Lompat ke isi

Panyocokan, Ciwidey, Bandung

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Panyocokan
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Barat
KabupatenBandung
KecamatanCiwidey
Kode pos
40362[1]
Kode Kemendagri32.04.39.2005 Edit nilai pada Wikidata
Luas389.172 Ha
Jumlah penduduk12.412 jiwa
Peta
PetaKoordinat: 7°5′37″S 107°27′18″E / 7.09361°S 107.45500°E / -7.09361; 107.45500


Panyocokan adalah sebuah desa di kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Salah satu Desa diwilayah Kecamatan Ciwidey Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat dengan Luas wilayah Desa Panyocokan 389.172 Ha, kepadatan penduduk sudah mencapai 10.099 jiwa penduduk tetap yang terdiri dari laki-laki 5.093 orang dan perempuan 5.006 orang Jumlah Kepala Keluarga 3.125 KK berdasrkan hasil pendataan penduduk Tahun 2011. Mayoritas masyarakat Desa Panyocokan Kecamatan Ciwidey merupakan suku dan yang tersebar ditia-tiap RW, aspek kebudayaan, baik yang bersifat kebendaan menunjukan identitas dan karakter khas budaya sunda selain dipengaruhi oleh nlai-nilai agama khususnya islam yang dianut oleh sebagian besar masyarakat sehingga selain NYUNDA, pola kehidupan masyarakat Desa Panyocokan juga bersifat religius, dinamika religius masyarakat tampak dalam aktivitas sehari-hari dan pembinaan keagamaan seperti pondok pesantren, organisasi masa keislaman yayasan, mesjid, madrasah, majelis ta’lim dan lain-lain keseharian masyarakat Desa Panyocokan adalah bercocok tanam, bertani buruh tani, peternak domba, peternak ayam, budidaya ikan air tawar dan buruh lainnya.

Bermula dari sebuah kampung pasir pangilo dan penduduk yang gagah perkasa bernama H. A Wanadipura diangkat oleh penduduk dari tiga Kampung antara lain Kampung Pasir Pangilo, Pasir Hangasa dan Pasir Eurih, dari ketiga pasir tersebut disatukan dan namanya diganti menjadi Kadameteng yang berarti Kada = Gagah, Meteng = Perkasa, dimana pada waktu itu status tanah yang digunakan penduduk Kadameteng itu seluruhnya adalah kepunyaan H.A Wanadipura sehingga pada waktu itu keadaan masyarakat merasa aman dan tertram. Pada tahun 1774 M oleh pemerintah Hindia Belanda, kampung Kadameteng disyahkan menjadi Desa Kadameteng yang di pimpin H.A Wanadipura sebagai Kepala Desa nya sampai tahun 1803 M, untuk melanjutkan pemerintahan di serahkan kepada putranya yang bernama Elam Surajane yang mendapat julukan rakyat Embah Petinggi. Pada masa pemerintahan Embah Petinggi di pendopo pernah diadakan pameran buah-buahan dari Embah Petinggi mengirimkan satu buah durian yang besarnya modelin 30 cm dan panjang 50 cm . Pada waktu durian tersebut akan di belah semua peralatan yang tajam tidak dapat membelahnya, kemudian Embah Petinggi dipanggil oleh Kanjeng Dalem Bandung untuk membelah durian tersebut. Maka dengan kesaktian yang dimiliki oleh Embah Petinggi Durian tersebut dapat dibelah dengan mudah sehingga semua yang hadir pada waktu itu merasa kagum pada kegagahan Embah Pertinggi. Namun setelah durian itu dapat dibelah semua yang hadir merasa aneh karena di dalam durian itu tidak ada isinya melainkan hanya secarik kertas dengan bertuliskan “ KADU AGUNG “ . pada saat itu spontan Kanjeng Dalem menyuruh untuk mengganti nama Kadameteng menjadi Kadu Agung. Selang beberapa saat kemudian setelah pameran selesai di sebelah timur Bandung di daerah pesawahan telah terjadi kekacauan dengan adanya karaman – karaman ( pengacau ) yang dipimpin oleh salah seorang penduduk Ujung Berung yang gagah perkasa, yang mana karaman – karaman tersebut selalu menggangu keamanan dan ketentraman masyarakat. Karena keamanan penduduk terganggu maka Kanjeng Dalem mengumumkan kepada petinggi petinggi Kabupaten Bandung untuk melenyapkan karaman – karaman tersebut.

