknya lebih menyukai Drusus. Setelah kematian Agripa pada tahun 12 SM, Augustus memerintahkan Tiberius untuk menceraikan istrinya, Vipsania Agrippina, dan menikahi putri Augustus, Julia, setelah masa berkabung Agripa berakhir. Sementara pernikahan Drusus dengan keponakan Augustus, Antonia, dianggap tak tersentuh, Vipsania, sebagai putri Agripa dari pernikahan pertamanya, dianggap kurang signifikan dalam hierarki politik.

Pada tahun 6 SM, Tiberius diberi kekuasaan yang mirip dengan kekuasaan Augustus sebagai tribune, namun ia segera mundur dari dunia politik dan pensiun ke Rhodes. Alasan pasti kepergiannya tidak jelas, tapi mungkin karena beberapa faktor. Ini mungkin termasuk pernikahannya yang bermasalah dengan Julia dan perasaan iri atau dikucilkan, karena Augustus tampaknya lebih menyukai cucu-cucunya yang lebih muda, Gayus dan Lucius. Kedua cucu itu diberi peran prestisius sejak dini, bergabung dengan perguruan tinggi para imam, menerima kekaguman publik, dan diperkenalkan kepada tentara di Galia, yang semakin menunjukka status istimewa mereka.

Setelah kematian Lucius pada tahun 2 M dan Gayus pada tahun 4 M, bersamaan dengan kematian saudaranya Drusus pada tahun 9 SM, Tiberius dipanggil kembali ke Roma pada bulan Juni 4 M. Augustus mengadopsinya, tetapi dengan syarat Tiberius harus mengadopsi keponakannya, Germanicus, untuk meneruskan praktik pewarisan setidaknya dua generasi. Pada tahun yang sama, Tiberius diberi kekuasaan sebagai tribune dan prokonsul. Raja-raja asing diwajibkan untuk mengakuinya, menandai semakin terkenalnya Tiberius. Pada tahun 13 M, Tiberius telah merayakan kemenangannya yang kedua dan diberikan imperium yang setara dengan Augustus, mengukuhkan statusnya sebagai penerus Augustus.

Satu-satunya pewaris potensial lainnya adalah Agrippa Postumus, tetapi ia diasingkan oleh Augustus pada tahun 7 Masehi, sebuah keputusan yang kemudian dikukuhkan sebagai keputusan permanen oleh Senat. Augustus secara resmi tidak mengakui dia, yang secara jelas menyingkirkannya dari garis suksesi. Menurut sejarawan Erich S. Gruen, catatan kontemporer menggambarkan Agrippa Postumus sebagai “pemuda yang vulgar” dengan sifat brutal, kasar, dan karakter bejat, yang mungkin berkontribusi pada ketidaksetujuannya sebagai ahli waris.

Pada 19 Agustus 14 Masehi, Augustus meninggal di Nola, tempat yang sama di mana ayahnya meninggal. Rumor yang dicatat oleh Tacitus dan Cassius Dio mengklaim bahwa Livia, istri Augustus, meracuninya dengan buah ara segar. Kisah ini telah populer dalam fiksi sejarah tentang Augustus, tetapi banyak sejarawan percaya bahwa itu adalah rekayasa yang disebarkan oleh para pendukung Agrippa Postumus atau penentang Tiberius. Livia telah lama menjadi subjek rumor serupa tentang keracunan atas nama putranya, yang sebagian besar dianggap tidak mungkin.

Kemungkinan lain adalah bahwa Livia mungkin telah membantu kematian Augustus sebagai tindakan belas kasihan. Kesehatan Augustus telah memburuk pada bulan-bulan sebelum kematiannya, dan dia telah membuat persiapan yang matang untuk memastikan transfer kekuasaan yang lancar ke Tiberius, pilihannya yang enggan menjadi pewaris. Beberapa orang berspekulasi bahwa Augustus dan Livia mungkin telah sepakat untuk mengakhiri hidupnya dengan sengaja pada saat yang tepat untuk menghindari gangguan terhadap transisi kekuasaan yang telah direncanakan dengan hati-hati. Namun, teori-teori tersebut masih bersifat spekulatif, karena kesehatan Augustus sudah buruk, dan ia diperkirakan tidak akan selamat dalam perjalanannya ke Nola. Menariknya, laporan-laporan menunjukkan bahwa kesehatannya pada awalnya membaik setelah tiba di Nola, sehingga menambah kerumitan spekulasi tentang keadaan pasti kematiannya.

