Islam di Sumatera Utara
Islam di Sumatera Utara mulai berkembang pada akhir abad ke-7 Masehi. Perkembangan Islam di Sumatera Utara dipengaruhi oleh kedatangan pedagang muslim dari Jazirah Arabia menuju ke Kanton di Tiongkok melalui Selat Sunda. Para pedagang muslim Arab mulai berdagang di Sumatera Utara ketika jalur perdagangan mereka di Selat Malaka dihadang oleh Kerajaan Sriwijaya. Islam merupakan agama mayoritas di Sumatera Utara. Para penganutnya berasal dari beberapa kelompok etnik.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Pada Abad ke-7 Masehi, wilayah Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perdagangan yang terpenting di Nusantara. Wilayahnya ramai dikunjungi oleh para saudagar muslim dari bangsa Arab. Hubungan perdagangan ini yang kemudian mengawali perkembangan dakwah Islam di Sumatera Utara.[1]
Kedatangan para pedagang muslim dari Jazirah Arab ke Sumatera Utara semakin meningkat pada akhir abad ke-7 M. Ini setelah kekalahan armada Kekaisaran Romawi atas armada muslim di wilayah laut Iskandariyah. Faktor utama yang menyebabkan kedatangan para pedagang muslim dari Jazirah Arab ke Sumatera Utara adalah terhalangnya pelayaran mereka melalui Selat Malaka. Penyebabnya adalah hadangan dari armada Kerajaan Sriwijaya yang merupakan kerajaan buddha. Kerajaan Sriwijaya melakukan hal demikian sebagai bentuk pembalasan atas serangan pasukan muslim atas kerajaan Hindu di Sindh. Hadangan ini membuat para pedagang muslim dari Jazirah Arab akhirnya mengambil rute memutar melewati pesisir barat Sumatera Utara untuk menuju ke Selat Sunda. Dari Selat Sunda, pedagang muslim berlayar menuju ke Singapura untuk melanjutkan pelayaran hingga ke Kanton di Tiongkok.[2]
Penganut
[sunting | sunting sumber]Islam menjadi agama mayoritas di Sumatera Utara.[3] Penganut agama Islam di Sumatera Utara berasal dari beberapa kelompok etnik. Kelompok etnik ini antara lain suku Melayu, Minangkabau, Aceh, Mandailing, Angkola, Jawa, Batak Sibolga/Pesisir, Pakpak, Simalungun, Karo, dan Batak Toba.[4]
Berikut merupakan jumlah penganut Islam di Sumatera Utara menurut kota/kabupaten berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Desember, 2021).[5]
# | Kota/kabupaten | Islam (%) |
---|---|---|
1 | Asahan | 89,50% |
2 | Batu Bara | 88,92% |
3 | Dairi | 16,39% |
4 | Deli Serdang | 78,41% |
5 | Humbang Hasundutan | 3,12% |
6 | Karo | 26,58% |
7 | Labuhanbatu | 83,26% |
8 | Labuhanbatu Selatan | 85,34% |
9 | Labuhanbatu Utara | 82,34% |
10 | Langkat | 91,71% |
11 | Mandailing Natal | 95,92% |
12 | Nias | 1,15% |
13 | Nias Barat | 2,25% |
14 | Nias Selatan | 2,23% |
15 | Nias Utara | 5,40% |
16 | Padang Lawas | 90,36% |
17 | Padang Lawas Utara | 80,64% |
18 | Pakpak Bharat | 39,60% |
19 | Samosir | 1,75% |
20 | Serdang Bedagai | 84,68% |
21 | Simalungun | 56,87% |
22 | Tapanuli Selatan | 79,14% |
23 | Tapanuli Tengah | 42,53% |
24 | Tapanuli Utara | 4,81% |
25 | Toba | 6,12% |
26 | Kota Binjai | 85,73% |
27 | Kota Gunungsitoli | 13,30% |
28 | Kota Medan | 69,17% |
29 | Kota Padang Sidempuan | 90,58% |
30 | Kota Pematangsiantar | 45,29% |
31 | Kota Sibolga | 58,69% |
32 | Kota Tanjungbalai | 86,83% |
33 | Kota Tebing Tinggi | 80,35% |
Sumatera Utara | 66,43% |
Lihat juga
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ Fuad, dkk. 2019, hlm. 63.
- ^ Fuad, dkk. 2019, hlm. 64.
- ^ Khoiri 2020, hlm. 86.
- ^ Khoiri 2020, hlm. 87.
- ^ "Pemeluk Islam di Mandailing Natal Terbesar di Sumatera Utara pada 2021 | Databoks". databoks.katadata.co.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-09-29.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Fuad, Z., Siregar, Y. D., dan Rohani, L. (2019). Sumanti, S. T., Sarimonang, dan Achiriah, ed. Peta Kajian Sejarah Islam di Sumatera Utara (PDF). Bantul: Atap Buku.
- Khoiri, Nispul (2020). Diana, Syadar, ed. Peta Sosial dan Ekonomi Umat Islam di Sumatera Utara: Perspektif Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan Al-Jam’iatul Washliyah (PDF). Medan: Perdana Publishing. ISBN 978-623-7160-85-4.