Lompat ke isi

Pangeran Taliwang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Raden Marabut)

Pangeran Taliwang (ke-1) merupakan gelaran yang diberikan kepada Raden Subangsa yang nama lahirnya Raden Marabut yang telah datang dari Kesultanan Banjarmasin kemudian menetap di Karang Banjar, negeri Taliwang, pulau Sumbawa. Raden Subangsa merupakan menantu Raja Seleparang-Sumbawa (Kamutar Ampat).[1][2][3][4][5][6][7][8][9][10][11] Datu Pangeran Taliwang juga sebutan untuk Raja-raja Taliwang. Raja-raja di Taliwang yang merupakan keturunan raja-raja Banjar, biasanya bergelar Pangeran atau Gusti.[12][13][14][15]

Kedatangan orang Banjar di pulau Bali, Lombok dan Sumbawa

[sunting | sunting sumber]

Menurut silsilah raja-raja Banjar yang terdapat di museum Candi Agung di kota Amuntai, Kalimantan Selatan, terdapat seorang putera raja Banjar yang bernama Raden Arya Banjar Tatas (P. Dipati Antasari) yang tinggal di pulau Bali (Gelgel ?) dan mengabdi pada raja Bali (raja Gelgel - Dalem Waturenggong ?). Belum ada kepastian apakah Pangeran yang tinggal di Bali ini sama dengan sosok tokoh yang lebih dikenal sebagai nama Arya Banjar alias Banjar Getas. Namun jejak keturunan Banjar sampai sekarang masih dapat ditemukan di desa Kampung Kusamba, kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung.[16]

Jejak keturunan Banjar juga ditemukan di bagian barat pulau Lombok tepatnya di Kampung Banjar di kecamatan Ampenan, kota Mataram. Menurut Hikayat Banjar-Kotawaringin, kerajaan Banjar juga memiliki hubungan perdagangan yang baik dengan kerajaan Selaparang yang terdapat di bagian timur pulau Lombok. Kerajaan Selaparang ini merupakan incaran Kerajaan Gowa untuk ditaklukan. Baru pada tahun 1640 Selaparang Lombok dapat ditaklukkan oleh Kerajaan Gowa (mungkin sebagian dari Kerajaan Selaparang). Tetapi kedudukan Gowa di Selaparang tidak selalu kuat dan bertahan lama, sebab dalam Babad Selaparang disebutkan cucu dari Deneq Mas Kertajagat yaitu Raja Kertabumi dapat membangun Kerajaan Selaparang kembali. Kertabumi menyusun pemerintahan dengan teratur dan membangun masyarakatnya sehingga kehidupan rakyat menjadi makmur. Kerajaan Seleparang memiliki hubungan dagang yang baik dengan Kesultanan Banjarmasin. Sehingga banyak pedagang dan bangsawan Banjar (termasuk Raden Subangsa) yang datang di kerajaan Seleparang, dan sebagian menikah dengan wanita setempat. Suatu ketika Arya Sudarsana (Arya Banjar), patih kerajaan Seleparang memberontak kepada Prabu Kertabumi dan berhasil membunuh dua orang panglima kerajaan. Prabu Kertabumi sangat penasaran dengan si Arya ini. Telah banyak korban yang jatuh dalam usaha melenyapkan manusia kutu negeri ini. betapa tidak, permaisuri yang dibuatnya gila kasmaran telah menimbulkan cemburu besar di hati raja. Kekalahan para prajurit andalan Selaparang melawan pasukan Arya Sudarsana (Suranggana) yang cuma seratus orang lebih memanaskan hati baginda. Karenanya pula raja Selaparang harus minta bantuan ke Banjarmasin. Raja Banjarmasin mengutus Patih Pilo dan Patih Laga ke Selaparang. Sedang menurut versi lain, patih yang dikirim Raja Banjarmasin ialah Patih Pilo dan patih Sudarbaya. Setelah pasukan bantuan dari Banjarmasin ini tiba maka barulah pasukan Arya Banjar Getas (Arya Sudarsana) dikalahkan. Karena terdesak dan tidak dapat mengalahkan kedua patih dari Kerajaan Banjarmasin. Ariya Banjar (Arya Sudarsana) meminta perlindungan Raja Pejanggik. Di Kerajaan Pejanggik Ariya Banjar di angkat menjadi patih (bergelar Dipati Patinglaga) dan mendapat anugerah seorang isteri, yaitu Dewi Junti dari negeri Parigi. Pada suatu saat Ariya Banjar yang berganti nama menjadi Banjar Getas. Tahun 1691 Patih Banjar Getas memberontak rajanya di Pejanggik. Ketika Banjar Getas kewalahan menghadapi raja, ia meminta bantuan Raja Karangasem untuk menghadapi lawannya. Pejanggik pun takluk akibat serangan pasukan gabungan Banjar Getas dan Raja Karangasem.[17][18][19][20][21][22][23]