Kata-kata terakhir Augustus yang terkenal adalah, “Apakah saya telah memainkan peran dengan baik? Kemudian bertepuk tanganlah saat saya keluar“ (”Acta est fabula, plaudite"), yang mencerminkan sifat teatrikal perannya sebagai kaisar. Setelah kematiannya, prosesi pemakaman megah mengiringi jenazahnya dari Nola ke Roma, dengan semua bisnis publik dan swasta ditutup pada hari pemakamannya. Tiberius dan putranya, Drusus, menyampaikan pidato-pidato dari atas dua mimbar. Jenazah Augustus ditempatkan di dalam peti mati, dikremasi di atas tumpukan kayu di dekat makamnya, dan secara resmi dinyatakan bahwa ia telah naik ke status dewa, bergabung dengan jajaran dewa-dewi Romawi.

Sejarawan D. C. A. Shotter berpendapat bahwa preferensi Augustus terhadap keluarga Julian daripada garis keturunan Claudian dapat memberikan alasan bagi Tiberius untuk mengungkapkan penghinaan terhadap Augustus setelah kematiannya. Namun, Tiberius secara konsisten membela Augustus dari para pengkritiknya. Shotter berpendapat bahwa pendewaan Augustus, bersama dengan pendekatan Tiberius yang sangat konservatif terhadap agama, memaksanya untuk menekan kebencian yang mungkin ia rasakan.

Sejarawan R. Shaw-Smith meneliti surat-surat dari Augustus kepada Tiberius yang mengungkapkan kasih sayang Augustus kepada Tiberius dan kekaguman atas prestasi militernya. Shotter juga mencatat bahwa alih-alih menargetkan Augustus, yang telah memaksanya untuk menceraikan Vipsania dan menerima posisi yang lebih rendah dalam hirarki kekaisaran, Tiberius mengarahkan rasa frustasinya kepada orang lain. Termasuk di antaranya adalah Gaius Asinius Gallus, yang menikahi Vipsania setelah perceraian Tiberius, dan para Kaisar muda, Gaius dan Lucius, yang disukai oleh Augustus.

Peninggalan

[sunting | sunting sumber]
Perawan Maria dan Anaknya, sang Nabi Sibyl Tivoli di kiri bawah, dan Kaisar Augustus di kanan bawah, dari Très Riches Heures du Duc de Berry. Gambaran dari Augustus adalah Kaisar Byzantium Manouel II Palaiologos[5]

Pemerintahan Augustus memmbentuk pemerintahan yang berlangsung selama hampir 1500 tahun dimulai dari masa Keruntuhan Kekaisaran Romawi Barat hingga Kejatuhan Konstantinopel. Nama keluarga, Caesar, dan gelarnya, Augustus, menjadi nama gelar bagi penguasa-penguasa Kekaisaran Romawi hingga empat belas abad semenjak kematiannya yang digunakan baik oleh Romawi Kuno maupun Romawi Baru. Pada berbagai bahasa, Caesar berubah maknanya menjadi kaisar. Hal tersebut dapat dilihat pada Bahasa Jerman yaitu Kaiser dan Bahasa Bulgaria dan Rusia yaitu Tsar (atau bentuk lainnya seperti Csar atau Czar).

