Kerajaan Banggai
Kerajaan Banggai adalah sebuah kerajaan Islam di Indonesia yang terletak di semenanjung timur pulau Sulawesi dan Kepulauan Banggai. Kerajaan ini pada awalnya hanya meliputi wilayah Kepulauan Banggai, tetapi kemudian disatukan dengan wilayah Banggai oleh Adi Cokro.Adi Cokro atau Adisoko/Adisaka Adalah seorang berdarah Jawa yang berasal dari Kediri,Yang Kemudian bergelar Mumbu Doi Jawa.
Kerajaan Banggai Merupakan kerajaan yang berbentuk kesultanan pertama di wilayah Sulawesi Tengah. Wilayahnya pada saat itu sampai di daerah (Bungku Utara, Morowali Utara,Bungku) yang masuk Kabupaten Poso. Kerajaan Banggai berpusat di Pulau Banggai yang saat ini masuk Kabupaten Banggai Laut.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Menurut cerita sejarah, awal mula terbentuknya Kerajaan Banggai karena ada pengaruh dari Kerajaan Ternate.Pada awal abad ke 16 Kerajaan Ternate membentuk Kerajaan Banggai yang terdiri dari empat distrik yaitu Babolau, Singgolok, Kookini, dan Katapean. Nama pemimpin dari setiap distrik disebut Basalo Sangkap yang terdiri dari Basalo Dodung (Raja babolu), Basalo Gong-gong (raja Singgolok), Basalo Bonunungan (Raja Kookini) dan Basalo Monsongan (Raja Katapean).Dengan adanya pembagian ini menjadikan Kerajaan Banggai merupakan salah satu kerajaan yang sudah menerapkan sistem demokrasi dimana pemimpin kerajaan dipilih bukan berdasarkan dari satu garis keturunan melainkan dari golongan bangsawan atau bahkan rakyat biasa yang dianggap mampu untuk memimpin suatu kerajaan.
Bukti bahwa kerajaan Banggai sudah di kenal sejak zaman Kerajaan Majapahit|Majapahit dengan nama Benggawi setidaknya dapat di lihat dari tulisan seorang pujangga Majapahit yang bernama Mpu Prapanca dalam bukunya, "Nagarakretagama bertarikh caka 1478 atau tahun 1365, yang dimuat dalam seuntai syair nomor 14 bait kelima sebagai berikut:
"Ikang Saka Nusa-Nusa Mangkasara, Buntun Benggawi, Kuni, Galiayo, Murang Ling". Raja pertama Kerajaan Banggai adalah Abu Kasim yang merupakan anak dari Adi Cokro, seorang Panglima perang dari Kerajaan Ternate. Dalam melaksanakan pemerintahannya, raja dibantu oleh empat menteri yaitu Mayor Ngopa yang merupakan Raja Muda, Kapitan laut yang merupakan panglima perang, Hukum Tua yang merupakan Pengadilan dan Jogugu yang merupakan staff yang mengatur dalam negeri Kerajaan Banggai.
Kerajaan Banggai memang kurang terkenal dari kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa, karena Kerajaan Banggai tidak menjajah daerah lain di Nusantara. Sistem pemerintahan Kerajaan Banggai lebih memilih untuk mengurus urusan dalam negeri dibanding untuk urusan luar. Kepemimpinan Kerajaan Banggai berakhir pada raja yang ke 20 yaitu Syukuran Aminuddin Amir yang wafat pada tahun 1957. Raja Banggai ke-1 yaitu Iskandar Zaman ketika diangkat, Banggai telah menjadi kabupaten daerah tingkat II sehingga sistem pemerintahan daerah Banggai dipimpin oleh seorang bupati. Bahkan sampai sekarang, Basalo Sangkap tetap memilih raja untuk memimpin dan melestarikan peninggalan Kerajaan Banggai.
Pada tanggal 12 Desember 1959 dilakukan serah terima pemerintahan dari raja terakhir Kerajaan Banggai, Syukuran Aminuddin Amir selaku Pejabat Kepala Pemerintahan Negeri Banggai di Luwuk, kepada Bidin selaku bupati pertama Daerah Tingkat II Banggai.