Hanya ada satu Petinggi yang sanggup melawan karaman tersebut yaitu Embah Petinggi ( Elam Surajane ) dari Desa Kadu Agung. Dengan hanya berbekal senjata Kadu Agung pemberian Kanjeng Dalem Embah Petinggi ( Elam Surajane ) menuju karaman – karaman tersebut dengan diiring dan di saksikan oleh Kanjeng Dalem beserta petinggi lainnya. Setelah tiba di tempat karaman itu yakni di sebuah tegalan gubug tempat mereka maka karaman tersebut langsung menyerang Embah Petinggi dengan semua senjata ampuhnya, namun Embah Petingi tetap tangguh. Peminpinnya dapat dikalahkan dengan senjata ampuhnya sendiri yaitu sebuah Wesi Kuning sehingga takluk kepada Embah Petinggi ( Elam Surajane ) dengan menyerahkan Wesi Kuning tersebut beserta pedang kepada Embah petinggi, lalu karaman tersebut di suruh pulang ke tempat asalnya yaitu Ujung Berung dan berikrar kekalahannya di depan khalayak ramai. Semenjak itulah kabupaten bandung menjadi aman dan tenteram. Sebagai hadiah dari Kanjeng Dalem untuk keberhasilan Embah Petinggi ( Elam Surajane ) Kanjeng Dalem memberikan nama kampung / Desa Panyocokan. Desa Kadameteng atau / Kadu Agung pada tahun 1796 M, dibagi menjadi Dua Desa yang masing – masing Desa Kadameteng dan Desa Pasir Hangasa. Dengan masing – masing sebagai kepala desa nya Eyang Petinggi ( Elam Surajane ) sebagai Kepala Desa Kadameteng sampai dengan 1812 M sedangkan untuk Kepala Desa Pasir Hangasa bernama Bakhri sampai denga tahun 1824 M. Pada tahun1924 Desa Kadameteng dan Pasir Hangasa di satukan menjadi Desa Panyocokan dengan pemimpin /Kepala Desa bernama Raden Tirtawijaya. Semasa pemerintahan Desa Panyocokan yang dipimpin oleh R.Tirtawijaya, beliau telah berhasil membeli sebidang tanah yang dijadikan untuk carik Desa seluas 6.670 Ha untuk di gunakan sebagai penghasilan Kepala Desa beserta Perangkatnya.Uang yang di gunakan untuk membeli tanah tersebut yaitu hasil dari swadaya masyarakat berupa simpanan padi di lumbung desa. Masa bhakti pemerintahan Desa yaitu R. Tirtawijaya dari mulai tahun 1924 s/d 1942, selanjutnya dari tahun 1942 s/d 1951 pemerintahan Desa Panyocokan dipimpin oleh putranya yang bernama R. Harun Purnawijaya, dari tahun 1951 s/d 1969 Pemerintahan Desa Panyocokan di pimpin oleh seorang Kepala Desa terpilih bernama Endi Natamiharja, dari tahun 1969 s/d 1983 pemerintahan Desa Panyocokan di pimpin oleh seorang kepala desa terpilih bernama H. Ii Ishak berasal dari salah seorang Kepala Sekolah Dasar Negri Ciwidey III. Berkat Keuletan dan keterampilan bapak H. Ii ishak semasa memimpin pemerintahan Desa Panyocokan dalam melaksanakan tugasnya sebagai, administrator pemerintahan,administrator pembangunan, dan administrator kemasyarakatan dari mulai pelita I,II dan III sehingga pada tahun 1977 / 1978 dalam mengikuti lomba Desa sekabupaten DT II Bandung berhasil menjadi juara ke I kabupaten DT II Bandung, kemudian dilanjutkan mengikuti lomba desa ketingkat Prov DT I Jawa Barat sehinga berhasil menjadi juara ke II tingkat Provinsi DT I Jawa Barat dengan sebutan Desa Swasembada Tingkat Tiga. Pada bulan Nopember 1983 Bapak H. Ii Ishak berhenti dengan hormat dari jabatan Kepala Desa Panyocokan, dikarenakan adanya peraturan pemerintah / Undang-undang No 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.Peraturan Mentri Dalam Negeri No 06 tahun 1981 tentang tata cara pemilihan, pengesahan, pengangkatan, pemberhentian sementara dan pemberhentian kepala Desa.Pasal 28 Bagian C berakhir masa jabatannya.