Pangeran Taliwang (ke-1) adalah Raden Subangsa (sebelumnya bernama Raden Marabut). Raden Subangsa digelari Pangeran Taliwang oleh orang Seleparang dan Sumbawa. Raden Subangsa seorang bangsawan Banjar yang menjadi menantu Raja Seleparang-Sumbawa (Datu Mutar). Raden Subangsa alias Raden Marabut putera dari Pangeran Martasari (Marta Sahary) yang dinikahkan dengan Mas Surabaya puteri dari Raja Selaparang-Sumbawa (Kamutar 4). Pasangan Raden Subangsa dan Mas Surabaya ini dianugerahi seorang putera bernama Raden Mataram alias Amas Mattaram atau Maes Materan. Mas Surabaya kemudian meninggal dunia.

Raden Subangsa yang ditinggal mati isterinya ini kemudian dinikahkan lagi oleh Raja Selaparang-Sumbawa dengan puterinya Mas Panghulu yang tinggal di Sumbawa Besar. Buah pernikahan ini memperoleh seorang putera yang bernama Raden Bantan alias Amas Bantani atau Maes Bantam. Raden Subangsa oleh orang Selaparang dan orang Sumbawa Besar digelari Pangeran Taliwang (Datu Taliwang), karena ibunda Raden Mataram/Amas Mattaram (yakni Mas Surabaya) itu berdiam di negeri Taliwang. Mas Surabaya dan Mas Panghulu merupakan saudara perempuan dari Mas Goa (Sultan Sumbawa ke-2).

Ketika di Tanah Banjar dahulu, dari isterinya yang tinggal di sana Raden Subangsa telah memperoleh tiga orang puteri yaitu Gusti Yada, Gusti Tika dan Gusti Pika.

Seorang putera dari Pangeran Taliwang (Raden Subangsa) yang bernama Raden Bantan atau Dewa Mas Bantan Datu Loka Dewa Dalam Bawa kemudian dinobatkan menjadi Sultan Sumbawa ke-3.[24][25]


Hubungan dengan Pangeran Singamarta

[sunting | sunting sumber]

Raden Subangsa (bekas Raden Marabut) yang kini bergelar Pangeran Taliwang merupakan anak tiri Putri Busu (Ratu Hayu) binti Sultan Mustain Billah Raja Banjar IV bin Sultan Hidayatullah 1 Raja Banjar III.

Putri Busu telah menikahi sepupunya dari keluarga ayahnya yang bernama Raden Timbakal bergelar Pangeran Martasari (bin Pangeran Mangkunagara).

Menurut J. J. Ras (1990:161), Pangeran Mangkunagara merupakan gelar Pangeran dari Raden Subamanggala bin Sultan Hidayatullah 1 Raja Banjar III.[6]

Buah dari perkawinan Putri Busu (Ratu Hayu) dengan Pangeran Martasari maka lahirnya Raden Pamekas (Raden Sutarta) dan Raden Sutasoma Pangeran Singamarta.[3][26][27][28]

Pangeran Martasari (bekas Raden Timbakal) kemudian menikah lagi dengan dua orang gundik (selir) yang berasal dari pulau Jawa yang bernama Si Jawa dan Si Pasupit.

Nyai Si Jawa kemudian melahirkan tiga orang anak, salah satunya adalah Raden Subangsa.