Sejarah Luwuk jadi Ibukota
[sunting | sunting sumber]Menurut laporan bertarikh 1682 dari Gubernur Belanda di Ternate yaitu Robert Padtbrugge[1] (1637-1703), Kerajaan Banggai terdiri dari Pulau Banggai, Peling (atau Gapi), Labobo, ratusan pulau kecil, dan bagian tenggara Sulawesi yang dikenal sebagai Balantak dan Mondona, jadi tidak termasuk Tanjung Pati-pati yang merupakan batas timur wilayah Kerajaan Tojo, Tanjung Pati-pati yang sekarang terletak di wilayah Kecamatan Bualemo, Kabupaten Banggai. Dan dalam rentang waktu tahun 1905 sampai 1907 dibukalah Area Perkebunan baru dan membentuk Kecamatan Bunta, hal ini menjadi era kekuasaan baru bagi Pemerintahan Hindia Belanda dan akhir dari kekuasaan Kerajaan Tojo di bagian paling ujung timur dari Provinsi Sulawesi Tengah.
Di tahun 1908 Belanda mendeklarasikan berdirinya Landschap Banggai, yang bukan lagi Wilayah Kesultanan Ternate ataupun Kerajaan Tojo, Landschap Banggai —yang sebelumnya merupakan bagian dari Kesultanan Ternate ataupun Kerajaan Tojo— mulai berhubungan langsung dengan pemerintah Hindia Belanda sejak tanggal 1 April 1908, dan pemerintahannya telah menjadi pemerintahan sendiri. Landschap Banggai yang ibukotanya di Luwuk, merupakan Bentuk Pemerintahan Belanda yang merupakan saingan dari Kerajaan Banggai yang terletak di Pulau Banggai.
Melalui Staatsblad (Lembaran Negara) No. 367 Tahun 1907 yang mengatur penambahan salah satu pemerintahan mandiri di Ternate —termasuk Banggai— di Karesidenan Celebes en Onderhoorigheden, dan sebuah afdeling di Pantai Timur Sulawesi terbentuk dengan ibu kota Luwuk, yang terletak di bagian timur dari Sulawesi. Pada tahun 1911 (item No. 605), posisi ibu kota dialihkan ke Baubau. Melalui Staatsblad No. 365 Tahun 1924, beberapa landschap, termasuk Banggai, ditambahkan menjadi wilayah administratif Karesidenan Manado. Pada tahun yang sama, Afdeling Poso dibentuk dan Landschap Banggai dibagi menjadi dua onderafdeling, sesuai dengan isi Staatsblad No. 366. Pada dekade 1930-an, melalui Staatsblad No. 571 Tahun 1932, kedua onderafdeling tersebut digabungkan kembali ke Onderafdeling Banggai, dengan Luwuk sebagai ibu kota.
Daftar Raja Banggai
[sunting | sunting sumber]- 1648 - 1689 Benteng Paudagar
- 1689 - 1705 Balantik Mbulang
- 1795 - 1728 Kota Abdul Gani
- 1728 - 1753 Bacan Abu Kasim
- 1753 - 1768 Mondonu Kabudo
- 1768 - 1773 Padongko Ansyara
- 1773 - 1809 Dinadat Mandaria
- 1809 - 1821 Galila Atondeng
- 1821 - 1827 Sau Tadja
- 1827 - 1847 Tenebak Laota
- 1847 - 1852 Bugis Agama
- 1852 - 1858 Jere Tatu Tanga (Jere Dg.Masikki)
- 1858 - 1870 Banggai Soak
- 1870 - 1882 Raja Haji Labusana Nurdin
- 1882 - 1900 Raja Haji Abdul Aziz
- 1900 - 1922 Raja Haji Abdul Rahman
- 1922 - 1925 Majelis Perwalian Banggai
- 1925 - 1939 Raja Haji Awaluddin (lahir 1939)
- 1939 - 1941 Raja Nurdin Daud-Pemangku Tomundu
- 1959 - 14 Agustus 2005 perantaraan
- 14 Agustus 2005 - 27 Januari 2010 Iskandar Zaman Awaluddin (lahir 1960 - wafat 2010)
- 27 Januari 2010 - 28 Januari 2010 Raja Muda Irawan Zaman Awaluddin-Pemangku (pertama kali)
- 27 Januari 2010 - 28 Januari 2010 Muhammad Fikran Ramadhan Iskandar Zaman (lahir 1993 - wafat 2010)
- 28 Januari 2010 - Raja Muda Irawan Zaman Awaluddin-Pemangku (kedua kali)