```Silsilah Keturunan``` Ketiga orang yang berjasa menyebarkan agama Islam dan membuka daerah Ciwidey/Kadu Agung/Pekemitan adalah keturunan dari Eyang Maulana Yusuf / Eyang Maulana Muhammad / Pangeran Ketib Salim dari daerah Banten Para keturunan tersebut, terbagi untuk menempati beberapa daerah sampai akhir hayatnya, sebagai berikut:

  1. Eyang Ngaben Wangsa Dinata di Cidaun ;
  2. Eyang Jaga Satru di Patenggang ;
  3. Eyang Rangga Sadana di Kadu Agung Ciwidey ;
  4. Eyang Dipanata di Naringgul Cianjur ;
  5. Eyang Camat Nata Wiguna di Cihareuday.
  6. H. A Wanadipura Kadameteng.

Diperkirakan masa tahun penyebaran agama Islam sampai dengan membuka daerah Panyocokan kurang lebih pada Tahun 1774-1796 Masehi. Yang terpenting dari ramalan itu dan mudah-mudahan sesuai perkembangan zaman, daerah Panyocokan menjadi maju yang bisa mendatangkan aset bagi Desa Panyocokan benar-benar terwujud.

SILSILAH KEPALA DESA KADAMETENG

  1. R. Wanadipura 1774 s/d 1803
  2. Elam Surajene 1803 s/d 1812
  3. Kalsawidjaja 1812 s/d 1826
  4. Muhajat 1826 s/d 1846
  5. Markom 1846 s/d 1869
  6. H. Ali Wanadipura 1869 s/d 1894
  7. H.A Salam s 1894 s/d 1912
  8. Ranudipura 1912 s/d 1913 Pjs
  9. Madsan 1913 s/d 1915
  10. Madasim Manadjadja 1915 s/d 1924

SILSILAH KEPALA DESA PASIR HANGASA

  1. Bakri 1769 s/d 1828
  2. H. Djaelani 1828 s/d 1857
  3. Abrurahman 1857 s/d 1884
  4. Atmawijaya 1884 s/d 1914
  5. Tirtawidjaja 1914 s/d 1924

SILSILAH KEPALA DESA PANYOCOKAN

  1. Tirtawidjaja 1924 s/d 1942
  2. R.H. Purnawidjaja 1942 s/d 1951
  3. Endi Natamiharja 1951 s/d 1969
  4. H. Ii ishak 1970 s/d 1983
  5. Uyu Somantri 1983 s/d 1984 PJS
  6. H. Nana Rusmana 1985 s/d 1993
  7. U Taryana 1993 s/d 2001
  8. Drs. Daud Hidayat 2001 s/d 2007
  9. Asep Dadi 2007 s/d 2013
  10. Asep Dadi 2013 s/d 2019
  11. H. Dadan. S.Pd.i ( Kepala Desa Sekarang )
  12. Usep Komara 2023 s/d 2025

BATAS DESA

[sunting | sunting sumber]
  1. Sebelah Utara: Desa Nengkelan
  2. Sebelah Selatan: Desa Ciwidey
  3. Sebelah Barat: Desa Lebakmuncang
  4. Sebelah Timur: Kecamatan Pasirjambu

POTENSI PERTANIAN

[sunting | sunting sumber]
  1. Padi
  2. Jagung

POTENSI PERTERNAKAN

[sunting | sunting sumber]
  1. Ikan Air Tawar
  2. Ayam
  3. Kambing
  1. Kerajinan Golok
  2. Kerajinan Bambu
  3. Olahan Kerupuk
  4. Olahan Keripik Singkong

PENDIDIKAN

[sunting | sunting sumber]
  1. TK,PUD: 5 unit
  2. SD: 5 Unit
  3. SMP: 1 unit
  4. SMA: 1 unit

PESANTREN

[sunting | sunting sumber]
  1. Ponpes Wanasari Panyocokan

WISATA RElIGI

[sunting | sunting sumber]

Tempat-tempat Bersejarah/ Situs Budaya, di Desa Panyocokan terdapat tempat-tempat makam patilasan Tokoh Besar Desa Panyocokan. Sebgai berikut:

  1. Makam Keramat H. R Wanadipura di Kp. Kadameteng RT. 02 RW. 16 Ds. Panyocokan
  2. Makam R. Tirtawidjaya di Kp. Pasirguna RT. 03 RW 05 Ds. Panyocokan
  3. Makam H. Nana Rusmana di Kp. Kadameteng RT. 02 RW 16 Ds. Panyocokan

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]