Jadi hubungan darah antara Raden Subangsa Pangeran Taliwang dengan Raden Sutasoma Pangeran Singamarta merupakan saudara sebapak lain ibu.

Kabar berita tentang keadaan Raden Subangsa di pulau Sumbawa diketahui oleh kerabat kesultanan Banjar pada masa pemerintahan Sultan Ri'ayatullah(1660-1663) yang dibawa beritanya oleh Raden Subantaka (yang ikut bersama rombongan Patih Pelo dan Patih Laga/Sudarbaya) yang dahulu disuruh memperisterikan Raden Subangsa ke Selaparang. Raden Subantaka adalah anak Pangeran Martasari. Jadi Raden Subantaka merupakan paman dari Pangeran Singamarta dan Pangeran Taliwang ini.

Menurut Amir Hasan Kiai Bondan (1953), Pangeran Singamarta (bekas Raden Sutasoma) adalah seorang Menteri Besar yang pernah diutus Sultan Banjar kepada pihak Kesultanan Bima pada tahun 1701. Dalam lawatan ke pulau Sumbawa tersebut, Pangeran Singamarta menikahi puteri dari Adipati Thopati Tlolouang (Taliwang?).[29]

Hubungan kekerabatan dengan Raden Kasuma Lelana / Pangeran Dipati Anom II (Sultan Dipati Anom) / Pangeran Suria Nata II / Sultan Agung

[sunting | sunting sumber]

Raden Subangsa merupakan saudara sepersusuan (saudara angkat) dengan Raden Kasuma Lalana yang bergelar Pangeran Dipati Anom II yang setelah menjadi raja Banjar disebut Sultan Dipati Anom.

Pangeran ini juga disebut Pangeran Suria Nata II bergelar Sultan Agung. Pangeran Suria Nata II atau Sultan Agung alias Sultan Dipati Anom merupakan Sultan Banjar yang memerintah tahun 1663-1679.[30] Sultan Dipati Anom inilah yang menyuruh memperisterikan Raden Subangsa ke Selaparang dan demikian juga sanak-saudaranya yang lain juga dinikahkan dengan putera/puteri dari kerajaan lain.[3][31]

Hikayat Banjar-Kotawaringin menyebutkan tentang pernikahan Raden Subangsa dengan puteri-puteri Raja Selaparang yang memerintah pulau Sumbawa (Kamutar 4), pernikahan pertama di Taliwang dan pernikahan kedua di Sumbawa Besar dan dari kedua pernikahan itu lahirlah putera masing-masing bernama Raden Bantan dan Raden Mataram yang berlainan ibunya namun keduanya kakak beradik.[3]

"Sudah itu saudara Pangeran Singamarta lain ibu namanya Raden Subangsa itu diperisterikannya ke Silaparang, lawan anak raja Silaparang namanya Mas Surabaya. Sudah itu mati maka bertinggal anak seorang laki-laki namanya Raden Mataram. Sudah itu dijadikannya pula Raden Subangsa itu oleh raja Silaparang lawan anaknya di Sumbawa itu namanya Mas Panghulu; itu beranak laki-laki dinamainya Raden Bantan. Adapun Raden Subangsa itu sudah beranak di Banjar tiga orang perempuan, yang tua namanya Gusti Yada, yang pertengahan namanya Gusti Tika, yang busu namanya Gusti Pika. Maka Raden Subangsa itu disebut orang Silaparang dan orang Sumbawa itu Pangeran Taliwang karena isterinya itu, ibu Raden Mataram itu, diam di negeri Taliwang. Sudah itu datang Raden Subantaka - itu mamarina Pangeran Singamarta yang disuruh mengisterikan Raden Subangsa itu - membawa khabarnya Raden Subangsa itu, maka tiadalah tersebut lagi.".

— Hikayat Banjar.[3]

Ayahanda Raden Marabut (Raden Subangsa) adalah Raden Timbakal Pangeran Martasari dan ibundanya merupakan isteri kedua ayahnya seorang selir yang berasal dari pulau Jawa yang disebut Nyai Si Jawa.