Kultus Divus Augustus terus dipertahankan hingga masa ketika agama resmi kekaisaran beralih menjadi Kekristenan pada masa pemerintahan Theodosius I tahun 391. Oleh karena itu, terdapat banyak patung-patung kaisar pertama ini. Bahkan pencapaiannya ditorehkan di depan mausoleum yang didirikan untuknya dengan kalimat Res Gestae Divi Augusti.[6]

Res Gestae adalah satu-satunya karya dari zaman kuno yang selamat, meskipun Augustus juga diketahui mengarang puisi berjudul Sicily, Epiphanus, dan Ajax (otobiografi yang terdiri dari 13 buku berisi risalah filosofis dan bantahan tertulis untuk Eulogy of Cato karya Brutus).[7] Sejarawan berhasil menganalisa kutipan surat yang ditulis oleh Augustus, yang tersimpan dalam karya lain, kepada tokoh lain yang menambahkan berbagai fakta dan petunjuk tentang kehidupan pribadinya.[8][9]

Banyak yang menganggap Augustus merupakan seorang kaisar terbesar Romawi. Berbagai kebijakannya melampaui masa Kekaisaran Romawi oleh karena itu mereka memprakarsai Pax Romana atau Pax Augusta yang terkenal. Senat Romawi menginginkan emperor-emperor selanjutnya menjadi lebih beruntung dari Augustus dan lebih baik dari Trajan.

Augustus merupakan seorang yang politikus yang cerdas, tegas, dan lihai tetapi tidak sekarismatik seperti Julius Caesar. Selain itu, terkadang dia dipengaruhi oleh Livia. Namun, warisannya terbukti bertahan lebih lama. Kota Roma benar-benar berubah di bawah naungan Augustus seperti dengan dilembagakan kepolisian pertama di Roma, pembentukan pasukan pemadam kebakaran, dan menjadikan prefek kotamadya sebagai kantor permanen. Pasukan polisi dibagi menjadi kelompok-kelompok yang terdiri dari 500 orang sedangkan pasukan pemadam kebakaran terdiri dari 500 hingga 1.000 orang. Pasukan pemadam kebakaran terbagi menjadi tujuh unit yang ditugaskan dalam empat belas sektor dalam kota.[10]

Praefectus vigilum atau "Prefek Penjaga" bertanggung jawab terhadap vigiles, pasukan pemadam kebakaran dan polisi Romawi.[11] Dengan berakhirnya perang sipil Romawi, Augustus juga berhasil membangun tentara permanen untuk Kekaisaran Romawi yang ukurannya ditetapkan sebesar 28 legiun atau sekitar 170.000 tentara.[12] Hal tersebut juga didukung oleh unit-unit tambahan yang masing-masing terdiri dari 500 tentara non warga negara, sering direkrut dari daerah-daerah yang baru saja ditaklukan.[13]

Dengan keuangan selama pemerintahannya yang mampu mengamankan proyek pemeliharaan jalan di seluruh Italia, Augustus juga memasang sistem stasiun relay kurir resmi yang diawasi oleh seorang perwira militer yang dikenal sebagai praefectus vehiculorum.[14] Selain berkembangnya komunikasi yang lebih cepat antara pemerintahan di Italia, jaringan jalan tersebut juga memungkinkan angkatan perang Romawi untuk dimobilisasi dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.[15] Pada tahun keenam, Augustus membentuk aerarium militare, mendonasikan 170 juta sesterce kepada perbendaharaan militer yang disediakan bagi tentara yang aktif maupun yang sudah pensiun.[16]

Kameo Augustus di tengah-tengah Salib Lothair abad pertengahan.

Salah satu lembaga yang mampu bertahan lama yang didirikan oleh Augustus adalah Penjaga Praetoria, didirikan pada tahun 27 SM. Pada awalnya, Penjaga Praetoria didirikan sebagai pengawal pribadi di medan perang kemudian berkembang menjadi penjaga kekaisaran serta menjelma menjadi kekuatan politik penting di Roma.[17] Mereka memiliki pengaruh untuk mengintimidasi Senat, mengangkat kaisar baru dan menggulingkan yang tidak mereka suka. Kaisar terakhir yang mereka layani adalah Maxentius karena Konstantinus I membubarkan mereka dan mennghancurkan barak mereka, Castra Praetoria pada awal abad ke-4.[18]