Hikayat Banjar-Kotawaringin menyebutkan tentang saudara sesusu (saudara angkat) Raden Marabut:

.....Kemudian daripada itu Pangeran Martasari lawan Ratu Hayu itu beranak pula laki-laki dinamai Raden Pamakas. Banyak tiada tersuratkan. Kemudian daripada itu maka Pangeran Dipati Antasari sumalah. Sudah kemudian daripada itu maka Pangeran Martasari itu menggundik orang Jawa namanya Si Jawa itu beranak laki-laki dinamai Raden Marabut. Sudah itu Pangeran Dipati Tuha lawan Gusti Timbuk itu beranak laki-laki dinamai Raden Kasuma Lalana. Ia itu sesusu dengan Raden Marabut itu.[3]

Hikayat Banjar-Kotawaringin menyebutkan tentang saudara-saudara Raden Marabut yang sekandung dan sebapak:

Yang lain daripada itu maka gundik Pangeran Martasari Si Jawa itu beranak pula dua orang laki-laki, namanya Raden Modin, yang muda bernama Raden Chatib, seibu sebapa lawan Raden Marabut itu. Gundik seorang itu orang Jawa jua itu namanya Si Pasupit itu beranak dua orang, seorang perempuan namanya Gusti Bajah, seorang laki-laki namanya Raden Pakih.[3]

Hikayat Banjar-Kotawaringin menyebutkan tentang Raden Sutasoma yang kini bergelar Pangeran Singamarta mengganti nama adik tirinya yaitu dari nama Raden Marabut kini bernama Raden Subangsa:

Sudah itu maka Ratu Agung bekerja akan menggelar sekalian raja-raja yang memegang pekerjaan. Maka Raden Sutasoma itu digelar oleh Ratu Agung: Pangeran Singamarta. Sudah itu Pangeran Dipati Anta-Kasuma itu digelar oleh Ratu Agung dinamai Ratu Kota Waringin. Maka Raden Kasuma Taruna itu digelar oleh Ratu Agung dinamai Pangeran Dipati Kasuma Mandura; itu masih di Martapura. Pangeran Dipati Anom itu disuruh Ratu Agung disebut Pangeran di Darat pada orang karena tempatnya diam di darat pada istana itu; maka segala orang menyebutnya Pangeran di Darat. Sudah itu maka Raden Kasuma Raga digelar oleh Ratu Agung, Pangeran Mas Dipati. Sudah demikian maka Pangeran Singamarta menggelar Raden Pamakas - Raden Sutarta, Raden Marabut - Raden Subangsa.[3]

Kekerabatan Sultan Banjar dan Sultan Sumbawa

[sunting | sunting sumber]

"The King of Banjar at that time was Panombahan, from the royal house of Sumbawa, and his chief in command was Pengerang Poerabaja, descendant of Crain Crongong of Macassar ".

— Brunei Museum Journal, volume 4, edisi 2.

[32][33]

Kerajaan-kerajaan: Seran, Taliwang, dan Jereweh masing-masing merupakan kerajaan vasal dari kerajaan Sumbawa. Raja Samawa yang pertama dari kerajaan (kecil) Sampar Kemulan bernama Maja Paruwa, dari dinasti Dewa Awan Kuning yang telah memeluk agama Islam. Setelah meninggal, Maja Paruwa diganti oleh Mas Goa. Mas Goa tidak lama memerintah karena pola pikir dan pandangan hidupnya masih dipengaruhi ajaran Hinduisme. Pada tahun 1637 Mas Goa diturunkan dari tahta oleh rakyatnya, sebagai penggantinya diangkat Mas Cini. Pada tanggal 24 Desember 1650 Raja Sumbawa (menurut Speelman: bernama Mas Cini) kawin dengan Karaeng Panaikang I Nampa Daeng Niaq (janda Kaicil Kalamata) adik tiri Raja Tallo Harun Al Rasyid. Sejak itu terjadilah hubungan raja-raja Sumbawa dengan raja-raja Gowa dan Bugis melalui hubungan perkawinan. Mas Cini digantikan oleh saudaranya (keponakannya), Mas Bantan. Lama pemerintahannya, dari tahun 1675 s.d. 1701. Mas Bantan adalah putera Raden Subangsa, seorang pangeran dari Banjarmasin.[25][34]