Gambaran Augustus dalam gaya Mesir, ukiran batu Kuil Kalabsha di Nubia

Meskipun Augustus menjadi seorang yang paling kuat di kekaisaran Romawi, dia sebenarnya ingin mewujudkan semangat kebajikan dan norma-norma republik. Dia juga ingin dekat dan terhubung dengan keprihatinan para plebs dan masyarakat umum. Cara yang dilakukannya adalah menunjukan kedermawanan dan mengurangi gaya hidup mewah. Pada tahun 29 SM, Augustus memberikan 400 sesterce (sama dengan 1/10 dari satu pon emas Romawi) per orang kepada 250.000 warganya, seribu sesterce per orang kepada 120.000 veteran perang di koloninya, dan menghabiskan 700 juta sesterce untuk membeli tanah bagi rumah-rumah tentaranya.[19] Dia juga merestorasi 82 kuil untuk menunjukan kepeduliannya terhadap dewa-dewa Romawi.[19] Pada tahun 28 SM, dia melebur 80 patung perak yang menggambarkan dirinya sebagai upaya untuk tampil hemat dan sederhana.[19]

Nama bulan Agustus

[sunting | sunting sumber]

Bulan Agustus (bahasa Latin: Augustus) dinamai untuk menghormati Augustus. Sebelum masanya, bulan ini disebut Sextilis, karena merupakan bulan keenam dalam kalender Romawi asli (sex adalah bahasa Latin untuk enam). Sebuah cerita yang populer tetapi tidak benar menyatakan bahwa bulan Agustus diberi 31 hari agar sama dengan bulan Juli, yang dinamai sesuai nama Julius Caesar, konon atas permintaan Augustus. Namun, ide ini berasal dari cendekiawan abad ke-13, Johannes de Sacrobosco, dan tidak akurat. Sextilis sudah memiliki 31 hari dalam kalender Julian, dan penamaannya tidak terkait dengan panjangnya.

Menurut penulis Romawi Macrobius, keputusan Senat (senatus consultum) mengubah nama Sextilis menjadi Agustus karena banyak peristiwa penting dalam kebangkitan Augustus ke tampuk kekuasaan terjadi pada bulan itu, termasuk kemenangan terakhirnya di Alexandria.

Pembentukan "Italia"

[sunting | sunting sumber]

Penyatuan administratif dan politik semenanjung Italia dengan nama Italia dicapai oleh Augustus pada tahun 7 SM, menandai pertama kalinya wilayah ini secara resmi diakui sebagai satu kesatuan. Tindakan ini, yang membentuk Italia Romawi, dipandang sebagai momen penting dalam sejarah semenanjung ini. Para sejarawan Italia, termasuk G. Giannelli, menyebut Augustus sebagai “Bapak Italia” sebagai pengakuan atas pencapaian pemersatu ini.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Lukas 2:1–7
  2. ^ a b Lukas 2:39–40
  3. ^ Lukas 2:2
  4. ^ Matius 2:1
  5. ^ Setton, Kenneth M. (1976). The Papacy and the Levant (1204–1571), Volume I: The Thirteenth and Fourteenth Centuries. Philadelphia, Pennsylvania: The American Philosophical Society. hlm. 375. ISBN 978-0-87169-114-9. 
  6. ^ Suetonius, Augustus 101.4.
  7. ^ Bunson 1994, hlm. 47.
  8. ^ Shaw-Smith 1971, hlm. 213.
  9. ^ Bourne 1918, hlm. 53–66.
  10. ^ Eck & Takács 2003, hlm. 79.
  11. ^ Bunson 1994, hlm. 345.
  12. ^ Eck & Takács 2003, hlm. 85–87.
  13. ^ Eck & Takács 2003, hlm. 86.
  14. ^ Eck & Takács 2003, hlm. 81.
  15. ^ Chisholm & Ferguson 1981, hlm. 122.
  16. ^ Bunson 1994, hlm. 6.
  17. ^ Bunson 1994, hlm. 341.
  18. ^ Bunson 1994, hlm. 341, 342.
  19. ^ a b c Eder 2005, hlm. 23.