Kekerabatan Sultan Banjar (Panembahan Kuning) dengan Sultan Sumbawa (Dewa Mas Bantan) diberitakan dalam laporan pelaut Inggeris dalam buku "Notices of the Indian archipelago & adjacent countries: being a collection of papers relating to Borneo, Celebes, Bali, Java, Sumatra, Nias, the Philippine islands" (1837:99), menyebutkan:[33][35]

"About the year 1700, the English fixed themselves in Banjar, with about 40 English and 100 Bugis, at which time the chief of Banjar had the title of Panambahan, and of the family of Sumbawa..

— Notices of the Indian archipelago & adjacent countries (1837:99) .[35]

"Sekitar tahun 1700, Inggris memperbaiki diri di Banjar, dengan sekitar 40 orang Inggris dan 100 Bugis, pada saat itu kepala Banjar memiliki gelar Panembahan, dan dari keluarga [penguasa] Sumbawa."[35]

Dalam "The Asiatic Journal and Monthly Register for British India and Its Dependencies" (1816:571) tertulis:[36]

"About the year 1700, the English fixed themselves in Banjar, with about forty English and one hundred Bugis-men, at which time the chief of Banjar had the title of Panambahan, and was of the family of Sumbawa."

— The Asiatic Journal and Monthly Register for British India and Its Dependencies" (1816:571).[36]

"Sekitar tahun 1700, Inggris memperbaiki diri mereka di Banjar, dengan sekitar empat puluh orang Inggris dan seratus orang Bugis, yang pada saat itu kepala Banjar memiliki gelar Panembahan, dan berasal dari keluarga [penguasa] Sumbawa."[36]

Raja Sumbawa pada tahun 1700 adalah Mas Bantan Datu Loka Dewa Dalam Bawa (memerintah 1675-1701; wafat 1713).[37]

Dalam "Verhandelingen van het Bataviaasch genootschap der kunsten en wetenschappen", Volume 23, Lands drukkerij (1850:173) menyebutkan:

"Uit het vroeger gezegde kunnen wij haast met Zekerheid afleiden, dat de volken van Sassakh en Soembawa eens een en hetZelfde wolk Zijn gewecst. Of echter de menschen van Soembawa van Sassakh, of omgekeerd, die van Sassakh van Soembawa herkomstig Zijn, laat Zich moeijelijk bepalen. Ik ben geneigd te gelooven, dat de oorspronkelijke stam uit Sassakh was. Vele overleveringen laten een' derden Zoon wan den eersten koning van Dompo maar Soembawa trekken; Zoodat Zich ook in dit land Javanen hebben nedergezet. Men zeide mij, dat de Grooten van Soembawa den oorsprong van hunne familien niet Zocliten van de vorsten van Dompo of Bima, maar van die van Bandjermassin."

— Verhandelingen van het Bataviaasch genootschap der kunsten en wetenschappen", Volume 23, Lands drukkerij (1850:173).[38]

"Dari uraian di atas, kita hampir dapat menyimpulkan dengan pasti bahwa orang-orang Sassakh dan Sumbawa muncul dari sumber leluhur yang satu dan sama. Namun, apakah orang-orang Soembawa dari Sassakh, atau sebaliknya, Sassakh yang berasal dari Soembawa, sulit ditentukan. Saya cenderung percaya bahwa suku asli berasal dari Sassakh. Banyak tradisi memiliki Putra ketiga yang ditarik dari Dompo ke Sumbawa sebagai raja pertama; Sehingga juga di tanah ini orang Jawa telah menetap. Saya diberitahu bahwa orang-orang hebat Sumbawa tidak melacak asal usul keluarga mereka dari para pangeran Dompo atau Bima, tetapi dari orang-orang Bandjermassin."[38][39][40]

If the Dutch not give him a hand, it would be over with him. "It is true, there are my brothers Amas Malin and Amas Atchin, but it is not fit that they become kings, because thay are not of the line of the Sumbawan kings, but of Bali. But there is, one may add, my nephews called Amas Mattaram and Amas Bantani [= Datu Loka] who are 5 of the royal house of Sumbawa of olden times ".

— Hindu rulers, Muslim subjects.(2001:171)[13]


Ketika Mas Goa diturunkan dari tahta raja Sumbawa, maka ada usulan untuk menjadikan raja Sumbawa penggantinya yakni Amas Malin dan Amas Atchin, tetapi mereka tidak pantas menjadi raja, karena mereka bukan dari garis keturunan raja Sumbawa terdahulu,[41] tapi dari (ibu orang) Bali. Maka diusulkan, keponakan Mas Goa bernama Amas Mattaram dan Amas Bantani (=Datu Loka).[42][43] [44]

Penerbit Martinus Nijhoff (1971:58) dalam "Rijks geschiedkundige publicatiën: Grote serie", Volume 134, menyebutkan:[45]

" Mas Bantam en Mas Mataram, zoons van twee zusters van den Koning van Sumbawa en van den Bandjarmasinsen Raden Subangsa. Mas Bantam volgde na de afzetting van Mas Gowa in Sumbawa op; hij was gehuwd met een dochter van den Vorst van Tello en werd in 1705 opgevolgd door zijn zoon Mas Madura; hij stierf in mei 1713.

— Rijks geschiedkundige publicatiën: Grote serie", volume 134.[45]

Mas Bantam dan Mas Mataram, putra dari dua saudara perempuan Raja Sumbawa dan Raden Subangsa dari Bandjarmasin. Mas Bantam berhasil [menjadi raja] setelah deposisi (menggeser) Mas Goa di Sumbawa; dia menikah dengan seorang putri Pangeran Tallo dan digantikan pada tahun 1705 oleh putranya Mas Madura (Amas Madina); dia meninggal pada Mei 1713.

[45][46]

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
16. ♂ Sultan Rahmatullah Sultan Banjar II bin Sultan Suryanullah Sultan Banjar I [30]
 
 
 
 
 
 
 
8. ♂ Sultan Hidayatullah 1 Sultan Banjar III
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
17. ♀ Ratu Sultan Rahmatullah
 
 
 
 
 
 
 
4. ♂ Pangeran Mangkunagara
(Raden Subamanggala)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
18. ♂ Pangeran di Laut
 
 
 
 
 
 
 
9. ♀ Putri Nur Alam
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
19. ♀ Ratu Pangeran di Laut
 
 
 
 
 
 
 
2. ♂ Pangeran Martasari
(Raden Timbakal)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
5. ♀ Ratu Mangkunagara
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
1. ♂ Pangeran Taliwang
(Raden Subangsa)
Raden Marabut
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
3. ♀ Si Jawa
(gundik orang Jawa)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 


Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ https://www.scribd.com/doc/190123982/Hikayat-Banjar
  2. ^ Ras, Johannes Jacobus (1968). Hikajat Bandjar [Malayisch u. engl.] A study in Malay historiography by J[ohannes] J[acobus] Ras. [Illustr.] - The Hague: Nijhoff 1968. XIII, 651 S. 8°, Volume 1 dari Bibliotheca Indonesica, ISSN 0067-8023, Proefschrift ter verkrijging van de graad van doctor in de letteren aan de Rijksuniversiteit te Leiden (dalam bahasa Inggris). 1. Bibliotheca Indonesica, Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (Netherlands), Martinus Nijhoff. ISSN 0067-8023. 
  3. ^ a b c d e f g h Ras, Johannes Jacobus (1990). Hikayat Banjar (dalam bahasa Melayu). Diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh. Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka. ISBN 9789836212405.  ISBN 983-62-1240-X
  4. ^ Rosyadi, Sri Mintosih, Soeloso, Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Indonesia) (1993). Hikayat Banjar dan Kotaringin. Indonesia: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara. hlm. 139. 
  5. ^ (Belanda) Cense, Anton Abraham (1928). De kroniek van Bandjarmasin. C.A. Mees. hlm. 54. 
  6. ^ a b Ras, Johannes Jacobus (1968). Johannes Jacobus Ras, ed. Hikajat Bandjar: A Study in Malay Historiography (dalam bahasa Inggris). Martinus Nijhoff. hlm. 588. 
  7. ^ Ras, Johannes Jacobus (1968). Bibliotheca Indonesica (dalam bahasa Inggris). 1. Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde. ISSN 0067-8023. 
  8. ^ Rogayah A. Hamid, Etty Zalita Zakaria. Inti sari karya klasik (dalam bahasa Melayu). 1. Malaysia: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia. ISBN 9836295062.  ISBN 9789836295064
  9. ^ Majod, Ali (2004). Hikayat Banjar, Siri karya sastera klasik untuk remaja (dalam bahasa Melayu). Malaysia: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pendidikan Malaysia. ISBN 9836280146.  ISBN 9789836280145
  10. ^ "Museum Negeri Lambung Mangkurat". Hikayat Banjar Volume 1 dari Seri penerbitan Museum Negeri Lambung Mangkurat. Indonesia: Museum Negeri Lambung Mangkurat. 1981. 
  11. ^ Barbary, Iberamsyah (1 Maret 2015). 1001 Gurindam. Indonesia: EnterMedia. hlm. 269. 
  12. ^ Mantja, Lalu (1984). Sumbawa pada masa dulu: suatu tinjauan sejarah. Indonesia: Rinta. hlm. 26. 
  13. ^ a b Hägerdal, Hans (2001). Hindu rulers, Muslim subjects: Lombok and Bali in the seventeenth and eighteenth centuries (dalam bahasa Inggris). Indonesia: White Lotus Press. hlm. 96. ISBN 9747534118.  ISBN 9789747534115
  14. ^ Mukhlis Paeni, Edward Lamberthus Poelinggomang, Ina Mirawati (2002). Batara Gowa: messianisme dalam gerakan sosial di Makassar. Indonesia. hlm. 108. ISBN 9794205141.  ISBN
  15. ^ Harnish, David D. (2021). Change and Identity in the Music Cultures of Lombok (dalam bahasa Inggris). Indonesia. hlm. 8.  ISBN
  16. ^ Mashad, Dhororudin (2014). Muslim Bali. Indonesia: Tim Pustaka Al-Kautsar. hlm. 139. 
  17. ^ Wacana, Lalu (1983). Sejarah perlawanan terhadap imperialisme dan kolonialisme di Nusa Tenggara Barat. Indonesia: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional,. 
  18. ^ "Sri Yaningsih, Umar Siradz, Lalu Gde Suparman, Kencana S. Pelawi, Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Indonesia)". Pengungkapan nilai budaya naskah kuno NTB Babad Selaparang. 2. Indonesia: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara. 1993. 
  19. ^ "Tim Koordinasi Siaran (Indonesia. Direktorat Jenderal Kebudayaan), Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan". Aneka ragam khasanah budaya Nusantara. 8. Indonesia: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. 
  20. ^ Dwinanto, Djoko (2001). Bara Api di Tanah Lombok. Indonesia: PT Balai Pustaka. ISBN 9796666715.  ISBN 9789796666713
  21. ^ Ki Supriyoko (1 Januari 2005). Sutiman, ed. Pendidikan Multikultural dan Revitalisasi Hukum Adat Dalam Perspektif Sejarah. Indonesia: Direktorat Jenderal Kebudayaan. hlm. 165. 
  22. ^ "Proyek Pembinaan Buku Sastra Indonesia dan Daerah-Jakarta (Indonesia)". Babad Selaparang. Diterjemahkan oleh Sulistiati. Indonesia: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993.  ISBN 9794593273, 9789794593271
  23. ^ Lalu Gde Suparman (1993). "Kencana S. Pelawi, Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara (Indonesia)". Pengungkapan nilai budaya naskah kuno NTB, Babad Selaparang. Indonesia: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara. 
  24. ^ http://kesultananbanjar.com/id/hubungan-kesultanan-sumbawa-dengan-kesultanan-banjar/
  25. ^ a b Peninggalan sejarah dan kepurbakalaan Nusa Tenggara Barat. Indonesia: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kantor Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat, Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman Nusa Tenggara Barat. 1997. 
  26. ^ http://sejarahastrologimetafisika.blogspot.com/2011/06/silsilah-kerajaan-banjar.html
  27. ^ https://plus.google.com/104506069717580147857/posts/gsKkmG8PtcB
  28. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-08-25. Diakses tanggal 2018-11-05. 
  29. ^ Kiai Bondan, Amir Hasan (1953). Suluh Sedjarah Kalimantan. Bandjarmasin: Fadjar. 
  30. ^ a b "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-01-11. Diakses tanggal 2018-03-07. 
  31. ^ http://suluhbanjar.blogspot.co.id/2010/11/sejarah-orang-orang-banjar-di-pulau.html
  32. ^ Muzium Brunei (1978). "Brunei Museum Journal" (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-2). Muzium Brunei: 90. 
  33. ^ a b "The Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia" (dalam bahasa Inggris). 2. 1848: 509. 
  34. ^ "Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah". Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat. Indonesia: Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1978. hlm. 51. 
  35. ^ a b c J. H. Moor (1837). "Notices of the Indian archipelago & adjacent countries: being a collection of papers relating to Borneo, Celebes, Bali, Java, Sumatra, Nias, the Philippine islands" (dalam bahasa Inggris). F.Cass & co.: 99. 
  36. ^ a b c "The Asiatic Journal and Monthly Register for British India and Its Dependencies" (dalam bahasa Inggris). Black, Parbury & Allen. 1816: 561. 
  37. ^ http://www.mbojoklopedia.com/2018/04/perang-para-pangeran-sumbawa.html?m=1
  38. ^ a b Verhandelingen van het Bataviaasch genootschap der kunsten en wetenschappen (dalam bahasa Belanda). 23. Lands drukkerij. 1850. hlm. 173. 
  39. ^ Zollinger, Heinrich Zollinger (1851). Verslag van eene reis naar Bima en Soembawa, en naar eenige plaatsen op Celebes, Saleijer en Floris, gedurende de maanden Mei tot December 1847 (Report of a trip to Bima and Sumbawa, and to some places on Celebes, Saleijer and Floris, during the months of May to December 1847) (dalam bahasa Belanda). Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. hlm. 173. 
  40. ^ Zollinger, Heinrich Zollinger (1850). Verslag van eene reis naar Bima en Soembawa, en naar eenige plaatsen op Celebes, Saleijer en Floris, gedurende de maanden Mei tot December 1847 (dalam bahasa Belanda). Lange. 
  41. ^ Dewa Maja Paruwa
  42. ^ G. Kolff (1901). Dagh-register gehouden int Casteel Batavia vant passerende daer ter plaetse als over geheel Nederlandts-India (dalam bahasa Belanda). hlm. 168. 
  43. ^ Anthony Marinus Hendrik Johan Stokvis (1888). Manuel d'histoire, de généalogie et de chronologie de tous les états du globe, depuis les temps les plus reculés jusqu'à nos jours (dalam bahasa Prancis). Brill. hlm. 380. 
  44. ^ "Mencari Surat-Surat :: Sejarah Nusantara". Arsip Nasional Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-07-23. Diakses tanggal 2020-07-23. 
  45. ^ a b c "Netherlands. Ministerie van Binnenlandse Zaken, Netherlands. Ministerie van Onderwijs, Kunsten en Wetenschappen, Netherlands. Ministerie van Onderwijs en Wetenschappen, Netherlands. Commissie voor's Rijks Geschiedkundige Publicatiën, Netherlands. Rijkscommissie voor Vaderlandse Geschiedenis". Rijks geschiedkundige publicatiën: Grote serie (dalam bahasa Belanda). 134. Martinus Nijhoff. 1971. hlm. 58. 
  46. ^ Nederlandsche Oost-Indische Compagnie, Willem Philippus Coolhaas (1971). Generale missiven van gouverneurs-generaal en raden aan Heren XVII der Verenigde Oostindische Compagnie: deel. 1610-1638 (dalam bahasa Belanda). Martinus Nijhoff. hlm. 58. 

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]